20

4.8K 371 71
                                    

Hati hati typo

*******
Shani : sampai kapan kamu mau ngumpet Nad?

Shani : tolong jangan menghindar, atau aku harus datang ke sana?

Seminggu kemudian, setelah kondisi Gracia pulih, Shani baru mencoba menghubungi Nadse. Dia tetap menelepon dan mengirimkan pesan sampai Nadse bosan membacanya. Selesai meeting terakhir, Shani bertanya pada sekretarisnya tentang jadwalnya untuk besok hari.

“Besok setelah makan siang, jadwalnya kosong, Pak,” jelasnya.

Shani mengangguk. “Besok saya ada urusan pribadi, kalo tidak ada hal penting, jangan ganggu saya.”

Sekretarisnya pun mengerti dan tidak bertanya lagi pada atasannya.

Shani sudah memutuskan esok dia akan ke tempat Nadse berada. Menemuinya dan meminta maaf tentang kesalahpahaman yang terjadi antara Nadse dan Gracia.

*******

Keesokan harinya, Gracia sudah menyelesaikan syuting terakhirnya. Setelah bersalaman dengan para kru, dan para pemain film lainnya, Gracia menyingkir ke salah satu kursi kosong dan dia duduk disana untuk mengirim pesan pada Shani.

Gracia : Shan, kita makan siang bareng yuk. Aku ke kantor kamu ya?

Setelah banyak kejadian yang menimpa mereka, Gracia merasa Shani seperti menghindarinya. Entah itu hanya perasaannya, atau memang Shani menjauhinya. Syutingnya dan beberapa kontrak yang lainnya sudah selesai semua, jadi sekarang dia akan memiliki waktu untuk bersama Shani.

“Gracia,” panggil Frans dan terdengar canggung. Frans menarik kursi, agar bisa duduk bersebelahan dengan Gracia.

“Maaf ya, kalo selama pembuatan film kemarin, aku suka marah-marah.”

Gracia memasukkan ponselnya ke tas dan pandangannya beralih pada Frans. Sebuah senyum tulus diberikan Gracia untuk Frans.

“Aku juga, Frans. Maaf kalo sempat nggak fokus. Aku seneng dan Nggak kapok bisa kerja sama kamu.”

Baru kali ini, Gracia melihat Frans tidak percaya diri. “Aku juga seneng bisa gabung dalam project ini. Semoga nanti kalo kita kerja bareng, nggak berantem kayak kemarin ya, Frans,” Gracia mengingatkan adu mulut mereka.

“Ya, kamu benar.” Frans ikut tertawa. Cuma didepan Gracia dia terlihat bagai pecundang. “Kalo nanti-nanti aku ngajak kamu hangout boleh?”

Hangout? Gracia nggak mau Geer, tapi Frans nggak bermaksud untuk menggoda dirinya kan?

“Frans.” Suara Gracia naik satu oktaf dan terdengar lebih waspada.

“Bukan....aku nggak mikir buat manfaatin kamu. Aku ngajak hangout sebagai teman, Gracia.” Frans tertawa, dia bisa membaca pikiran Gracia dengan begitu mudahnya. “Kita memang nggak jodoh untuk bersama, tapi semenjak kita putus, aku kehilangan kamu, kamu itu teman diskusiku yang sampai sekarang aku belum dapet gantinya,” jelas Frans jujur.

“Sama Anin juga boleh?” Gracia merasa harus tetap waspada. Dan dia yakin, Shani juga tidak akan senang, kalau dia pergi berdua bersama Frans.

“Boleh, asal jangan ajak suami kamu aja! Itu sih, sama aja kamu masukin aku ke kandang macan.”

“Hahaha... ternyata ada juga yang ditakutin sama Frans, hot gosip ini,” ledek Gracia puas. “Oh iya, Makasih ya, Frans buat kado yang kamu titip ke Anin.”

Pandangan Frans berubah sedih, “Baru diterima atau baru dibuka?” tanyanya penasaran.

“Baru aku buka dan makasih udah inget sama wangi favoritku. Tapi maaf aku nggak bisa balas apa-apa.”

“Iya, aku tau.” Frans mengerti, kesempatannya untuk bersama Gracia sudah tidak ada lagi dan dia juga tidak ingin menempatkan Gracia diposisi yang sulit. Yang bisa Frans lakukan sekarang adalah menjadi teman untuk Gracia.

*******

Jam 12 lewat 15 menit Gracia sampai di kantor Shani. Pesannya tidak dibalas Shani dan teleponnya tidak diangkat. Paling Shani lagi meeting, makanya dia tidak bisa membalas pesan dan menerima panggilan. Gracia pun berinisiatif untuk datang menemui Shani.

“Bu Gracia, Maaf. Selamat siang,” sapa Rachel sekretaris Shani saat mereka berpapasan di pintu lift.

Gracia mencoba mengingat, ah iya, kebetulan perempuan ini adalah personal assistant Shani. “Pak Shani lagi meeting ya?” tanya Gracia.

“Meeting nya baru selesai, Bu.”

“Terus Pak Shani dimana?”

“Baru saja turun sepuluh menit yang lalu. Tadi beliau bilang ada urusan pribadi.”

Urusan pribadi? Bersamanya? Atau orang lain? Atau jangan-jangan Nadse?

“Bisa antar saya ke parkiran?” ide itu muncul tiba-tiba, setidaknya Gracia ingin berusaha menahan Shani pergi.

Shani mengangguk dan masuk ke dalam lift bersama Gracia.

“Pak Firman, nanti kalo bertemu dengan Pak Shani, tolong bilang tunggu sebentar ya. Bu Gracia ingin menemuinya.” Rachel menelepon koordinator keamanan kantor.

Sementara di sebelah Rachel, Gracia berusaha tidak berpikir macam-macam. Gracia masih berusaha menghubungi Shani dan berharap masih ada kesempatan untuk mencari tau tentang urusan pribadi Shani saat ini.

Pintu lift terbuka. Shani sudah menunggu, dia sudah diberi tau oleh Firman kalau Gracia menyusulnya ke parkiran. Lelaki itu memandang Gracia tanpa ekspresi. Dia mengangguk sekilas pada Rachel dan secara tersirat mengucapkan terimakasih.

Tinggal mereka berdua.

“Aku mau ke Bandung.”

Gracia menghela napas. Sedikit lega, karena tidak ada nama Nadse. “Aku boleh ikut?” Gracia menawarkan diri.

Alis Shani berkerut. “ Aku mau ketemu Nadse buat selesaikan masalah yang kamu timbulkan. Dia sampai harus pergi kesana untuk hindarin aku.” Kemarin Shani berusaha menahan emosinya. Tetapi saat ini emosi yang sempat tertahan itu meledak begitu saja. Gracia bisa mengatur tentang kehidupannya, tapi tidak dengan hubungannya bersama Nadse.

“Apa aku salah, Shan? Aku Cuma coba untuk mempertahankan hak aku. Kehadiran dia itu membahayakan pernikahan kita!”

“Membahayakan pernikahan kita?” Shani menggelengkan kepalanya. “Dia itu sekarang Cuma teman ku, Gracia. Sama kayak kamu dan Anin. Dan kamu cemburu sama dia?”

Jemari Gracia menggenggam tasnya. Dia dan Anin memang teman. Tapi Gracia tau, hubungannya Shani dan Nadse bukan jenis pertemanan yang seperti itu. Shani mungkin tidak sadar, tapi Gracia tau.... lebih tau dari siapa pun.

“Iya, aku cemburu sama dia! Aku marah karna kamu perhatian sama dia. Puas? Itu yang mau kamu denger, kan! Dan satu lagi, Shan, aku cemburu karena aku nggak mau kehilangan kamu! Aku mau kamu tetap jadi suamiku.”

“Aku sudah jadi suami kamu kan?” tantang Shani. “Apa lagi? Tolong Gracia, apa pun yang kamu minta akan aku turuti, tapi jangan ganggu Nadse.”

Gracia mengalihkan pandangannya, matanya panas, hatinya bagai tertusuk panah beracun. Kini bukan hatinya saja yang terasa sesak, tapi rasa perih sudah menyebar ke seluruh tubuhnya.

“Aku akan tetap jadi suami kamu. Sampai empat tahun kedepan! Dan Nadse tidak akan pernah mengubah apa pun yang telah menjadi kesepakatan kita.”

Gracia diam dan mencoba tersenyum. Dia memiliki tubuh Shani, tapi tidak dengan hatinya. Karena hati Shani milik Nadse.

*******

Kurang ajar kamu Shani...😡

Selamat malam Minggu guys
Jangan lupa keluar rumah, jangan haluin osha oshi aja dikamar 😝

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang