Chapter 15: The Blue Night of Jeju Island

2.2K 225 28
                                    

"Kau yakin kita benar-benar jadi akan berkemah?" tanyaku setelah Suho selesai memasang perban di sekitar pergelangan kaki kananku yang telah dikompres.

Aku menyadari bahwa sepertinya sebagian dari diriku berusaha untuk mencegah keputusan bodohku lebih lanjut.

"Tentu saja, kenapa tidak? Lagipula, aku sudah berniat melakukannya sejak awal. Tidak bisakah kau lihat semua hal yang sudah kepersiapkan ini?" Suho menunjuk tas besar miliknya yang digeletakkan begitu saja di lantai.

"Aku tidak bisa membatalkan rencanaku begitu saja. Karena, kau harus tahu bahwa aku akan menjadi sangat sibuk begitu kembali lagi ke Seoul."

Entah mengapa, untuk beberapa alasan aku menjadi ragu sendiri atas keputusanku untuk ikut berkemah dengan Suho. Yang konyolnya langsung saja kuiyakan, tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.

"Tapi, bukankah akan jauh lebih baik kalau kita kembali turun ke bawah saja sekalian. Maksudku, kau lihat sendiri kan kondisiku? Bagaimana kalau kau mengantarku sampai ke bawah lebih dulu, lalu kau bisa naik lagi ke atas untuk berkemah?" tawarku seenaknya.

Suho tersenyum sekilas. "Kurasa cederamu tidak begitu buruk. Selain kau tidak akan bisa berjalan dengan baik untuk sementara waktu. Kau bahkan tidak perlu pergi ke rumah sakit untuk ini."

"Aku bisa jamin, karena aku cukup berpengalaman tentang cedera terkilir seperti ini, karena sudah mengalaminya beberapa kali. Semua penanganan yang kulakukan sudah lebih dari cukup. Kurasa, kau bahkan akan bisa berjalan dengan baik dalam dua hari ke depan."

"Maksudku, kalau aku hanya mengantarmu sampai ke bawah, siapa yang akan membantumu untuk berjalan pulang sampai ke hotel? Atau bahkan mungkin sampai ke Seoul besok?"

"Aku bahkan tidak membawa ponselku untuk dapat meminta bantuan asistenku. Mengantarmu sendiri kembali ke hotel, itu sama saja dengan membatalkan rencanaku sendiri."

"Aku tahu, seharusnya aku tidak egois. Tapi, aku tidak bisa melewatkan kesempatan berliburku yang sulit untuk kulakukan seperti ini begitu saja."

"Lagipula, aku jamin kau akan baik-baik saja bersamaku. Jadi, menurutku mengajakmu ikut berkemah denganku adalah keputusan yang terbaik untuk situasi saat ini," tambah Suho. Seperti berusaha kuat untuk meyakinkanku.

Kurasa ada benarnya juga perkataan Suho. Tapi, kenapa ada sesuatu yang terasa ganjil ketika aku memikirkannya dengan baik lagi tentang ajakan Suho.

Aku kemudian tersentak setelah mengingat sebuah informasi yang sempat kubaca di pusat informasi, sebelum mendaki gunung tadi subuh.

"Ahhh ... kalau kupikir-pikir lagi, kalau kau memang dari sejak awal ingin berkemah, bukankah seharusnya kau mendaki di jalur Gwaneumsa? Dan bukannya di jalur Seongpanak?"

"Aku baru ingat sekarang. Bukankah tempat perkemahan hanya ada di jalur Gwaneumsa?" timpalku lagi yang jelas-jelas bernada penuh curiga. Setelah menyadari sepertinya ada sesuatu yang agak mencurigakan dari Suho.

"Awalnya, kupikir kau akan berkemah di jalur pendakian Seongpanak. Dan baru akan kembali besok. Tapi, setelah kuingat-ingat lagi, di sini bukannya jalur yang dilarang untuk berkemah, ya?"

"Ahhhhh ... itu," seru Suho cukup panjang, seakan mengulur waktu untuk berpikir.

"Sebenarnya, aku berencana untuk mendaki di dua jalur. Seongpanak untuk sampai ke puncak gunung. Dan ketika turun, aku akan masuk lagi ke jalur Gwaneumsa untuk menikmati berkemah di gunung Halla."

"Masalahnya adalah jalur Gwaneumsa itu kemungkinan akan lebih ramai pengunjung dan bagiku jalurnya terlalu pendek. Tentu saja aku harus mencari jalur yang lebih terjal dan panjang untuk menikmati pendakianku, dan mengingat pemandangan puncak di Seongpanak sangat bagus. Tapi, sayangnya karena di sini tidak boleh berkemah, mau tidak mau tentu aku harus masuk ke jalur Gwaneumsa lagi, kan?"

Marrying a Gay Man?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang