BRUGGGGG.
Salah seorang pria dari kumpulan itu menendang tubuh Suho dari arah samping.
Suho langsung bangkit berdiri dan bersiap membalasnya dengan pukulan. Namun, salah satu pria dari gerombolan itu langsung menahan tangannya dari belakang, dan membuat Suho memberontak dengan tubuhnya.
"Beraninya kau memukul temanku!" hardik pria di hadapan Suho. Ia lalu dengan gerakan kilat langsung memberikan hantaman dengan bogem mentah, tepat di pipi kiri Suho. Kulihat sudut bibir Suho terluka, dan ia terlihat mulai meringis kesakitan.
Aku yang masih shock, hanya bisa berdiri mematung menyaksikan semua yang sedang terjadi.
Entah mengapa bibirku terasa kelu rasanya, hingga tak mampu berteriak untuk menghentikan mereka. Bahkan, kakiku pun rasanya begitu gemetar melihat perkelahian yang sedang terjadi tepat di depan mataku.
Irene, cepat lakukan sesuatu!
BRUGGG.
Lagi-lagi pria itu memukul wajah Suho hingga ia menjadi limbung ke arah sisi kanan. Ia terjatuh menabrak meja cafe, namun ia tetap mengendalikan keseimbangan tubuhnya, sehingga ia tidak sampai terjatuh ke lantai.
"Hei! Apa yang kalian lakukan!" teriak seorang petugas keamanan dari kejauhan.
Petugas keamanan tersebut pun mulai melerai perkelahian antara Suho dan para pria itu, dengan segera berdiri di antara Suho dan pria yang habis memukulnya. Kemudian, membentangkan kedua tangannya agar keduanya menjadi saling menjauh.
"Dia memukul teman kami, pak!" Pria yang tadi menahan tubuh Suho dari belakang langsung membuka suaranya.
"Tidak! Mereka mengganggu tunanganku lebih dulu! Dia bahkan mencengkeram bahunya! Bagaimana bisa aku diam saja?" Suho menunjuk pria yang masih terbaring kesakitan di lantai.
"Sudah, sudah! Sebaiknya kalian semua ikut saya ke kantor polisi sekarang juga! Kalian selesaikan saja urusan kalian di sana!" sela petugas itu dengan nada tinggi, lalu memegangi bahu Suho dan pria yang memukulnya sekaligus.
Kulihat Suho hanya menghela napasnya dengan keras. Ia lalu melepaskan tangan petugas yang menggantung di bahunya, kemudian ia mulai berjalan pelan ke arahku.
"Kau baik-baik saja?" tanya Suho dengan suara yang terdengar khawatir.
Aku pun hanya mampu memberikan anggukan kecil kepadanya, dengan mata yang hampir tidak berkedip menatap ke arahnya.
Entah mengapa jantungku terasa memompa lebih cepat.
Apa-apaan ini? Kenapa dadaku terasa berdebar kencang seperti ini?
***
Kami berdua akhirnya ke luar dari kantor polisi, setelah menyelesaikan kasus dengan gerombolan pria sialan tadi.Pada akhirnya kami hanya berdamai, dan tidak memperpanjang kasus perkelahian antara Suho dan mereka.
Aku bahkan juga sekaligus membuat laporan kronologi tentang pencurian yang menimpaku sebelumnya. Sungguh hari yang benar-benar panjang dan begitu sial.
"Ayo, aku antar pulang ...," seru Suho yang sudah berjalan lebih dulu di depanku.
Aku hanya diam saja, tidak merespon ajakannya. Bahkan, kini aku memilih untuk menghentikan langkahku.
Ia kemudian berhenti dan berbalik, melihat ke arahku. "Ada apa?"
Aku menarik napas perlahan. "Aku akan naik taksi saja."
Ia tertawa sedikit melecehkan. "Sudahlah lupakan saja soal kemarahanmu. Asal kau tahu saja, aku sampai terseret ke sini karena mencarimu."
Apa-apaan ini? Apa dia sudah berubah ke mode dingin lagi?
Suho tiba-tiba saja langsung menarik lengan kananku, dan menyeretku hingga menuju parkiran mobilnya. Aku bahkan belum sempat membalas perkataannya.
"Masuklah. Jangan banyak tingkah," ujar Suho dingin sambil membukakan pintu mobil untukku.
Ia lalu mendorong paksa tubuhku, hingga mau tak mau aku pun masuk ke dalam mobilnya.
Sungguh, aku benar-benar tidak ingin pulang bersamanya. Aku tahu dia menolongku, tapi kalau kupikir-pikir lagi, semua masalah ini bermula juga gara-gara dia. Aku bahkan masih merasa sangat marah padanya.
"Cepat pakai sabuk pengamannya!" titahnya begitu masuk ke dalam mobil.
"Aku tidak ingin pulang bersamamu. Biarkan aku naik taksi saja," ucapku dingin.
Suho mendengus. Bukannya membalas perkataannku, ia malah bergerak mendekati tubuhku hingga jarak wajah di antara kami hanya tersisa sekitar sepuluh senti. Ia kemudian menatap mataku tajam.
"Inilah sebabnya aku benci pada wanita ...," ucapnya tepat di depan wajahku.
Suho lalu membuang mukanya dari wajahku, dan menarik seat belt yang berada di sisi kananku, kemudian memasangkannya di tubuhku.
Ia menekan tombol engine, dan mulai menjalankan kemudi mobilnya.
Apa maksudnya itu? Apakah pria ini benar-benar membuatku ingin kembali naik darah. Aku bahkan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Hingga sepuluh menit berlalu, kami berdua hanya saling diam. Sama seperti situasi 'normal' kami biasanya.
Tapi entah mengapa tiba-tiba saja rasa penasaranku terusik. Bagaimana mungkin Suho mengetahui aku ada di sana tadi.
"Kau melacakku?" tanpa banyak berpikir, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku.
"Eng ...," sahutnya datar.
"Bagaimana bisa?"
"Kenapa tidak bisa? Setidaknya teleponmu masih aktif saat aku meneleponmu. Itu saja sudah cukup," jawabnya dengan nada santai.
"Wah ... entah mengapa itu membuatku takut," gumamku dengan suara agak keras, sengaja agar ia bisa mendengarnya.
Aku mendadak bergidik ngeri, membayangkan Suho sampai melacak GPS di ponselku. Padahal bukannya aku menghilang hingga seharian.
"Kau bodoh atau apa, sih? Kenapa menyusahkan orang lain saja. Lebih baik kau mengamuk saja di apartemenku tadi, daripada pergi begitu saja seperti ini dan malah terlibat banyak masalah." Tahu-tahu saja Suho mengeluh dengan nada marah.
"Apa maksudmu? Memangnya aku yang memintamu ke sini? Siapa yang suruh kau ke sini?! Siapa kau mengaturku untuk berbuat apa?!" hardikku membalas perkataannya yang menyebalkan itu.
"Lalu, kalau terjadi sesuatu, kau pikir bukan aku yang disalahkan? Irene pulang dari apartemen Suho, tapi tiba-tiba saja menghilang? Begitu?"
"Oh, jadi kau takut disalahkan? Atau kau takut identitasmu terbongkar? Makanya kau begitu panik sampai cepat-cepat mencariku. Ha!"
"DIAM!" Suho berteriak marah.
"Tidak! Aku tidak mau diam! Selama ini aku sudah cukup bersabar dan tidak pernah mendesakmu untuk berbuat selayaknya seorang tunangan. Aku percaya padamu dan keluargamu dengan pertunangan ini. Tapi kau ternyata benar-benar keterlaluan, Kim Suho!"
"Kau tidak hanya membohongiku! Tapi juga membohongi seluruh keluargaku! Hanya karena kami membutuhkan keluargamu, bukan berarti kau bisa memanfaatkan kami seperti ini!"
Aku akhirnya mengeluarkan semua kemarahanku yang tidak bisa kulakukan saat di apartemennya. Seharusnya, aku mengatakan semua ini padanya sejak awal!
"Bae Irene!"
"Aku akan membatalkan pertunangan kita!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying a Gay Man?!
FanfictionIrene sedang dilanda keraguan tentang kelanjutan hubungan dengan tunangannya Suho-si pria dingin yang hampir tidak pernah mau berbicara kepadanya sama sekali. Hingga suatu saat, pria itu menjadi lebih banyak berbicara kepadanya. Setelah kejadian di...