Velin berdecih pelan saat matanya melirik sekilas ke arah sepasang remaja yang sedang bercengkrama di pojok cafe yang sudah hampir satu jam ia singgahi. Jari-jarinya masih sibuk mengetik sesuatu pada laptop di hadapannya, sambil sesekali menyesap greentea late miliknya untuk sekedar mendinginkan pikiran dan hatinya agar tidak terbakar oleh panasnya kedengkian karena rasa iri yang disebabkan oleh kemesraan sepasang remaja tersebut.
Entahlah, Velin juga tidak mengerti kenapa rasa iri selalu menggerogoti hatinya jika melihat orang pacaran (maklum namanya juga jomblo), apalagi di tempat-tempat yang sedang ia singgahi. Memang sih, ini tempat umum dan mereka berhak melakukan apapun termasuk saling bercengkrama dengan pacar masing-masing. Tapi apa mereka tidak bisa sedikit berbaik hati untuk tidak terlalu mengumbar kemesraan di depan Velin yang notabennya adalah seorang jomblo dari lahir? Sungguh, Velin selalu dibuat jengah karena menurutnya orang-orang yang berpacaran di sekitarnya itu seolah sedang mengejek dirinya yang kemana-mana memang masih suka sendirian.
Jika bukan untuk mengerjakan tugas karena wifi di rumahnya yang mati akibat ulah Feron yang lupa membayar tagihan dan malah menggunakan uang itu untuk membeli akuarium baru untuk ikan koki peliharaannya, tentu saja Velin tidak mau menginjakkan kakinya di sini. Apalagi pada hari libur seperti ini yang sudah pasti cafe akan ramai oleh orang-orang yang menghabiskan hari liburnya dengan nongkrong bersama pasangan atau teman-teman mereka.
Sebenarnya, Velin bisa saja pergi dari sini dan mengurungkan niatnya untuk mengerjakan tugas membuat blog beserta artikel yang diperintahkan oleh Pak Eddy, tapi tugas itu harus sudah diunggah nanti malam dan akan langsung diperiksa oleh gurunya tersebut besok pagi. Salahkan sifat pelupanya yang sudah sangat akut makanya Velin baru ingat jika dirinya belum mengerjakan tugas itu.
Yah, jadi disinilah Velin sekarang. Duduk sendirian di tengah-tengah ramainya cafe dengan tugas yang masih belum selesai. Hanya bertemankan segelas green tea latte dingin dan sepotong cheesecake miliknya yang sudah mau habis.
Velin meniup gemas poni yang jatuh di keningnya, kemudian mencepol asal rambut sebahunya dengan ikat rambut kecil yang semula berada di pergelangan tangannya. Meskipun dengan hati setengah gondok, ia melanjutkan mengerjakan tugasnya agar bisa cepat-cepat pulang ke rumah.
Belum sampai lima menit Velin fokus mengerjakan tugasnya, konsentrasinya kembali dibuat buyar oleh getar ponselnya yang tergeletak di sebelah lengan kanannya. Velin melirik sekilas, sebelum akhirnya mendengus ketika melihat nama orang yang menelponnya.
Abang is calling...
Dengan sedikit dongkol, Velin mengambil ponselnya dan langsung menggeser tanda hijau pada layar.
"Apa?!"
"Buset..." Feron yang berada di ujung telepon refleks menjauhkan ponselnya karena suara Velin yang menjawab dengan nggak selaw.
"Biasa aja napa woi!"
Velin berdecak, "Iya kenapa, Abang?" Dia berusaha memelankan suaranya.
"Gue---,"
"Kalo mau jemput jangan sekarang, deh. Tugas gue belom kelar."
"Bukan itu,"
"Terus kenapa?"
"Hng... duh gimana ya, Dek. Gue disuruh ke kampus sekarang dan kayaknya balik malem nih. Gue lupa hari ini BEM ngadain rapat buat bahas ospek nanti, jadi gue nggak bisa jemput lo."
Iya, abangnya Velin emang salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa atau biasa disingkat BEM di kampusnya.
"Yaelah bang, nggak tanggung jawab banget sih lo! Lo lupa ya siapa yang bikin gue ngerjain tugas di sini sendirian?! Nggak, pokoknya lo harus jemput gue tar sore atau gue bilangin ke Mama tentang duit yang harusnya lo bayarin buat tagihan WiFi tapi malah lo pake buat---,"
"Iya-iya, nanti dijemput! Tapi kayaknya bukan sama gue, ya. Nanti gue mintain tolong temen gue yang di club futsal aja buat jemput lo. Kebetulan kayaknya dia udah kelar latihan hari ini. Santai aja ngapa nggak usah ngancem mau ngaduin ke Mama!"
"Dih, nggak mau! Nanti kalau dia macem-macemin gue gimana? Gue kan satu-satunya anak perawan yang paling cakep di keluarga kita!"
"Tenang aja, temen gue aman kok. Lagian kayaknya dia nggak tertarik sama cewek, apalagi ceweknya kayak lo hahahaha cakep dari mananya coba ngaca!"
"Sialan lo!" Velin cemberut, sedangkan Feron ketawa ngakak.
"Yaudah tungguin aja, abis ini orangnya gue telpon. Tapi inget ya, jangan ngaduin tentang duit WiFi ke Mama. Awas aja!"
"Ck, iya!"
"Oh iya tar pokoknya lo harus nungguin temen gue. Awas aja kalo pulang sendiri, gue gibeng nanti!"
Bukan apa-apa, tapi kalau Feron membiarkan Velin pulang sendirian, sudah pasti adiknya itu akan keluyuran dan jalan-jalan nggak jelas sampai malam.
"Iya-iya ish!"
"Yaudah, sono lanjutin ngerjain tugasnya. Semangat yaaa adeknya Abang~~~"
Tut.
Velin memutus sambungan teleponnya setelah sempat mendengar suara tawa Feron yang sangat terdengar menyebalkan di telinganya. Kemudian setelah meletakkan kembali ponselnya di atas meja, Velin melanjutkan mengerjakan tugasnya yang sempat tertunda sambil menunggu teman Feron yang akan menjemputnya.
Yah, semoga saja temannya Feron tidak datang terlalu cepat karena tugas Velin masih setengah jalan.
∆∆∆
KAMU SEDANG MEMBACA
VANOVELIN [Completed]
FanficVano kira ditaksir sama cewek barbar seperti Velin akan sangat merepotkan. Tetapi setelah dia mengenal Velin lebih jauh, dia malah dibuat jatuh sejatuh-jatuhnya pada sosok gadis berambut sebahu itu. ∆∆∆VANOVELIN∆∆∆ Mark x Winter Cover by pinterest