Sepulang sekolah, Velin kembali dibuat terkejut karena mendapati Vano yang sudah menunggunya di depan gerbang. Cowok itu masih memakai setelan yang sama, dengan tas ransel yang juga masih tersampir di bahunya. Velin kira, perkataan Vano yang mengatakan akan menjadi abang gojek untuknya hanya basa-basi saja agar tadi pagi Velin mau diantarkan oleh cowok itu. Tetapi setelah menyaksikan ini, Velin rasa sepertinya Vano serius dengan perkataanya.
"Velin!"
Velin yang masih berada di balik gerbang tampak mengerjap ketika melihat cowok itu memanggil sambil tersenyum lebar, membuat beberapa pasang mata siswa perempuan ikut menoleh dan langsung disuguhi senyuman manis milik Vano. Mereka saling berbisik dan secara terang-terangan menatap Vano penuh kagum, membuat Velin lantas mendengus dan mulai berjalan cepat untuk menghampiri cowok itu.
"Nggak usah senyum-senyum!" Velin menggerakkan tangannya untuk menutupi wajah Vano agar senyum cowok itu tidak bisa dinikmati lagi oleh orang lain.
Vano mengangkat sebelah alis, lalu menyingkirkan tangan Velin yang menghalangi wajahnya.
"Kenapa?"
"Senyum lo terlalu manis dan lo jadi makin keliatan ganteng yang bikin hampir semua temen sekolah gue berkemungkinan jadi ikut naksir juga sama lo, Kak. Nanti saingan gue jadi tambah banyak!"
Mendengar itu Vano tertawa pelan, lantas mengacak dengan gemas pucuk kepala gadis berambut sebahu yang berdiri di hadapannya.
"Jangan ketawa! Lo jadi makin-makin keliatan gan---,"
Seruan protes dari Velin terputus karena gantian Vano yang kini menggerakkan tangannya untuk menutup mulut Velin.
"Bawel. Udah sini naik." Kata Vano sambil melepaskan tangannya.
Velin cemberut, lalu mulai menaiki motor Vano setelah sempat memakai helm yang diberikan oleh cowok itu.
"Sebelum pulang mau beli boba lagi, nggak?" Tanya Vano setelah mereka sudah menjauh dari area sekolah.
"Nggak. Tapi gue laper dan ngidam ayam gepuk Pak Gembus. Terus sebelum kesana pengen beli teh poci dulu di ujung jalan sana, Kak."
Vano mengangguk, "Yaudah, tapi nanti makannya di rumah aja ya."
"Gue pengen makan langsung di sana."
"Tapi saya---,"
"Gue nggak peduli lo suka tempat rame atau nggak, yang jelas gue mau makan ayam gepuk Pak Gembus di tempatnya. Titik!"
Vano menghela napas, lalu mengangguk pasrah.
∆∆∆
"Lo abis dari kampus langsung ke sekolah gue, Kak?"
Vano mengangguk.
"Dari jam berapa?"
"Jam satu."
Velin membulatkan matanya, "Jadi lo nungguin gue di depan sekolah selama dua jam?!"
"Saya pulang dari kampus jam satu dan baru sampe di sekolah kamu sekitar jam setengah dua, berarti saya cuma nunggu kamu selama satu setengah jam."
"Wah, gila!" Velin berseru takjub, "Sekitar jam segitu kan lagi panas-panasnya banget, Kak, apalagi lo pake motor kan."
"Nggak apa-apa, saya udah biasa."
"Udah biasa jemput cewek?"
"Udah biasa panas-panasan!" Vano menjentikkan jarinya ke dahi Velin, membuat gadis yang duduk di hadapannya itu meringis.
Sesuai keinginan Velin, saat ini mereka sedang di restoran ayam gepuk favorit Velin. Mereka sudah memesan, dan kini sedang menunggu pesanan datang. Vano bisa bernapas lega karena untungnya tidak terlalu banyak orang yang sedang makan di tempat ini mengingat jam makan siang sudah lewat dan sekarang sudah hampir sore.
"Kak,"
Velin memanggil, membuat Vano yang sedang memeriksa pesan yang masuk ke ponselnya sambil meminum teh poci yang sempat mereka beli sebelum menuju ke restoran, seketika mendongak untuk balas menatap gadis itu.
"Hm?"
"Mulai besok lo nggak usah jemput gue lagi deh."
Vano menaikan sebelah alisnya, "Kenapa?"
"Lo tiba-tiba jadi berubah baik banget kayak gini cuma biar gue maafin lo aja, kan?"
Vano diam, balas menatap Velin yang sedang menatapnya serius.
"Gue tau, Kak. Dan kayaknya gue belum bisa maafin lo semudah itu. Karena yah, asal lo tau aja kalo itu adalah first kiss gue. Jadi---,"
"Itu juga first kiss saya."
"Hah?!" Mata Velin membulat, "Lo juga ternyata baru pertama kali ciuman, Kak?!"
"Iya."
"Ah, masa iya? Tapi kok bisa jago banget gitu sih?!"
Wajah Vano memanas, kembali teringat akan dirinya yang bisa seluwes itu ketika mencium Velin. Padahal dia berani bersumpah, kalau malam itu memang benar-benar pertama kalinya Vano mencium seorang gadis.
"Nggak tau. Mungkin karena saya terbawa emosi dan terbawa suasana?"
Vano sendiri tidak yakin dengan jawabannya.
Sedangkan Velin meringis, merasa tidak menyangka jika Vano juga ternyata baru pertama kali melakukan hal itu. Meskipun dalam hati Velin, ada sesuatu yang meletup-letup karena rasa senangnya ketika tahu jika dirinya adalah perempuan pertama bagi Vano.
"Woah, kalo kayak gitu sih lain cerita, Kak."
"Lain cerita gimana?"
"Kalo emang gue adalah cewek pertama yang lo cium, berarti gue bisa langsung maafin lo!" Velin kini tersenyum lebar.
"Semudah itu?" Vano menatap Velin tidak yakin, sedangkan gadis itu mengangguk dengan semangat.
"Padahal saya belum minta maaf secara langsung, loh."
Velin menggeleng, "Nggak usah."
"Kamu yakin mau segampang itu maafin saya?"
"Yakin!" Velin berseru, kemudian cewek itu memajukan tubuhnya ke arah Vano. "Tapi ada syaratnya, sih...."
"Apa?"
"Gampang kok." Katanya, lalu Velin berbisik pelan.
"Syaratnya, cukup jadi pacar gue aja, Kak. Hehehehe."
Vano berdecak, lalu mendorong pelan tubuh Velin agar gadis itu kembali duduk manis di tempatnya.
"Gimana, Kak?" Velin tersenyum lebar kepada Vano sambil menaik-turunkan kedua alisnya.
"Nggak."
Vano tetap tidak merubah jawabannya. Membuat Velin lagi-lagi cemberut karena ini sudah terhitung ketiga kalinya dia ditolak oleh lelaki itu.
Haduh, patah hati lagi nih gue!
∆∆∆
KAMU SEDANG MEMBACA
VANOVELIN [Completed]
Fiksi PenggemarVano kira ditaksir sama cewek barbar seperti Velin akan sangat merepotkan. Tetapi setelah dia mengenal Velin lebih jauh, dia malah dibuat jatuh sejatuh-jatuhnya pada sosok gadis berambut sebahu itu. ∆∆∆VANOVELIN∆∆∆ Mark x Winter Cover by pinterest