°14°

268 28 1
                                    

Malam ini Vano gabut, dan daripada dia menyalurkan kegabutannya dengan membuat coretan pada sketch book miliknya lagi yang ditakutkan akan berakhir membuat sketsa wajah Velin, jadi Vano berniat akan menonton serial Netflix di kamarnya sambil rebahan dan makan cemilan saja. Tetapi berhubung stok cemilan di kulkas habis dan ibunya juga menyuruh Vano untuk membeli kopi instan, jadilah Vano menjalankan motornya ke sebuah minimarket yang berada di depan komplek perumahannya.

 Tetapi berhubung stok cemilan di kulkas habis dan ibunya juga menyuruh Vano untuk membeli kopi instan, jadilah Vano menjalankan motornya ke sebuah minimarket yang berada di depan komplek perumahannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Vano sampai di minimarket dan turun dari motor, mata Vano sontak memicing saat mendapati sosok perempuan yang memakai hoodie abu-abu dengan tudung yang menutupi rambut sebahunya. Perempuan itu sedang mengobrol asik dengan seorang lelaki yang duduk di hadapannya. Mereka terlihat akrab, dan entah kenapa membuat Vano merasakan ada getaran aneh yang menyesakkan dadanya. Apalagi saat melihat perempuan itu tertawa saat sang lelaki melemparkan guyonan yang menurut Vano tidak lucu sama sekali.

Perempuan itu adalah Velin, alias gadis berambut sebahu yang selama beberapa minggu ini berada dalam kepala Vano, tanpa Vano sadari. Dan entah ini sudah keberapa kalinya Vano bertemu secara kebetulan dengan Velin. Memang sih, tidak heran karena mereka tinggal di daerah yang sama dan hanya berbeda komplek perumahan saja, jadi seharusnya Vano tidak terlalu terkejut. Tetapi yang membuat Vano terkejut adalah fakta bahwa Velin sedang nongkrong di depan minimarket bersama seorang laki-laki.

Yang menjadi pertanyaan di kepala Vano saat ini adalah, laki-laki itu siapa? Apakah setelah Vano menolak Velin seminggu yang lalu, gadis itu dengan mudahnya sudah mendapatkan pengganti Vano?

Well, harusnya Vano senang jika Velin memang sudah mendapatkan pengganti Vano, mendapatkan seorang lelaki yang bisa membalas rasa suka Velin dan mau menjalani sebuah hubungan dengannya. Tetapi kenapa, hal itu tidak membuat Vano senang?

Memikirkan itu, membuat Vano mendengus keras dan kembali menaiki motornya. Suasana hatinya seketika menjadi buruk, dan ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke minimarket. Vano malas jika harus berlama-lama di sini, apalagi sampai harus menyaksikan kedekatan Velin dengan seorang laki-laki yang tidak Vano ketahui itu siapa.

Ketika Vano baru menyalakan motornya, sebuah seruan membuat Vano seketika menoleh.

"Kak Vano!"

Yah, ternyata Velin menyadari kehadiran Vano disaat dia akan pergi dari minimarket.

Seperti biasa, Velin tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya ke arah Vano. Lalu gadis itu berlari kecil meninggalkan lelaki yang masih duduk di tempatnya. Vano melihat lelaki itu menoleh, menatap punggung Velin yang meninggalkan dirinya sendirian sebelum akhirnya ia menjatuhkan pandangannya ke arah Vano.

"Mau beli sesuatu ya, Kak?" Velin bertanya setelah gadis itu sampai di dekat motor Vano, membuat Vano batal pergi dari minimarket dan lebih memilih untuk mematikan mesin motornya.

"Iya," Jawab Vano sambil turun dari motornya.

Lalu tanpa basa-basi, Vano balik bertanya sambil menunjuk dengan dagunya lelaki yang masih duduk di kursi minimarket sambil menatap ke arah mereka. "Cowok itu siapa? Pacar kamu?"

Velin mengerjap, merasa sedikit terkejut dengan pertanyaan dari Vano barusan.

"Bukan."

"Terus siapa?"

"Temen gue."

"Yakin cuma temen?"

"Yakinlah! emang menurut lo ap---, Eh, bentar." Velin tidak melanjutkan perkataannya dan malah menyipitkan matanya ke arah Vano. "Tumben banget lo banyak nanya, Kak."

Vano berdecak, lalu berjalan meninggalkan Velin untuk masuk ke dalam minimarket. Dan tentu saja, Velin mengejar serta membuntuti cowok itu.

"Kak!" Velin memanggil Vano sambil terus membuntuti langkah cowok itu yang saat ini sedang memilih makanan ringan untuk dimasukan ke dalam keranjang.

Entah ini hanya perasaan Velin saja atau bukan, tetapi aura Vano saat ini terasa sangat tidak bersahabat. Velin tahu kalau Vano itu cuek, tetapi tidak pernah secuek dan sedingin ini kepadanya dari semenjak mereka saling mengenal. Apalagi saat dia memanggil dan terus membuntuti cowok itu mengitari seisi minimarket, Vano seperti sengaja mengabaikan Velin dan seperti menganggap Velin tidak ada di sekitarnya.

Perasaan minggu kemaren gue deh yang ditolak sama Kak Vano, tapi kenapa sekarang malah dia yang nyuekin gue, anjir?!

Velin menghembuskan napas pendek, lalu karena sudah terlanjur kesal ia menahan lengan Vano sampai cowok itu berbalik menghadapnya.

"Lo kenapa sih, Kak?"

Ditanya seperti itu, Vano tampak menghela napas dan melepaskan tangan Velin pada lengannya.

"Saya nggak apa-apa." Jawab Vano, lalu cowok itu kembali berjalan ke arah rak berisi bermacam-macam kopi instan.

Masalahnya, Vano sendiri tidak tahu dia kenapa. Vano hanya merasa moodnya sedang buruk, apalagi jika kembali teringat Velin bisa tertawa semanis itu bersama lelaki lain. Vano merasa seperti.... Tidak rela.

"Tapi sikap lo sekarang kayak nunjukin lo lagi kenapa-napa." Velin kembali menahan lengan Vano, "Lo marah sama gue ya?"

"Saya nggak marah." Kata Vano, kini sambil menatap lekat mata Velin. "Kamu ngapain daritadi ngikutin saya terus? Udah, sana keluar. Kasian itu temen cowok kamu ditinggalin sendirian di depan."

"Maksud lo Daren, Kak?"

Oh, jadi namanya Daren.

"Daren itu temen sekelas gue, Kak. Lagian gue nggak nongkrong berdua, kok. Ada Anaya juga. Tapi tadi pas lo dateng, Anaya lagi beli cilok di depan ruko sebelah."

"Saya nggak nanyain itu."

"Gue cuma pengen ngasih tau, biar lo nggak salah paham dan ngira kalo gue cuma nongkrong berdua sama si kampret Daren."

Vano berdecak, "Saya nggak salah paham, saya cuma---,"

"Jealous gara-gara liat gue berduaan sama Daren kan?" Potong Velin dengan cepat, lalu dia tertawa pelan.

"Saya nggak jealous!"

"Ish, becanda. Nggak usah ngegas, Kak!" Kata Velin masih sambil tertawa, lalu gadis itu melirik ke arah Daren dan Anaya yang saat ini sedang menatap ke arah mereka dari luar yang terhalangi kaca minimarket. "Tuh tuh liat, Kak. Ada Anaya juga."

Vano ikut melirik ke arah pandangan Velin, dan benar saja sudah ada seorang perempuan bersama laki-laki bernama Daren itu.

"Dan untuk informasi aja nih, Kak. Daren itu suka sama Anaya, dan kayaknya mereka udah hampir jadian. Jadi lo nggak usah mikir kalo gue ada apa-apa sama Daren. Karena......"

Velin menggantungkan ucapannya, membuat Vano lantas menoleh ke arah gadis berambut sebahu itu dan balas menatap tepat di mata bulatnya.

"Karena apa?"

"Karena...... Gue sukanya cuma sama lo, Kak Vano."

∆∆∆

VANOVELIN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang