°06°

338 33 6
                                    

Hari ini hari Sabtu, dan sekolah sudah pasti libur. Biasanya, Velin akan terus melanjutkan tidurnya sampai setidaknya pukul sebelas siang. Itu juga kalau mamanya sudah marah-marah sambil membangunkannya, sampai terkadang mamanya harus mengancam Velin tidak akan memberi uang jajan kalau gadis itu tidak mau meninggalkan kasurnya.

Berbeda dengan hari Sabtu yang biasanya, hari ini Velin sudah mandi dan berdandan rapi dari pukul delapan pagi. Mama dan Papanya sempat heran, karena tidak biasanya anak perempuan mereka ikut sarapan pagi saat weekend dengan wajah yang sangat terlihat ceria dan menyantap sarapannya dengan semangat. Tetapi mereka tidak bertanya lebih jauh karena ketika ditanya, Velin bilang ia sudah rapi karena Feron meminta Velin untuk menemani lelaki itu bermain futsal pada pukul 10 nanti.

Feron yang tidak tahu apa-apa dan tidak merasa mengatakan itu kepada Velin sempat bingung, tetapi ketika teringat kalau Velin sedang naksir Vano dan tujuan Velin ikut ke sana pasti hanya untuk bertemu dengan teman satu club futsalnya itu, jadi Feron iyakan saja. Soalnya dari dulu Feron sedikit penasaran, kalau Vano itu sebenarnya tertarik kepada perempuan atau tidak mengingat cukup banyak perempuan di kampusnya yang naksir Vano tetapi tidak satu pun dari mereka yang berhasil menarik perhatian lelaki itu.

Yah bisa dibilang, Feron seperti menumbalkan Velin hanya untuk memenuhi rasa penasarannya terhadap Vano. Tetapi tidak apa-apa, itung-itung iseng-iseng berhadiah. Karena kalau ternyata Vano memang menyukai perempuan apalagi sampai balik naksir kepada Velin, setidaknya adiknya itu akan melepas masa kejombloan selama 17 tahun masa hidupnya.

Tepat pukul 10 pagi, Velin dan Feron sudah sampai di tempat futsal. Setelah Feron mengantarkan Velin ke salah satu kursi tribun, Feron yang hendak pergi ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan seragam futsal ditahan oleh Velin.

"Abang, Kak Vano nya mana?"

"Lah, iya mana ya."

Feron menatap sekeliling lapangan dan tidak menemukan orang yang dicari, lalu ia melirik jam di pergelangan tangannya. "Tumben jam segini belum dateng, biasanya dia nggak pernah telat."

Velin cemberut, "Yah, jangan-jangan Kak Vano emang nggak dateng."

"Nggak jodoh berarti, hahaha!" Feron tertawa meledek, membuat Velin seketika bete dan mencubit perut Abangnya.

"Tai lo!"

"Sakit, anjrit!" Feron meringis, lalu matanya menangkap sosok yang sangat ditunggu-tunggu oleh adiknya itu baru saja keluar dari ruang ganti.

"Eh, tuh tuh orangnya nongol!"

"Ha, mana?!"

"Itu, bodoh!" Feron mengarahkan kepala Velin ke arah ruang ganti dan benar saja, terlihat Vano yang sudah memakai seragam futsalnya.

Woah, ganteng banget!

Velin melting sendiri lihat Vano pake baju futsal, berikut celana pendeknya yang memperlihatkan dengan jelas betis cowok itu yang cukup berotot.

"Abang, panggil dong bang. Suruh ke sini!" Velin berseru semangat sambil menepuk-nepuk punggung Feron.

Feron berdecak, lalu menahan lengan Velin dan membuat adiknya itu menatapnya.

"Bentar, gue mau mastiin sesuatu dulu."

"Apaan?"

"Lo beneran suka sama Vano kan?"

"Iya lah! Kalo nggak ngapain gue ada di sini, anjir!"

"Nih, dengerin dulu." Feron menatap Velin dengan serius.

"Abang mau-mau aja manggilin Vano bahkan bantuin lo buat mepet dia sekalian sampe dapet. Tapi kalo misalnya nanti Vano tetep nggak balas suka sama lo, janji sama Abang, lo jangan nangis karena patah hati gara-gara dia."

Velin menengguk salivanya, kemudian mengangguk. Meskipun otaknya saat ini mulai dipenuhi pemikiran dan rasa takut jika nanti Vano tidak membalas rasa suka Velin.

Tapi bodo amat lah, yang penting usaha aja dulu!

"Oke, gue panggilin nih." Ujar Feron akhirnya.

"Vano!" Feron memanggil, sedangkan Velin mulai deg degan. Apalagi saat cowok itu menoleh dan mulai berjalan ke arah mereka.

"Kenapa, bang?" Vano bertanya setelah berdiri di hadapan Feron dan Velin.

"Gue mau ganti baju, nitip adek gue bentar dong. Soalnya dia suka kelayapan kalo ditinggalin sendiri."

Vano melirik Velin yang sedang tersenyum lebar sambil menggerakan tangannya, lalu gadis itu menggumamkan kata 'hai' tanpa suara kepada Vano.

"Oh, boleh." Kata Vano tanpa membalas senyum Velin. Lalu begitu saja, Feron pergi membawa tas berisi seragam futsalnya dan meninggalkan Vano dan Velin.

"Duduk, Kak Vano." Velin menepuk tempat duduk di sebelahnya sambil tersenyum sekalem dan semanis mungkin.

Vano sempat tertegun melihat senyum gadis yang sedang duduk hadapannya, sampai pada saat di mana ada sebuah bola nyasar keluar dari lapangan yang tertutup jaring melewati pintu yang juga terbuat dari jaring dan tidak tertutup rapat. Membuat bola keluar dari lapangan dan mengarah ke kursi penonton. Tepatnya, ke arah Vano yang masih berdiri di hadapan Velin.

Velin yang melihat itu refleks mendorong Vano untuk menghindari bola dan malah berakhir dengan bola tersebut menghantam bahu Velin. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Velin berdiri dan menatap tajam kepada pemain yang menendang bola tersebut.

"MAINNYA HATI-HATI DONG, GOBLOK!!!"

Vano yang baru pertama kali melihat perempuan memaki orang lain dengan suara senyaring itu, tentu saja dia sangat shock.

∆∆∆

VANOVELIN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang