Dua Dua

15.4K 2.4K 203
                                    

"And suddenly you know: It's time to start something new and trust the magic of beginnings."

●●●●

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

●●●


Semua terjadi dengan begitu cepat. Satu minggu setelahnya, Aleysha sudah duduk di ruang tunggu pengantin wanita di sebuah gereja sederhana yang Jeno pilihkan untuk pernikahan mereka. Ada beberapa tamu dari kerabat dekat Jeno. Sementara Aleysha hanya memiliki Donghyuck yang akan mengantarkannya menuju altar.

Jemari Aleysha bertautan gelisah. Pikirannya melayang jauh akan keputusannya menerima pernikahan ini. Aleysha tidak ingin naif. Ia memang menerima usulan Jeno atas dasar sifat manusiawinya yang membutuhkan sosok ayah bagi calon bayi mereka. namun selain itu, ia juga mungkin egois karena berpikir bahwa ada baiknya jika Jeno menjadi miliknya seorang usai menikah nanti.

Percakapannya bersama Jeno satu minggu yang lalu masih mengusik perasaan Aleysha.

"Aku bisa melakukan apapun demi masa depan anakku, sya."

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada mengetahui jika pondasi rumah tangganya dan Jeno nanti hanyalah berasal dari rasa tanggung jawab lelaki itu atas calon bayi mereka. Kenyataan itu menggigit perasaan Aleysha. Karena jika Jeno berani mengambil keputusan untuk menikah demi si kecil, bukan tidak mungkin pula ia mampu meninggalkan Aleysha di kemudian hari jika bayi ini telah terlahir ke dunia.

Aleysha menunduk, menghela nafas panjang. Jemarinya mengusap perut yang tampak mulai membesar namun tertutupi gaun pernikahan sederhana. Ada sebuket bunga dalam genggaman Aleysha yang menemaninya menikmati kegusaran seorang diri.

"Aleysha?"

Suara Evelyn menarik atensi Aleysha seketika. Wanita itu meminta izin untuk masuk, lalu duduk tepat disamping Aleysha. Eve menggenggam jemarinya dengan lembut. Senyum tipis dan binar bahagia terpancar dari matanya.

"I hope Everything goes well for you and Jeno." Ucap Evelyn tulus. "Setelah ini, aku berharap kamu dan Jeno bisa belajar untuk saling mencintai pelan-pelan. I know it wont be easy, tapi kamu juga tau kalau itu nggak mustahil."

Eve menyeka setitik air mata yang jatuh di pipi Aleysha.

"Aku titip Jeno, ya, sya? Dia keras kepala dan kaku. Dia juga sulit dimengerti dan jarang banget mau nunjukin afeksinya. Tapi aku yakin Jeno tulus mau bertanggung jawab buat kamu dan calon bayi kalian. Dia laki-laki baik. Jeno cuma belum bisa mengerti apa yang dia mau selama ini. Aku harap kamu mau bersabar buat Jeno."

Aleysha tidak tau harus bagaimana ia merespon permintaan Evelyn. Kepalanya mengangguk sekali. Lalu Eve memeluknya dan mengucapkan selamat berkali-kali sebelum ia menghilang di balik pintu.

"Udah siap?"

Tak lama kemudian Donghyuck tampak di antara daun pintu. Lelaki itu melangkah masuk dan berhenti tepat di depan Aleysha. Tubuh tingginya begitu tegap terbalut jas hitam dan kemeja putih yang sederhana. Donghyuck mengulurkan tangan, membantu Aleysha berdiri.

"Jadi.. ini Aleysha yang dulu selalu minta digendong sepulang bermain dari sungai?"

Jemari Aleysha memukul dada donghyck pelan. Mereka saling tersenyum, sebelum kurva indah itu luntur dari wajah Aleysha, tergantikan isak tangis kecil.

"Loh, kenapa nangis?"

Aleysha menggeleng, menyembunyikan wajahnya ke dalam dada Donghyuck. Sementara lelaki itu hanya menenangkannya, mengusap punggung Aleysha lembut.

"Udah dong, sya. Nanti make up nya luntur. Kamu mau keliatan jelek di altar?"

Aleysha tertawa singkat dalam isaknya. Karena Donghyuck memang selalu mampu menaikkan mood Aleysha di tengah-tengah kesedihan yang melanda selama ini.

"Tau kamu bakalan sedih gini, kenapa nggak terima lamaran aku aja dulu?"

Donghyuck melonggarkan pelukannya saat Aleysha memberi jarak. Jemari lelaki itu segera menghapus air mata di pipi Aleysha dengan lembut tak ingin merusak dandanan natural sang sahabat.

"Kamu pikir aku bodoh? aku nggak mungkin biarin kamu tanggung jawab atas hal yang bukan kesalahan kamu." Gadis itu mendongak, menatap Donghyuck tegas. "Lagian, aku nggak mau kamu ngabisin hidup kamu sama orang yang nggak kamu cintai."

"Aku cinta kamu."

Aleysha terkekeh. "Aku juga cinta kamu, hyuck." Lalu memeluk Donghyuck erat. "Thanks for being the greatest brother that ever exist in this world. Makasih udah jagain dan nerima aku apa adanya selama ini."

Donghyuck terdiam. Jemarinya mengusap bahu Aleysha lembut. Lalu bibirnya mengecup pelipis gadis itu penuh kasih sayang.

"Maaf, aku belum bisa jadi saudara yang baik buat kamu. Inget buat selalu cerita kalau kamu ada masalah nanti. Kamu tau kan, aku selalu berharap kamu bahagia sama siapapun kamu berlabuh?"

●●●


Lantunan lagu pernikahan mengiringi perjalanan Jeno menuju altar. Di depannya Jaemin dan Renjun berjalan terlebih dahulu lalu membungkuk pada pendeta. Jeno berdiri kaku saat mencapai mimbar. Kedua telapak tangannya terasa dingin dan berkeringat.

Ketika pendeta memanggil pengantin wanita dan pintu gereja terbuka, Jeno dapat melihat Aleysha melangkah dengan jemari yang bertaut pada lengan Donghyuck. Langkah gadis itu pelan dan tampak sangat hati-hati. Lalu begitu saja mata Jeno terfokus pada perut Aleysha yang tak lagi rata.

Degupan dalam jantungnya terasa hampir membunuh. Langkah-langkah pelan Aleysha pada akhirnya berhenti ketika ia sampai dan berdiri langsung di hadapan Jeno.

Gaun pernikahan sederhana, segenggam bunga, riasan wajah dan rambut yang juga sederhana. Segala tentang Aleysha sangatlah sederhana, namun ia tetap terlihat memukau pagi itu.

Jeno mengulurkan tangan, meraih jemari Aleysha sebagai simbol perpindahan tanggung jawab dari Donghyuck kepadanya. Sebagai pertanda jika mulai saat itu akan ada nyawa lain yang memiliki hak atas perlindungan dan kasih sayang dari Jeno. Sebagai pertanda jika detik itu pula ada banyak sekali tanggung jawab yang menanti Jeno sebagai seorang kepala keluarga di masa depan.

Pendeta mulai berbicara, meninggalkan Jeno yang sempat space out sebentar. Genggaman jemari Aleysha mengerat saat pendeta mulai menuntun keduanya untuk mengucapkan janji pernikahan. Lalu gemuruh tepuk tangan riuh mengisi kebahagiaan sederhana di dalam gereja kecil pagi itu.

●●●●

Dee's note:

Makasih banyak yaa buat yang udah ngasih semangat terus buat aku. Nggak sempet aku balesin satu-satu tapi aku bacain kok❤

Buat yg masih betah jd silent riders, kalian tuh jarang komen kenapa sih? :(

Anyway..

HAPPY WEDDING JENO & ALEYSHA!!

next chapt up kalau votenya udah 50 lagi!!!

With love,

Dee ☘️

[✔] Metanoia | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang