Tiga Sembilan

19.1K 2.4K 261
                                    

"I'm sorry, but you didn't make me promise not to worry."


●●●●

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

●●●●

Aleysha membuka matanya perlahan dan menemukan gelap masih menguasai langit. Menoleh, ia menyadari jika jam masih menunjukkan pukul setengah tiga dini hari. Lagi-lagi Aleysha harus terbangun saat sakit di ujung tulang punggung membuatnya merasa tidak nyaman untuk melanjutkan mimpi.

Telapak tangan besar Jeno masih bersarang pada perutnya. Si kecil pun tampak tak rewel, mungkin masih menikmati mimpi didalam hangat perut sang ibu. Hanya Aleysha sendiri yang tak lagi dapat terlelap. Nyeri di punggungnya terasa semakin nyata.

Seminggu lalu mereka sudah menyelesaikan kotrol trisemester akhir. Memasuki usia tiga puluh dua minggu, Dokter Anna sudah mewanti-wanti Aleysha akan beberapa gangguan tidur dan konstipasi yang akan ia hadapi di bulan-bulan mendekati due date.

Aleysha mengerang kecil, berusaha untuk tidak membangunkan Jeno yang tampak kelelahan. Belakangan ini tugas lelaki itu terlihat cukup menumpuk. Tak jarang Jeno akan membawa tugas kantor ke rumah untuk diselesaikan olehnya.

Wanita itu baru menyadari jika malam lalu mereka tidur cukup larut karena Jeno baru keluar dari ruang kerjanya sekitar pukul sebelas. Kantung matanya yang mulai tampak dan pipi tirus Jeno tercetak jelas. Bukan hanya karena ia sibuk, namun belakangan Aleysha pun tak lagi rutin memasak berbagai macam makanan mengingat kondisinya yang mulai mudah kelelahan.

Sarapan pagi dan makan malam mereka terkesan begitu monoton, membuat Aleysha merasa bersalah pada Jeno. Padahal dulu, ia yang begitu bersemangat menawarkan diri untuk mengurus kebutuhan perut suaminya itu.

Lampu ruangan yang remang menjadi penunjuk arah bagi Aleysha. Wanita itu duduk diatas closet usai buang air kecil, lalu meraih tube krim hangat untuk dioleskan pada punggung. Tubuh Aleysha yang berisi membuatnya kesulitan untuk menjangkau area belakang, hingga kemudian sebuah tangan merebut tube dari genggaman Aleysha lalu berjongkok di sampingnya.

"Jeno?"

"Kenapa nggak minta tolong?"

"Kamu tidur."

"Aku masih bisa bangun."

Jeno menuang krim pada ujung dua jari lalu mengoleskannya tepat di tulang punggung Aleysha tanpa melihat langsung karena kegiatan ini sudah biasa mereka lakukan sejak beberapa minggu belakangan.

"Kamu tidurnya pules, aku nggak tega."

"Jadi lebih tega sama adek? Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"

Aleysha tidak membantah. Toh Jeno benar. Dan lelaki itu berbicara dengan lembut, tidak menghardik atau meninggikan suara. Usapan Jeno pada tulang belakangnya membuat Aleysha merasa rileks. Belum lagi sensasi hangat dari krim yang mulai bekerja membuat nyeri pada tulang punggungnya mulai terasa membaik.

[✔] Metanoia | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang