"To get what you want, you have to know exactly how much you are willing to give up."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
●●●●
Jeno duduk, mengusap pinggiran cup americano hangat di depannya tanpa tau harus mengatakan apa. Itu adalah cup kedua Jeno hari ini. Ia jadi khawatir tidak dapat tidur nanti malam. Sementara sosok dihadapannya masih bertahan dalam keterdiaman meski mereka sudah duduk disana selama lima belas menit.
"Bagaimana kabar Aleysha?"
Itu adalah pertanyaan pertama dari Donghyuck. Terdengar ramah, namun tatapan matanya masih tampak datar.
"Dia.. baik."
Jeno menangkap senyum tipis dari bibir Donghyuck sebelum lelaki itu menyeruput minumannya kembali.
"Lee Jeno.. sebenarnya apa tujuanmu menikahi Aleysha?"
Pertanyaan itu membuat Jeno terdiam cukup lama. Jeno merasa kebingungan menyusun jawaban yang sudah berkeliaran di dalam kepalanya, namun tak satupun dari jawaban itu keluar dari bibir Jeno.
Melihat keterdiamannya, Donghyuck kembali tersenyum tipis.
"Jika kau hanya ingin memberikan calon anakmu status, kau tidak perlu sampai harus membawanya untuk tinggal bersamamu bukan?"
Jeno mendongak, tanpa sadar meremat cup americanonya sedikit lebih erat.
"Apa maksud pertanyaanmu, Donghyuck?"
"Biarkan Aleysha tinggal bersamaku. Aku yakin aku jauh lebih mampu mengurusi kebutuhannya daripada dirimu."
"Tapi Aleysha adalah tanggung jawabku."
"Begitu?" nada remeh dapat Jeno tangkap dari nada bicara lelaki di depanya. "Tanggung jawab seperti apa yang kau miliki terhadap adikku?"
Tangan Jeno terkepal semakin erat. Ia ingin sekali menjawab, namun tidak ada satupun jawaban yang tepat untuk ia lontarkan pada Donghyuck. Dan itu membuat emosi Jeno sedikit terpancing.
"Lihat, kau bahkan tidak mampu menjawab." Donghyuck kembali bersuara. "Biar aku beritau, Lee Jeno. Aleysha tidak sedang baik-baik saja. Dia sangat ingin makan odeng dan fishcake siang ini, tapi adikku tidak ingin siapapun untuk membelikannya selain dirimu. Apa dia sudah menghubungimu?"
Cengkraman jemari Jeno seketika melemas begitu saja. Bahunya merosot jatuh. Jeno buru-buru membuka ponsel dan tidak menemukan pesan apapun dari Aleysha. Apakah—
"Benar. Bahkan Aleysha tidak memiliki keberanian untuk menghubungimu. Rumah tangga macam apa ini?"
Jeno mendongak, ingin sekali mendaratkan kepalan tangannya pada wajah Donghyuck namun lagi-lagi tidak mampu karena entah bagaimana, pertanyaan retoris dari Donghyuck terasa benar meski menyinggung harga dirinya.