[26 November 2017]
Mereka mungkin tak pernah mengerti bagaimana rasa sakit itu perlahan-lahan menusuk jantung dan hati yang lemah ini. Menusuknya dalam hingga tak tahu seberapa banyak darah kental itu mengalir dan mengotori lantai.
Hati ini terlalu lemah untuk menerima kenyataan yang tak masuk akal. Hati ini terlalu lemah untuk membawaku pada kebahagiaan. Hati ini terlalu lemah untuk sekadar membagi ketulusan kepada yang disayang.
Lama aku merenung, merenung di atas ranjang yang sekarang terasa seperti memeluk tubuhku. Memeluk hati yang sedang dirundung rasa sakit, setelah menerima kenyataan pahit dari seorang yang kubenci.
Jujur, hati ini menolak semua permintaan sialan itu. Bibir ini juga ikut menolaknya. Tapi, sepertinya ego memang selalu menang. Ego yang bertumbuh itu seperti meraup habis rasa sayang yang sebelumnya mengakar di hati.
Inilah kehidupanku sekarang. Rasanya seperti ditampar kenyataan begitu keras. Beberapa kali meringis tetapi tamparan kenyataan itu tak pernah menghilang dari pandanganku. Mencoba berontak dan berlari, tapi kesedihan itu bagai lorong yang sangat panjang.
Rasanya, aku tak sanggup keluar dari lorong bernama 'kesedihan' ini.
Sebentar, memangnya selama aku hidup, adakah kebahagiaan yang terselip di hatiku yang penuh kesedihan ini?
Sepertinya tidak. Aku memang terlahir untuk merasakan kesedihan yang amat mendalam.
Setelah melukai pergelangan tanganku, kini aku kembali menggenggam pisau lipat dan menyeringai. Jangan salahkan aku kenapa aku harus kembali melukai tubuhku, tapi salahkan si sialan itu yang lagi-lagi membuatku muak.
Aku tersulut emosi melihat wajah Kim Taehyung untuk yang kedua kalinya. Kali kedua, dan itu bukan keinginanku sama sekali. Aku tak berharap bertemunya. Sama sekali tidak. Dan sekarang, karenanya, aku kembali menyakiti diriku sendiri.
Apakah aku ini kelinci percobaan, yang bisa digunakan siapa saja untuk mencobaku? Tentu saja tidak. Aku membantah. Tapi, mau bagaimana lagi? Di bawah kekuasaan orangtua, aku hanyalah mayat yang menggelepar di atas tanah. Tak bisa melakukan apapun, sekalipun hanya membantah.
Coba pikirkan. Apa rasanya dipaksa menjalin kasih bersama Kim Taehyung, yang notabenenya bukan temanku. Aku tidak mengenal lelaki itu. Tapi yang jelas, ayahku mengenalnya lebih dariku.
Itulah alasan kenapa ia memintaku menjalin kasih bersama lelaki Kim tersebut. Aku menolaknya mentah-mentah, tetapi kembali lagi pada pernyataan awal; ayahku memiliki kekuasaan yang lebih besar dariku yang hanya seonggok sampah.
Tanganku yang menggenggam pisau lipat, langsung kutempel pada pipiku. Menariknya perlahan-lahan, mengikuti permainan yang aku inginkan. Di setiap benda tajam itu menyentuh pipi, darah kental berwarna merah langsung mengalir bagaikan air mata. Tak peduli seberapa banyak darah itu menghiasi permukaan wajahku saat ini, aku hanya merasa puas bisa melepas semua perasaan gila ini.
Aku menarik pisau lipatku semakin panjang, membuat garis horizontal hingga pisau lipatku menyentuh tulang pipi. Nyeri langsung kurasakan ketika aku semakin menekan pisau ke dalam, kembali merobek pipiku bagian dalam. Aku meringis kecil, ini terasa sakit namun bahagia dalam waktu yang bersamaan.
Setelah aku merasa darah kental itu mengaliri permukaan pipi kiriku, aku tersenyum miris, menjatuhkan pisau lipat dan aku menjambak surai. Menahan segala kesedihan yang menumpuk di hati ini.
Lebih baik aku mati, meninggalkan ayahku dan semua temanku. Sebentar. Teman? Memangnya aku punya teman, hm?
Intinya, lebih baik aku meninggalkan dunia ini untuk selamanya, daripada aku harus menetap di sini bersama iblis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Fanfiction❝Ingat kisah kita 3 tahun yang lalu?❞ ❝Tentu. Tentang si posesif gila yang menjagamu sampai kita menikah, 'kan?❞ ❝Dasar, dari dulu sampai sekarang pun kau tetap posesif. Beruntunglah kau masih kucintai, Kook.❞ Dimulai saat Jeon Jungkook menemukan Pa...