Twelve

45 5 0
                                    

[27 November 2016]

"Bisakah aku bertemunya?"

"Tentu. Tapi sepertinya ibumu belum ingin dikunjungi oleh siapapun."

Jiyeon tersenyum tipis, "Bahkan dia memang tak pernah ingin bertemu dengan siapapun," lirih gadis itu.

Gadis yang baru menginjak usia 17 tahun itu sekarang hanya bisa menatap nanar pada meja kayu di depannya, "Biarkan aku bertemu dengannya. Tolong. Hari ini hari ulang tahunnya."

"Ah, benarkah?"

Jiyeon mengangguk penuh semangat, "Iya, aku sudah membawa hadiah untuknya dan juga sepotong kue cokelat kesukaannya," kini Jiyeon menunjukkan kotak kecil berwarna kuning yang daritadi ia genggam.

Pria di hadapannya tersenyum penuh makna, "Baiklah, aku akan mengantarmu."

Jiyeon nyengir, bahagia sekali mendengarnya. "Terima kasih banyak."

Pria yang dikenalnya hanya mengangguk, lalu berjalan, "Ikuti aku. Aku baru saja memindahkan ibumu karena kondisinya tidak stabil."

Jiyeon mengekori pria tersebut, "Lagi?"

Anggukan mantap diberikan pria yang ada di depannya, "Entah, tapi akhir-akhir ini ibumu semakin tidak stabil."

Mendengarnya, tentu saja membuat hati Jiyeon terluka. Perasaannya tidak enak jika harus membayangkan bagaimana keadaan ibunya setiap hari.

"Tapi, apakah ibu makan dengan teratur?"

Pria di hadapannya berhenti mendadak yang membuat Jiyeon juga ikut menghentikan langkahnya. Jiyeon bertanya-tanya mengapa pria ini berhenti mendadak.

"Maaf, tapi ibumu tidak makan selama dua hari."

Jiyeon mengedip beberapa kali, "Dua hari?"

"Kami sudah memaksa, tapi ibumu terus mengamuk dan membuangnya. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara membujuknya lagi."

Jemari Jiyeon meremas kotak yang berisi kue, "Aku harus membujuknya."

***

Dengan tangan yang gemetar, Jiyeon menarik kenop pintu bercat putih gading yang ada di hadapannya.

Ia menelan saliva sebelum benar-benar membuka pintu tersebut. Setelahnya, udara dingin menusuk kulitnya disertai dengan bau busuk yang membuatnya mual.

Ia menoleh, menatap pria yang sedari tadi menemaninya dengan tatapan bingung. "Bau apa ini?" bisiknya.

"Bisa jadi kotoran ibumu."

Jiyeon terkejut setengah mati, "Kotoran? Memangnya ibu tidak bisa mem-"

"Tentu saja tidak," potong pria tersebut. "Kami sudah terbiasa mengalami hal seperti ini, jadi kami mohon maaf jika Anda merasa terganggu selama menjenguk ibu Anda."

Jiyeon menggeleng seraya memberi senyum tipis, "Tak apa. Aku masuk ya. Terima kasih."

Setelah mengucapkan terima kasih, Jiyeon segera masuk ke dalam ruangan berbau busuk tersebut. Ia menutup pintu, lalu menguncinya dengan rapat. Sebelum berbalik, Jiyeon sempat menghirup napas dalam dan mengembuskannya, agar dirinya tenang.

Dalam waktu yang cukup lama, Jiyeon akhirnya berbalik. Memerhatikan sekelilingnya, dan mencoba menemukan di mana tubuh ibunya berada.

"Ibu?" panggilnya pelan, "ini Jiyeon, putri ibu."

"Putriku?"

PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang