Untuk kamu yang selalu kupikirkan di malam hari, bisa tidak, sehari saja tengokkan kepalamu ke hadapanku? Sehari saja, tak lebih. Dengan itu, kau bisa membantu untuk menyatukan semangatku yang sempat patah karenamu. Semangat berjuang dan kembali yakin bahwa kau tak sesulit itu untuk digapai
***
[27 November 2016]
Jungkook baru saja kembali dari kamar mandi, matanya masih setengah terbuka, nyawanya belum sepenuhnya terkumpul.
Hari ini adalah hari Minggu, ia dan kekasihnya— Kim Sumin, sedang maraton bersama. Tetapi sedihnya, saat di tengah-tengah film berjalan, Jungkook justru tertidur. Tepat di pangkuan Sumin.
Dan setelahnya, ia tak tahu apapun. Ia sedang berada di alam mimpi.
Jungkook mengambil duduk di samping kekasihnya yang masih fokus memerhatikan menit-menit akhir dari film yang mereka putar. Jungkook tertawa kecil, terselip sedikit rasa kesal karena ia tak bisa menemani Sumin menyaksikan film itu bersama.
Padahal, ia yang mengajak Sumin.
Jungkook mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai. Ia menyandar, merilekskan tulang-tulangnya yang terasa remuk setelah tertidur di atas paha kekasihnya. Ia bosan menunggu Sumin yang sedang fokus dengan film aksi tersebut, alhasil ia memainkan ponselnya yang sebenarnya tak menarik itu.
Ia mengernyit setelah melihat satu panggilan masuk dari Jiyeon yang anehnya dijawab oleh seseorang. Ia juga memerhatikan jam berapa panggilan itu masuk, dan ia kembali mengernyit.
"Kau menjawab panggilan dari Jiyeon?" tanya Jungkook terang-terangan kepada Sumin yang sedang asyik mengunyah snack rasa jagung.
Sumin menoleh, otomatis menghentikan aktivitas mengunyahnya. Ia menghela, "Iya, aku menjawabnya beberapa menit yang lalu. Saat kau tertidur."
Jungkook menatpanya serius, "Apa yang dia katakan?"
"Dia mencarimu."
"Untuk apa?" Jungkook kini menatap layar ponselnya bingung. Ia mengigit bibirnya, tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini.
Tetapi, Sumin mengangkat bahunya, "Aku juga tidak tahu."
Jungkook lagi-lagi menghela, "Apa aku boleh meneleponnya kembali? Firasatku buruk mengenainya."
Sumin terdiam, sedang berpikir. Ia mempertimbangkan banyak permasalahan jika ia tak mengizinkan dan jika ia mengizinkan. Tetapi menurutnya, apa salahnya juga mengizinkan Jungkook? Toh, Jiyeon hanya teman kekasihnya.
"Silakan, aku tidak melarang."
Jungkook mengangguk cepat, menyelipkan senyum tipisnya kepada Sumin lalu bangkit; mencari tempat sepi agar Sumin tak bisa mendengar percakapannya dengan Jiyeon.
Dengan cepat, ia kembali memanggil Jiyeon lewat telepon selulernya. Berharap agar gadis itu cepat menjawab panggilannya. Pasalnya, Jungkook tak bisa berhenti memikirkan tentang kesehatan Jiyeon. Ia takut jika gadis itu harus kembali melukai dirinya, karena ia pun yakin, Jiyeon tak akan bisa lepas dari benda-benda menyeramkan itu.
[Yeoboseyo?]
[Jiyeon! Ada apa?]
[Eoh?]
Jungkook menarik napasnya dalam, lalu dihembuskan perlahan, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
[Kau kenapa meneleponku? Kau baik-baik saja kah?]
Setelah berkata itu, sedetik kemudian Jungkook memutar otaknya, Apa aku wajar terlalu peduli padanya yang bahkan belum terlalu dekat denganku? Aish, bodohnya. Memangnya aku siapa?

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Fanfiction❝Ingat kisah kita 3 tahun yang lalu?❞ ❝Tentu. Tentang si posesif gila yang menjagamu sampai kita menikah, 'kan?❞ ❝Dasar, dari dulu sampai sekarang pun kau tetap posesif. Beruntunglah kau masih kucintai, Kook.❞ Dimulai saat Jeon Jungkook menemukan Pa...