[30 November 2016]
Sedari tadi Jungkook hanya diam, begitu pula dengan pria di hadapannya. Ia menunggu kapan pria itu akan mengeluarkan suara, tapi ternyata pria itu tak kunjung bersuara. Jujur, Jungkook merasa risih karena pria di hadapannya sedari tadi menatapnya dengan tatapan intimidasi.
Pria di hadapannya-yang mengaku sebagai psikolog Jiyeon akhirnya berdeham. Mencairkan suasana agar tidak ada dinding di antara mereka berdua-Seokjin butuh berbicara serius dengan Jungkook.
Setelah membaca gerak tubuh Jungkook saat pertama kali ia melihat batang hidungnya, Seokjin tahu persis kalau Jungkook adalah lelaki yang baik hati. Ia berharap seterusnya lelaki ini bisa menjaga Jiyeon dalam keadaan apapun.
“Namaku Kim Seokjin, seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku adalah psikolog yang menangani Park Jiyeon. Kau Jeon Jungkook, benar?”
Jungkook mengangguk, kemudian menunduk lagi untuk yang ke-sekian kalinya, “Benar saya Jeon Jungkook, senang bertemu dengan anda seonsaengnim.”
Seokjin tertawa kecil, “Ah tak perlu memanggilku seperti itu. Panggil saja Seokjin hyung, karena sebentar lagi kau akan menjadi adik iparku, hahahaha,” guraunya agar mencairkan susana.
Jungkook yang masih belum terbiasa dengan kehadiran Seookjin ini hanya tertawa renyah, ia bahkan tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh pria di hadapannya ini.
Berhasil melihat respon Jungkook, akhirnya Seokjin berhenti tertawa dan kembali menatap Jungkook dengan serius, “Aku sudah mengatasi semua masalah Jiyeon selama kurang lebih 4 tahun, jadi aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri.”
Jungkook melipat kedua tangannya di atas meja, menyimak dengan baik semua perkataan Kim Seokjin dan tak mau tertinggal satu kalimatpun.
“Masalahnya sungguh berat, lebih berat dari yang kau bayangkan. Aku tak bisa memberitahumu apa masalah yang ia pikul selama ini, tapi aku harap kau bisa tahu dan mengerti dirinya,” Seokjin mengalihkan pandangan, “tentunya kau harus tahu dengan caramu sendiri. Menjadi temannya menurutku sudah lebih dari cukup.”
“Apa aku harus?” celetuk Jungkook tiba-tiba. Setelah mendapati respon Seokjin yang terlihat kecewa, Jungkook menyesali perkataannya beberapa detik yang lalu. “Ma-Maksudku, apa aku harus mengetahui semua masalah pribadinya? Bukannya itu privasi setiap manusia?”
Seokjin menghela napas, “Aku tahu, Jungkook-ssi. Tapi masalahnya untuk saat ini, Jiyeon hanya percaya padaku dan padamu. Aku merasa lega setelah tahu kalau akhirnya dia menemukan teman yang bisa membantunya, dan aku harap kau benar-benar mau membantunya.
Tapi aku tak berharap lebih agar kau tahu semua masalah Jiyeon dan membantu Jiyeon untuk mengobati semua lukanya. Yang aku harapkan saat ini adalah, kau benar-benar bisa menjadi teman untuk Jiyeon.”
Jungkook terlihat merenung, masih bingung dengan semua permintaan yang mendadak ini. Ia bahkan tidak tahu harus berekspresi apa setelah mendengar permintaan psikolog muda di hadapannya ini.
“Aku percaya sepenuhnya padamu, Jungkook. Jiyeon membutuhkan bantuanmu untuk keluar dari kegelapan. Aku juga akan membantu kalian, percaya padaku,” mohon Seokjin.
Tatapan Jungkook terlihat kosong, dan Seokjin menyadari itu. Terlalu menekan seseorang itu bukanlah hal yang bagus, dan sekarang ia menyesalinya. Tapi kalau ia tidak menekan Jungkook, harapannya raib.
Seokjin menghela, mungkin belum saatnya untuk meminta pertolongan pada Jungkook. Ia pada akhirnya menyerah, terus mengamati mata Jungkook yang kosong.
“Hei,” panggil Seokjin, “lupakan saja semua permintaanku tadi, anggap aku tak menuturkan semua permintaan padamu. Kalau begitu aku pergi dulu, aku masih ada jadwal—”

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive
Fiksyen Peminat❝Ingat kisah kita 3 tahun yang lalu?❞ ❝Tentu. Tentang si posesif gila yang menjagamu sampai kita menikah, 'kan?❞ ❝Dasar, dari dulu sampai sekarang pun kau tetap posesif. Beruntunglah kau masih kucintai, Kook.❞ Dimulai saat Jeon Jungkook menemukan Pa...