Seperti hari biasanya. Aku melewati hari-hariku yang suram disekolah ini. Yah walaupun sebenarnya aku tidak pernah menganggap hidupku ini suram.
"Eh cupu apa kau sudah mengerjakan PR geografi?". Salah seorang cewek menanyaiku dari segerombolan anak.
What? Cupu? Hahaha. Yah itulah panggilanku disekolah ini. Walaupun sebenarnya antara nama dan panggilanku itu sangat jauh. Nama asliku adalah Anetha Graceylla J. Sungguh sadis bukan? Bila mengingat nama sebagus itu tetapi panggilannya Cupu.
"Eh, emmm PR geografi ya? Emmm sudah kok, sudah," jawabku.
"Sip bagus deh, sini aku mau nyontek!" Pinta cewek tadi yang aku kira dia menanyaiku karena ingin mengobrol denganku, tetapi ternyata ada maunya.
"Duh buat apa sih nyontek? Mending kita suruh si cupu ini mengerjakan PR kita. Daripada mencontek, capek nuliskan?" Kata cewek yang lain.
"Iya, bener banget tuh. Nanti tangan kita lecet gara-gara kebanyakan nulis," timbal yang lain.
"Iya juga ya, yaudah ini cupu. Kerjakan! Yang bener ya!" Pinta cewek itu lagi.
"Iya nih sekalian punya kita." semua anak memberikan buku tugasnya kepadaku.
"Emmm tapikan.....," jawabku ragu.
"Tapi apa sih cupu? Hah? Apa kau ingin meminta imbalan? Kau mau minta apa? Hah? Minta dibelikan kacamata baru? Apa minusmu bertambah?"
"Atau minta dibenarkan kepangan rambutnya? Wkwkwk."
"Atau minta dibelikan gamping (batu kapur putih yang sudah menjadi bubuk) untuk scrub? Biar kulitnya bening seperti kita? Ahahahaha......"
Semua anak menertawaiku. Mereka berceloteh sendiri tanpa memikirkan posisiku."Sudahlah cupu. Kau tak perlu kebanyakan gaya. Sampai kapanpun kau takkan pernah bisa sama dengan kita-kita. Secarakan kau itu kismin. Uppsss sorry."(sambil menutup mulutnya yang bilang sok keceplosan, tetapi padahal memang disengaja).
Diiringi dengan umpatan tawa yang lain."Tau aku itu heran dengan kau. Kenapa bisa sih orang sepertimu bisa sekolah disekolah elite seperti ini?"
"Iya aku juga heran. Seharusnya pihak sekolah ini tidak menerima murid sepertimu. Mau kau pintar kek atau apa kek. Kau disini cuma malu-maluin nama sekolah ini doang. You know that?"
"Nah bener banget tuh. Yasudah sana buruan kerjakan! Keburu masuk."
Ini sekolah elite. Tak ada ceritanya orang miskin bisa sekolah disini. Terkecuali dengan beasiswa. Yah setidaknya begitu menurut pandangan teman-temanku. Diperlakukan seperti itu oleh teman-temanku itu sudah biasa bagiku. Yah itulah mungkin penyebab dari suramnya hidupku. Tumbuhnya hinaan dan celaan disela-sela nafas. Tetapi perlu kutegaskan lagi. Bahwa aku tak pernah merasa hidupku suram. Bagiku cukup mengganggap mereka layaknya badut-badut lucu yang mencoba menghibur gadis kecil di ulang tahunnya.
***
Hari ini ada rapat guru. 3 jam jamkos kugunakan untuk mengerjakan tugas teman-temanku. Sedikit melelahkan memang. Dan entah sampai kapan aku harus bersabar menjalani hal seperti ini. Sampai waktunya tiba tentunya.
"Aaahhh akhirnya selesai juga," Gumanku.
"Eh cupu, emm maksudnya Anetha. Tugas geografi disuruh mengumpulkan dimejanya bu sri. Tolong kumpulkan sekalian ya. Ini punyaku."(memberikan buku tugas kepadaku) kata Reno-ketua kelas dikelas ini.
"Emm iya Ren."(menerima buku Reno).
Setelah Reno menjauh tampak 2 cowok menghampiri Reno sambil ketawa-ketiwi dengan melihatku. Kemudian mengalihkan pandangannya ke Reno.
"Ah elah masih sok baik juga kau Ren. Wkwkwk," Ucap salah satu temannya-Bayu.
"Tau kenapa coba kau dekat-dekat sama dia? Kau tidak jijik apa? Kaukan bisa bro tinggal melemparkan saja bukunya sambil menyuruh dia dari jauh. Tidak perlu nyamper-nyamperin segala. Sudah begitu kau panggil nama lagi. Dihh..," timpal Doni.
"Yah mau bagaimana lagi? Aku ketua kelas disini. Setidaknya aku harus terlihat beribawa demi nama baikku," jawab Reno sambil melirik ke arahku.
Walaupun niat mereka berbisik-bisik. Tetapi tetap saja aku bisa mendengarnya. Akupun mulai mengemasi buku tugas anak-anak. Berat memang. Buku sebanyak itu kubawa sendiri. Tanpa ada yang peduli untuk menolongku.
***
Aku membawa buku dengan agak susah payah. Bahkan sebagian pandanganku terhalang oleh tumpukan buku. Tiba-tiba saja aku merasakan ada tangan yang merebut buku-buku itu dari tanganku.
"Astaga neng Aneth. Neng Aneth tuh tidak boleh membawa barang berat-berat seperti ini. Nanti neng Aneth bisa kecapekan. Sudah biar bibi saja yang membawakan." Ternyata orang itu adalah bi Yuni. Salah satu ibu kantin disekolah ini.
"Bi Yuni kenapa ada disini? Memangnya tidak menjaga kantin?" Tanyaku.
"Itu neng kata pak Jon tadi bibi dipanggil, disuruh kekantor. Katanya guru-guru mau pesan makanan."
(Sambil melanjutkan berjalan)"Oh," jawabku singkat mengiringi langkah bi yuni.
"Neng ngapain bawa buku sebanyak ini? Pasti mereka ya? Pasti merekakan yang menyuruh-nyuruh neng aneth. Huuuhhh dasar mereka itu ya. Manusia-manusia biadab. Seandainya saja mereka tau kalau neng aneth ini...."sebelum melanjutnya cerocosnya bi yuni melihatku yang sudah menatap tajam kepadanya. Ia langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Seolah-olah ia mengerti apa yang kubicarakan melalui mata.
"Maaf neng. Habisnya bibi kesal kalau melihat neng disiksa seperti ini," ucapnya dengan menundukkan kepala.
"Sudahlah bi. Lagipula siapa juga sih yang menyiksa Aneth? Orang Aneth baik-baik saja kok. Lagipula Aneth juga tak pernah memperdulikan apa kata mereka," jawabku santai.
"Tapi neng.."
"Bi....," sela ku sebelum bi Yuni melanjutkan bicaranya.
"Sudah bi sampai sini saja. Biar Aneth yang membawa kedalam.""Oh ini neng, silahkan." (memberikan tumpukan buku itu kembali kepadaku)
"Terimakasih ya bi."
"Iya neng sama-sama."
"Pokoknya aku mau lain kali bibi lebih hati-hati lagi!" ingatku dengan tatapan tajam.
"Eh iya neng," jawab bi Yuni dengan menundukkan kepala karena tidak berani menatapku.
Akupun pergi meninggalkan bi Yuni. Jujur saja jika disuruh memilih kesal. Aku lebih kesal dengan kejadian barusan. Aku lebih memilih kesal kepada bi Yuni daripada teman-temanku yang setiap hari membully dan mencelaku.
~31 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIGU
FantasyHaruskah ku kasihi musuhku dengan membalutkan selimut padanya? Terjebak rana ambigu dalam selimut lembut Membuatku memilih meremas waktu dalam genggamanku Hingga waktu takkan mampu berkutik lagi