"Ja vader"
(Iya ayah)"Nee, ik zal het nu niet doen"
(Tidak, aku tidak akan melakukan nya sekarang)"Voor nu is het te gevaarlijk"
(Untuk saat ini terlalu berbahaya)"Doe rustig aan, vader hoeft zich geen zorgen te maken"
(Tenang saja, ayah tidak perlu khawatir)"Ik wil gewoon een tijdje spelen"
(Aku hanya ingin bermain-main sebentar)"Ik bel je later"
(Nanti aku hubungi lagi)Kututup teleponku, ketika merasa ada seseorang yang datang.
"Sudah lama menunggu?" tanyanya.
"Tidak," jawabku seadanya.
Kemudian berlalu meninggalkannya.
"Eh tunggu!"
Ia berusaha mengejar ku.
"Sebenarnya kita mau kemana sih?" tanya Anetha.
"Ikut saja!" pintaku.
Wajahnya membentuk semburat kesal. Tapi aku tak akan pernah peduli akan hal itu. Aku membuka pintu taxi. Sedangkan Anetha yang dibelakangku memasang muka cengoh. Anak satu itu kalau tidak salah dinobatkan sebagai siswa tercerdas disekolah, tapi nyatanya dia tak begitu cerdas seperti perkiraan orang-orang.
"Kita naik taxi?" tanyanya.
Sudah jelas-jelas aku membuka pintu taxi. Tentu akan naik taxi. Mana mungkin naik roket.
"Masuk!" pintaku.
Ia memutar bola matanya dengan malas. Masuk kedalam taxi. Disusul dengan aku. Membiarkan taxi berderu menelusuri jalan menuju tujuan.
***
"Kebun Raya?" tanyaku.
Entah permainan apa yang akan Leo adakan di tempat ini.
Leo terus berjalan tanpa memperdulikan pertanyaanku. Hingga akhirnya kami tiba di depan air mancur.
"Kita mulai permainannya dari sini," ucap Leo.
Kemudian membalikkan badannya untuk menatap ku. Dengan gayanya masih sok cool. Selalu memakai hodie. Celana jeans selutut. Kedua tangannya yang ia masukkan kesaku celana. Rambutnya yang dibiarkan sedikit berantakan. Itulah gayanya sehari-hari.
"Permainan apa yang kita mainkan?" tanyaku.
"Clue pertama berada ditangan seseorang. Jika kau bisa menemukannya, kau bisa melakukan permainan selanjutnya," petunjuk Leo.
"Eh? Aku? Kok cuma aku? Memangnya kau tidak mengikuti permainan ini?" aku masih bingung dengan penjelasan Leo. Aku melihat keadaan sekitar. Banyak orang berlalu lalang. Permainan apa yang dimaksud Leo. "Lagipula bagaimana caranya aku bisa menemukan orang itu?"
"EH??!! Hi-lang!!" ketika aku menoleh ke arah Leo, dia sudah tidak disana lagi.
"Kemana dia perginya? Bagaimana mungkin aku bisa menemukan clue? Pada seseorang ya? Ahhh lantas bagaimana aku mencarinya? Bahkan pada orang yang tidak aku kenal. Ggghhh cowok itu memang menyebalkan. Seenaknya saja memberikanku permainan seperti ini," aku berbicara sendiri.
Senyumku mengembang.
"Oke tidak apa-apa. Dengan aku memenangkan permainan ini, aku bisa bebas dari Dia. Itu artinya aku tidak akan menjadi budaknya lagi. Yes, mari kita mulai!" kataku dengan penuh semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIGU
FantasyHaruskah ku kasihi musuhku dengan membalutkan selimut padanya? Terjebak rana ambigu dalam selimut lembut Membuatku memilih meremas waktu dalam genggamanku Hingga waktu takkan mampu berkutik lagi