*POV PENULIS*
"Tiga hari berturut-turut Tha! Dan aku yakin hari ini dia juga akan datang lagi," kata Maura dengan serius.
Matanya menatap tajam Anetha. Berkilat penuh pertanyaan. Meminta penjelasan sejelas-jelasnya. Anetha mengangkat bahunya.
"Sudahlah, biarkan! Jangan beritahu kalau dia datang," jawab Anetha dengan enteng.
Maura menarik napas dalam. "Sebenarnya ada apa diantara kalian? Kenapa dia mencarimu sampai seperti itu?"
"Tidak tahu," jawab Anetha.
"Tidak mungkin tidak tahu. Kamu tidak masuk tiga hari setelah hari libur. Dan dia sekolah dengan kaki terpincang-pincang. Mencarimu setiap hari!" heran Maura.
"Aku tidak tahu Maura!"
Anetha mengambil novelnya, dan membukanya. Berharap setelah yang dilakukan nya itu membuat Maura diam. Tapi Anetha salah."Aku tidak percaya. Aku berfirasat bahwa kalian.." Maura menarik napas panjang. "Kalian bertemu pada hari minggu kan? Benar kalau begitu!" Maura bersendekap setelah melihat gerakan tak sengaja dari Anetha, yang bisa dibilang seperti orang salah tingkah.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Maura dengan sangsi.
"Tidak ada," jawab Anetha, masih menatap novelnya. Meskipun pikirannya tidak pada novel itu.
"Bohong! Selama ini aku kira kita lebih dari teman. Ternyata...," Maura menatap mejanya dengan tatapan kosong.
Kini Anetha yang menarik napas panjang. Meletakkan novelnya. Jujur saja atas kejadian Maura yang berpacaran dengan Reno, itulah yang membuatnya sedikit kesal kepada Maura. Dia jadi sedikit tertutup. Enggan berbagi dengan Maura, seseorang yang menghancurkan hati sahabat nya sendiri.
"Dia menawarkan sebuah game, jika aku berhasil aku tidak diperbudak lagi," jelas Anetha singkat, padat, jelas.
"Astaga Tatha! Kenapa tidak bilang? Dan bagaimana? Kau berhasil memenangkan game itu?" Berondong Maura.
"Oh yah,"
"Game apa yang dia berikan?"
"Semacam teka-teki,"
"Apakah sulit?"
"Tidak sama sekali,"
"Syukurlah," Kata Maura lega. "Tapi kenapa dia sampai terpincang-pincang? Dan kamu tidak masuk selama tiga hari?"
"Oh dia digigit serigala. Dan aku-"
"Apa? Digigit serigala?"
"Ssst kecilkan suaramu!" Desis Anetha ketika semua isi kelas menatap mereka.
"Cuma film!" jelas Anetha kepada teman-teman nya, yang langsung memberinya pandangan jijik. dan kembali ke aktivitas masing-masing. "Dengar aku hanya sakit karena kehujanan. Itu saja! Tidak ada masalah dengan nyawa."
Anetha berkata seolah meyakinkan, tetapi dirinya sendiri tidak yakin bahwa game itu tidak akan membunuhnya. Jelas sekali nyawanya terancam waktu itu, gara-gara si psikopat tidak waras itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIGU
FantasyHaruskah ku kasihi musuhku dengan membalutkan selimut padanya? Terjebak rana ambigu dalam selimut lembut Membuatku memilih meremas waktu dalam genggamanku Hingga waktu takkan mampu berkutik lagi