Semuanya diam. Anetha sibuk mengaduk-aduk minumannya. Maura menyeruput minuman dengan sedotan. Keduanya melakukan tanpa minat. Tanpa bicara. Dan melamun.
Tanpa sadar adukan Anetha semakin cepat. Hingga membuat minumannya tumpah dan muncrat ke berbagai arah. Salah satunya mengenai wajah Maura.
"Ah maaf," ucap Anetha. Ia memberikan tisu ke Maura.
"Tidak apa-apa," jawab Maura. Kini ia sibuk membersihkan wajahnya.
"Maaf," lirih Anetha.
*Aku kan sudah bilang tidak apa-apa," timpal Maura.
"Umm bukan itu," Anetha menatap minumannya yang tinggal setengah. "Maaf atas kekacauan kemarin. Pestamu jadi-"
Anetha enggan melanjutkan perkataannya. Ia merasa miris mengingat kejadian kemarin.
"Astaga. Itu bukan salahmu. Untuk apa kamu minta maaf?" tanya Maura heran.
"Kamu tidak seharusnya mengundang dia. Aku tahu kamu mengundang dia karena aku," kata Anetha.
"Umm tidak juga," ragu Maura. "Sudahlah tidak perlu dibahas. Kita bisa melupakannya. Lagipula kalau dipikir-pikir anak itu memang tidak seharusnya berkata begitu. Apalagi didepan Leo."
"Kamu mendukungnya? Kamu mendukung Leo untuk membunuh anak itu?" tanya Anetha.
"Tidak. Bukan begitu," Maura menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Oh entahlah. Aku mengenal anak itu sejak kecil. Dia memang tipikal anak yang sombong, dan tentu suka membully. Jadi akan sangat pantas kalau dia mendapatkan itu. Toh orang-orang menganggap kasus ini sebagai bunuh dirikan. Aku jadi sangat penasaran bagaimana Leo bisa melakukannya."
"Apa?" tanya Anetha tak percaya.
Maura seolah baru saja sadar akan apa yang diungkapkannya. "Ah sudahlah Tatha. Lagipula bukankah itu pertanda bagus? Dia melakukannya karenamu. Dia tidak terima kau dijadikan bahan bullyan. Itulah sebabnya Leo melakukannya. Artinya Leo berusaha melindungimu kan?"
"Aku tidak tahu itu," jawab Anetha.
"Aku juga tidak tahu apa artinya itu," Maura tersenyum canggung pada Anetha. "Umm. Kalau, kalau kamu ada sesuatu atau apapun itu dengan Leo aku rasa tidak apa-apa."
Anetha menyipitkan matanya. Apa maksudnya ini? Apakah Maura baru saja mengatakan kalau dia merestui dia dan Leo untuk berhubungan jika mereka ingin? Maksudnya jika sesuatu terjadi antara Anetha dengan Leo, lebih dari sekedar teman. Apakah begitu maksud Maura?
"Apa maksudmu?" tanya Anetha.
"Ah tidak ada," Maura menjadi salah tingkah. Kata-katanya yang terakhir sangat lirih. "Bukan urusanku juga kamu dengan siapa. Ataupun apa yang kamu lakukan dengan Leo."
"Apa?" tanya Anetha. Kata-kata Maura yang terakhir memang tidak bisa ditangkap pendengarannya, yang hanya berupa gumanan.
"Tidak ada," jawab Maura.
Anetha merasa ada yang aneh dari Maura. Kenapa anak ini tiba-tiba saja sedikit berubah akan pandangannya terhadap Leo. Mungkinkah dia mulai terbiasa dengan Leo? Anetha tidak tahu.
"Aku mau pulang dulu. Sampai ketemu besok disekolah," pamit Anetha.
"Tunggu sebentar. Aku belum pernah datang ke kos barumu. Bagaimana kalau aku ikut ke kosmu?" tanya Maura.
"Apa? Kamu ingin main ke kosku?" Anetha tampak gugup.
"Memangnya kenapa?" Naura terkejut dengan ekspresi Anetha. "Ada yang kamu sembunyikan dari akukan?"
"Aku tidak ingin kamu mengetahui kos baruku," kata Anetha. Melihat Maura yang terkejut, ia segera menambahkan. "Aku hanya tidak ingin ada orang tahu kos baruku."
"Tapi kenapa?"
"Tidak apa-apa,"
"Kalau boleh jujur," Maura menatap jari-jarinya yang sedang ia mainkan. Berbicara dengan lesu. "Kamu selalu menyembunyikan sesuatu atau rahasia dari aku. Aku bisa merasakannya. Aku bisa merasakan itu. Padahal waktu pertama kali kita berteman, kita berjanji akan saling berbagi. Berbagi sesuatu, cerita ataupun rahasia. Aku sudah lupa kapan terakhir kali kamu berbagi denganku. Itu sudah lama. Apakah kamu lupa janji itu?"
Anetha menegang. Memang benar. Dirinya sekarang ini jarang mau berbagi dengan Maura. Alasannya masih sama, atas kekecewaan Maura yang merebut Reno darinya. Tidak, itu tidak bisa dikatakan 'merebut' karena Reno bukan miliknya. Sebenarnya itu sangat konyol. Pantaskah Anetha bersikap seperti itu sementara Maura sendiri tidak pernah tahu isi hati Anetha. Tidak pernah tahu kalau Anetha menyukai Reno.
Anetha harus menyingkirkan sikap kekanak-kanakannya ini. Sudah cukup. Jangan sampai persahabatan mereka meretak sampai jauh.
"Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya tidak punya sesuatu untuk dibagikan denganmu," alasan Anetha. "Aku akhir-akhir ini bosan di kosan. Aku jadi sering pulang ke rumah. Dan mungkin minggu depan aku akan tinggal di rumah saja, tidak kembali ke kos."
"Bukankah rumahmu jauh dari sekolah? Kamu yang mengatakan itu. Rumahmu jauh di desa. Lalu kalau kamu pulang pergi dari rumah, apakah tidak akan terlambat? Apalagi naik kendaraan umum," heran Maura.
Anetha tersenyum bimbang. Membuat Maura semakin tidak mengerti.
"Minggu depan. Aku akan memberimu alamat rumahku. Datanglah," undang Anetha.
"Aku akan pergi ke kosmu dahulu. Membantumu untuk pindahan,"
"Tidak perlu. Kamu cukup datang saja ke rumahku,"
"Kamu tidak akan membereskan barang-barangmu?"
"Tidak perlu memikirkan itu. Datanglah ke rumahku. Aku akan berbagi denganmu," terang Anetha. "Dan mungkin kamu akan mengetahui alasannya."
"Alasan apa?" tanya Maura bingung .
Anetha hanya tersenyum. Meraih tasnya dan menyampirkan dibahunya.
"Minggu depan. Sudah saatnya. Sampai bertemu besok disekolah," pamit Anetha kedua kalinya.
Anetha meninggalkan Maura dalam kebingungan. Semakin banyak saja pertanyaan di otak Maura.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIGU
FantasyHaruskah ku kasihi musuhku dengan membalutkan selimut padanya? Terjebak rana ambigu dalam selimut lembut Membuatku memilih meremas waktu dalam genggamanku Hingga waktu takkan mampu berkutik lagi