Empatbelas

1.1K 127 7
                                    

Hinata mematut dirinya didepan cermin hias dikamarnya, berapa kalipun ia melihat bayangannya sendiri, rasanya masih sangat luar biasa.
Seragamnya terlihat sedikit berbeda dari seragam sekolah pada umumnya.
Seragam Houston lebih terlihat seperti seragam elite limited edition, dari rancangan desaigner terkenal.

Hinata mendapat empat seragam yang menurutnya sangat bagus, tapi harganya sangat mahal.
Memakai sepatunya, sekali lagi berputar didepan cermin, seperti bertanya, siapa yang paling cantik ?

Hinata tertawa kecil, mengambil tasnya dan mulai berjalan turun dengan wajah sumringah.
Rona merah muda dipipinya terlihat begitu manis, hasil dari sedikit sentuhan blush on.
Hinata memakai sedikit liptint pada bibirnya, menciptakan warna ombre yang segar.
Rambut panjangnya diikat ponytail dengan rapi, meninggalkan poninya yang menutupi kening.

"Ohayou."

Hinata dengan tingkahnya yang sedikit manja, memeluk ibunya dengan erat.
Mikoto tertawa melihatnya, menepuk lengan anaknya yang kini melingkar diperutnya.
Dengan gerakan cepat, Mikoto memutar badannya agar berhadapan dengan Hinata, yang memberinya senyum menggemaskan.

"Putri ibu yang cantik." Desahnya, mencium pipi Hinata dengan sayang.
Gadis itu tertawa, sedikit malu karena diperlakukan seperti anak kecil oleh ibunya, tapi juga merasa senang.

Fugaku tersenyum sedikit lebar, selalu merasakan keharuan ketika melihat interaksi manis antara Hinata dan Mikoto.
Euforia Hinata menular, membuat Fugaku tertawa saat gadis itu mendekat pada ayahnya dengan gaya centilnya yang khas.
Kedua kakaknya belum terlihat dimeja makan, kemungkinan besar mereka masih dikamarnya.

"Ayah lihatlah, apa aku cantik ?"

Hinata membuat pose, tersenyum lembut dan memutar tubuhnya untuk memamerkan seragam barunya.

"Kau sangat cantik, Hime. Apa ayah harus mengirim bodyguard untuk menjagamu ?"

Hinata merengut seketika, moodnya mendadak turun saat ayahnya memberi pertanyaan yang sama sekali tidak ingin didengarnya.
Dirumah ini, Hinata layaknya guci suci yang antik dari dinasti ming, dijaga dengan begitu ketat, karena harganya yang tidak ternilai.
Dan Hinata pikir, itu sangat berlebihan.

"Jangan coba-coba, ayah." Tatapan galak dari Hinata malah menimbulkan senyum yang semakin lebar dari ayahnya.

Hinata duduk ditempatnya, ketika Mikoto mengambilkan dua potong roti panggang ke piringnya.
Itu seperti sebuah kebiasaan, meskipun ada makanan lain yang tersedia sebagai sarapan, Hinata hanya akan mengambil dua lembar roti panggang dan selai coklat, segelas susu coklat dingin dan beberapa potong buah sebagai pencuci mulut.

Sebuah tangan memiting lehernya dengan tidak terlalu keras, membuat Hinata menjerit karena terkejut.
Dibelakangnya, Uchiha Itachi dengan wajah tampan yang terlihat puas, tawa lebarnya menjadi bukti bagaimana lelaki itu begitu senang karena berhasil membuat Hinata berteriak dijam sepagi ini.

Hinata dengan kejengkelan yang menguar dalam pandangannya, berdiri cepat dari tempatnya, melayangkan satu tinjuan keras yang diarahkan keperut kakaknya.
Membuat Itachi meringis karena ulah adiknya.

"Kau hampir membuatku mati jantungan, nii-san." Berteriak didepan wajah kakaknya, Hinata menampilkan wajah tidak bersahabatnya.
Tangannya berkacak pinggang dengan tampang galak.

"Dan kau hampir membuatku mati kesakitan, Hime." Tidak mau kalah, Itachi mengeluarkan ekspresi wajah yang sangat berlebihan dan terkesan dibuat-buat, membuat Mikoto gemas dan langsung memberi pukulan pada punggung Itachi.

"Jangan berlebihan, dasar bujang lapuk." Hinata menyelesaikannya, kembali duduk ditempatnya.

Itachi membuka mulutnya, hampir mengeluarkan beberapa kalimat darisana, sebelum deheman keras dari Uchiha Fugaku menghentikannya.
Lelaki itu menatap ayahnya yang memberi tatapan tajam penuh peringatan.
Sasuke turun setelah keributan itu usai, tapi Itachi tidak diam dan terus menggoda Hinata dengan berbagai cara.
Membuat meja makan kembali panas dengan aksi keduanya.
Mikoto sesekali menghela napas, sesekali memejamkan mata.
Tidak yakin jika kedua anaknya itu akan berhenti berdebat.

Back To MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang