Enambelas

1K 108 8
                                    

Cat basah yang bertemu kanvas putih, aroma adiktif untuk sebagian besar penggemarnya.
Akasuna Sasori sedang serius dengan lukisan yang dibuatnya.
Duduk di balkon apartemennya untuk menikmati udara segar darisana.

Dibalik penampilannya yang acuh dan ogah-ogahan, Sasori adalah penikmat dari keindahan yang tersimpan dalam kanvas lukis.
Sosoknya seperti sebuah bukti atas pepatah, jangan menilai buku dari sampulnya.

Sepertinya, tidak banyak orang yang akan percaya, jika ada yang mengatakan bahwa ia seorang penikmat lukisan.
Tapi, memang begitulah nyatanya.

Di apartemennya yang cukup luas, Sasori memiliki beberapa karya seni dari beberapa pelukis.
Tidak melulu yang berada di A list, karena ada banyak seniman berbakat yang tidak masuk daftar A list.

Menyukai semua aliran dalam dunia lukis, tidak melulu hanya satu aliran yang bisa terasa menjemukkan.
Karena menurutnya, seni bukan hanya sesuatu yang bisa dilihat dalam satu sudut pandang.
Itu seperti, ketika kau berdiri disatu tempat yang tinggi, lalu melihat sekelilingmu.
Tidak hanya ada satu pemandangan, tapi berbagai macam pemandangan.

Wajah tampan itu tersenyum, begitu hangat ketika menatap hasil dari ketrampilan jari jemarinya.
Terlihat puas saat mendapati sosok yang begitu mirip dalam wujud aslinya.
Sasori pikir, ini adalah lukisan terbaik yang pernah dibuatnya, setelah lukisan orang tuanya yang tergantung dibagian depan ruang tamu apartemennya.
Tapi, ia tidak akan memajang lukisannya kali ini, hanya akan menyimpannya dikamarnya sendiri.
Dinikmati sendiri, tidak akan berbagi.

Suara pintu yang terbuka lalu menutup, menandakan bahwa seseorang barusaja berjalan melewatinya.
Sabaku Gaara dengan bibir tersenyum miring, menghampiri adik sepupunya yang seperti sedang melamun, tapi sebenarnya tidak melamun.
Hanya termenung sambil mengagumi apa yang dilihatnya.

"Uchiha Hinata, huh ?"

Tanyanya, wajah menggoda yang membuat Sasori berdehem, seperti menyadarkan diri sendiri dan kembali dalam mode cuek acuhnya.

"Diamlah. Ada apa kemari ?"

"Ibu menyuruhmu kerumah."

Sebuah hubungan yang tidak ada manis-manisnya.
Gaara benar-benar kehilangan sosok Sasori dengan sikapnya yang manis, meskipun wajahnya masih terlihat menggemaskan, jelas bocah itu bukan lagi bayi kecil yang dulu sering diajaknya bermain.
Dan bahkan, Sasori tidak pernah lagi memanggilnya sebagai kakak, bocah kurang ajar itu benar-benar membuatnya kecewa.

"Hmm, aku akan datang."

"Baguslah. Aku pergi."

Sasori nyaris tidak peduli, masih nyaman memandangi sosok cantik dihadapannya, meskipun hanya gambar.

"Dan lagi, berhati-hatilah dengan Uchiha Sasuke."

Itu terdengar seperti sebuah peringatan untuknya, tapi diucapkan dengan suara mengejek yang terdengar memuakkan.
Sasori mendengus keras, hampir mencibir apa yang dilakukan Gaara, saat lelaki itu mulai menjauh dari wilayahnya.

Tapi yang jelas, ia tidak bisa mengabaikan apa yang barusaja dikatakan Gaara padanya.
Bukannya Sasori tidak tau, tapi ia hanya sedang berpikir, tentang cara apa yang bisa digunakan untuk menjerat Hinata, tanpa adu pukul dengan kedua kakaknya.
Itu terdengar seperti sesuatu yang membahayakan nyawanya sendiri.

"Ahh, masa bodoh." Mengerang dengan wajah tidak enak dilihat, Sasori bangun dari tempatnya, menyimpan lukisan itu ditempat yang aman, dan mulai bergerilya mencari sesuatu untuk mengisi perutnya yang keroncongan.

*

Hinata dengan wajah senang, membuat coretan di sketch book miliknya.
Saat pertama kali masuk, ketika ia mendapat pertanyaan akan mengikuti ekskul apa, Hinata tidak bisa menjawabnya.
Jujur saja, ia belum tau apa yang ingin  dilakukannya saat itu.
Dan setelah berdiskusi dengan ibunya, ia sedikit bisa melihat apa yang ingin dilakukannya untuk kegiatan luar sekolah, yang bisa memberinya nilai lebih.

Back To MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang