Hinata dalam sebuah adegan yang bisa dikatakan menegangkan.
Berdiri diantara kakak dan pacarnya.
Ahh, bisakah ia memanggil Sasori begitu ?
Biasanya, dalam adegan yang sering ditontonnya, ini adalah adegan pamungkas untuk para pemeran utama.
Hinata berpikir juga demikian, dimana disaat ini ia seharusnya bebas memilih siapapun yang ingin dipilihnya."Sasuke-nii, tidak bisakah kau tidak menggangguku ?" Pertanyaan kalem yang ditanyakan dengan wajah lelah oleh Hinata.
"Tidak bisa. Kau adikku, Hinata." Bahkan Sasuke tidak menoleh padanya, masih memberi tatapan tajam yang penuh intimidasi pada Sasori.
"Tolong biarkan kami berkencan dengan tenang."
Sebuah asas norma kesopanan yang pernah ditinggalkan Sasori, kembali muncul dalam diri lelaki itu.
Lelaki itu tidak gentar, meski diberi tatapan membunuh oleh seorang yang beberapa tahun lebih dewasa darinya."Kau dengar itu, nii-san ? Tolong biarkan kami berkencan dengan tenang." Hinata memberi penegasan dalam suaranya, dimana ia merasa jengah dengan ulah kakaknya yang sangat mengganggu belakangan ini.
Sama sekali tidak seperti Sasuke yang biasa dikenalnya."Kau bisa dalam bahaya, jika berkencan dengannya, Hinata."
"Dan nii-san juga bisa dalam bahaya jika terus menggangguku."
Tidak pernah ada yang mau mengalah ataupun kalah, Hinata dan sikapnya yang memang sedikit keras kepala.
Bertemu dengan Sasuke dan segala otoriter dalam kepalanya.
Sasori bahkan merasa dirinya terasing, akibat perdebatan kedua kakak beradik itu."Begini Sasuke-san, aku akan menjaga Hinata dengan baik. Dan mengantarkannya pulang dengan selamat."
Sasuke mendelik tajam, sementara Hinata menyeringai dengan wajah tanpa dosa itu.
Dengan gerakan cepat, Hinata meraih tangan Sasori, menggandengnya erat.
Pemandangan yang semakin membuat Sasuke merengut karena ulah adiknya.
Lewat tatapan matanya, Sasuke seperti mengatakan pada Hinata,
Jauhkan tanganmu darinya.
Dan meski mengerti, Hinata bersikeras dengan semakin mengeratkan rangkulannya pada lengan Sasori."Jika adikku terluka, aku akan membunuhmu." Menghela napas sebagai tanda kalah, Sasuke masuk kerumah dengan wajah jengkel yang begitu kentara.
Mungkin, ia bisa membuat perhitungan dengan Gaara dan sepupunya yang sialan itu nanti.Hinata menutup matanya, perasaan frustasi itu kembali muncul dalam kepalanya.
Membuatnya pening seketika.
Sasori nampak mengerti, mengusap lengan Hinata sebagai bentuk dukungan moral."Sudahlah, ayo pergi." Katanya dengan wajah ringan.
Hinata memaksakan senyumnya, mengangguk setuju.Ketika Hinata akhirnya secara resmi mengatakan pada keluarganya, jika ia menjalin kisah dengan Sasori, tidak satupun dari mereka yang bersikap menyebalkan seperti Sasuke.
Bahkan kakak sulungnya, Uchiha Itachi terlihat mendukung dan santai saja saat bertemu dengan Sasori.
Mereka bisa berbincang banyak hal, jika menyangkut dengan karya seni dan semacamnya.
Itu bagian paling jenius yang bisa dilakukan Sasori untuk mengambil atensi dari Uchiha Itachi.Ayahnya, Hinata juga tidak melihat sebuah penentangan ataupun konfrontasi keras.
Uchiha Fugaku terlihat biasa saja, meskipun beberapa kali memberi peringatan keras pada Sasori.
Itu bisa dimaklumi, karena memang watak ayahnya yang seperti itu.
Ayahnya tidak terlalu keberatan, meski nampak tidak terlalu rela.Mikoto adalah orang pertama yang mendukungnya, dan dengan senang hati mendorong Hinata dalam gagasan kencan dan segala tetek bengeknya.
Mikoto juga bersikap baik pada Sasori, bahkan mengaku tidak masalah jika anak lelaki itu mengajak Hinata pergi keluar.Dan Sasuke, entah bagaimana Hinata harus mengatakan tentang kakaknya itu.
Uchiha Sasuke benar-benar menjadi sosok yang menyebalkan dalam kesehariannya.
Bahkan menjelma menjadi stalker dadakan yang membuat Hinata sering sakit kepala, bahkan mencak-mencak karena ulah kakaknya yang sangat berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To Memories
FanfictionNgga tau ini bisa disebut sekuel atau enggak. tapi ini masih ada hubungannya dengan ROSEMARY.