30. Andai Kita Tak Saling Mencinta

2K 406 105
                                    

u n f r i e n d

Hari sabtu ini aku menginap di rumah ayah. Karena ayah dan bunda sudah membuat perjanjian bahwa anak tunggalnya ini akan menginap setiap sabtu dan minggu dengan ayahnya.

Sialnya adalah kini aku berada dalam satu rumah dengan Doyoung, mantan kekasihku.

Malam sudah cukup larut karena jarum pada jam dinding pun telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ayah dan Tante Daniar sedang pergi ke luar. Ada pesta, katanya.

Cih, pasangan yang serasi. Hanya saja mereka tidak tahu bahwa anak-anak mereka saling mencintai.

Kakiku menuruni anak tangga dengan cepat, kemudian menatap Doyoung yang tengah sibuk memainkan ponselnya di ruang tamu. Aku pun menghampirinya.

"Doyoung" panggilku, ia pun menoleh. "Aku mau pesen bubbletea lewat ojek online, kamu mau nitip?" Tawarku. Sedang Doyoung hanya sekadar menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin.

Aku mengangguk pelan kemudian duduk di sofa seberangnya. Sambil terus memesan, sesekali aku melirik Doyoung yang tampak tertawa-tawa.

Sungguh, lima hari sudah kami bersekolah di sekolah yang sama, dia sama sekali tidak tertawa. Tapi malam ini, rasa-rasanya hatiku ingin melengos saja melihat manis tawanya.

Tak lama, Doyoung pergi menuju kamarnya. Meninggalkanku sendirian di ruang tamu.

Ting!

Kuarahkan pandanganku ke ponselku. Driver ojol itu telah sampai, ia pun sudah menandai bahwa pesanan telah sampai. Aku pun bergegas membuka pintu utama.

Sesampainya disana aku ternganga. Pasalnya aku tidak menemukan siapapun di luar sana. Berniat mencari tahu lebih teliti, aku pun mengecek hingga keluar pagar. Tapi perkomplekkan elit ini sudah sangat sepi. Tak ada siapapun.

Huh, kenapa aku merinding? Segera aku masuk ke dalam rumah. Dan dengan keringat dingin yang mengucur di pelipisku, ku buka aplikasi ojol itu dan melihat notifikasi riwayat bahwa pesananku memang telah sampai.

Telingaku mendengar deru motor yang terdengar samar-samar. Aku pun segera berjalan menuju pintu utama. Sebelumnya, aku hanya melihat lewat bilik jendela yang tertutuo gorden di samping pintu. Kusingkap sedikit gorden itu dan…

"AAAAAAAKKKHH!"

"RACHEL, LO KENAPA?!"

Aku jatuh terduduk seraya memeluk kedua lututku. Kepalaku menunduk ketakutan. Sial sekali dengan apa yang kulihat barusan!

"Rachel, gue tanya lo kenapa?!" Aku mendongakkan kepalaku, menatap Doyoung yang tampak panik dengan mata yang sembab.

Sulit bagiku berkata-kata sekarang. Jadi yang dapat kulakukan hanya menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Oke gue gak maksa lo cerita. Tapi lo tenangin diri lo dulu" bujuk Doyoung seraya membantuku berdiri dan membopongku ke arah sofa ruang tamu.

Doyoung duduk di sebelahku, dirinya tampak cemas akan kondisiku. Sungguh, kalo begini terus, rasanya aku ingin terus-terusan saja seperti ini agar Doyoung dapat sepeduli itu padaku.

"Lo mau cerita?" Tanyanya. Aku kontan menggeleng. Aku yakin, Doyoung takkan percaya bahwa tadinya aku sempat melihat The Jumping Candy yang menggantung di pohon kasturi depan rumah. Mungkin nantinya dia hanya akan bilang kalau aku sedang berhalusinasi atau olah sukma.

Tiba-tiba terdengar getaran ponsel dari saku celana Doyoung. Buru-buru ia ambil ponselnya. "Papah Arka sama mamah nginap di hotel. Soalnya jarak pesta cukup jauh kalo harus pulang selarut ini" ucapnya setelah membaca pesan singkat yang masuk ke ponselnya. Aku pun mengangguk mengerti.

Unfriendly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang