Sudah tiga tahun Ana sekolah di SMPN Mutiara, ujian nasional sudah di depan mata. Seluruh siswa mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional.
"Rin, udah gak kerasa lagi yah, kita mau UN lagi," ucap Ana pada Karin yang sedang membaca novel.
"Hemm.. iya yah, terus gak kerasa deh nanti mau perpisahan. Nanti aku rindu sama kamu apalagi sama sekolah ini," ucap Karin sedih menutup buku novel nya.Ana lalu memeluknya. Tak disangka air mata Karin menetes di baju seragam Ana. Ana menghapus air mata Karin.
"Udah dong jangan nangis," ucap Ana menghapus air mata Karin.
"Iya, soalnya nanti aku bakalan ke pesantren. Jadi gak bisa ketemu sama kamu, main sama kamu, jadi rindu deh," ucap Karin terisak tangisnya.Ana memeluknya Karin, agar ia tenang. Memang, persahabatan antara Ana dan Karin tidak pernah terjadi konflik. Mereka selalu membantu satu sama lain.
Kringgggg....
Bel pulang berbunyi. Seluruh siswa bergegas pulang dan membereskan buku - buku mereka.
"Rin, aku mau ke perpus dulu. Kamu duluan aja," ucap Ana.
"Oh, ya udah. Aku duluan yah, dah..." ucap Karin melambaikan tangannya lalu melangkah keluar kelas.
"Dah,.." ucap Ana melambaikan tangannya juga.Ana memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas. Lalu pergi ke lantai dua menuju perpustakaan.
Dugg... Dugg... Dugg...
Langkah kaki Ana menaiki satu persatu anak tangga. Dan sampai didepan pintu perpustakaan. Ia membuka pintu perpustakaan. Dilihat suasana perpustakaan sangat sepi. Tidak ada seorang siswa atau pun penjaga perpus.
Mungkin penjaga perpus sedang keluar, batin Ana.
Ana memilah buku - buku yang ada di rak. Tiba - tiba terdengar seperti ada langkah kaki di perpustakaan.
"Siapa itu?" tanya Ana, tapi tidak ada jawaban.
Ana melanjutkan memilih buku. Suara langkah kaki itu terdengar lagi. Seperti hendak mendekati Ana. Ana mencari tahu dari lorong perpustakaan ke lorong lagi.
"Siapa sih? Gak ada siapa - siapa kok?" ucap Ana berbicara pada dirinya. Ia langsung bergegas keluar perpustakaan, menuruni anak tangga dengan terburu - buru. Saat di luar gerbang...Tiba - tiba dari belakang Ana, ada seseorang yang membekam Ana oleh sebuah kain. Ternyata kain itu terdapat obat bius. Sehingga Ana tergeletak pingsan ditanah. Orang itu lalu membawa Ana ke mobilnya. Tanpa diketahui orang lain.
***
"Aduh,, abi kok Ana belum pulang yah? Udah mau maghrib lagi," ucap umi khawatir.
"Iya yah. Gak biasanya dia belum pulang jam segini," ucap abi ikut khawatir melihat jamnya.
"Coba abi telepon temen - temannya. Bentar ya mi," lanjut abi bergegas menuju telepon rumah untuk menghubungi teman - teman nya Ana.Umi menunggu kabar dari abi yang tengah menelepon teman - temannya Ana. Bi Neni ikut khawatir, dan menenangkan umi.
"Umi, kata temen - temannya, Ana gak ada dirumah mereka," kata abi menghampiri umi yang terlihat gelisah. "Terus, pas abi telepon Karin, katanya tadi pas mau ngajak pulang bareng, Ana nolak. Ana bilangna mau pinjem buku dulu di perpustakaan," lanjut abi.Umi mendudukkan tubuhnya dilantai. Air mata umi mengalir deras diwajahnya.
"Bi, tolong bawa umi ke kamar. Biar istirahat dulu," ujar abi.
"Baik pak," jawab Bi Neni meng-iyakan ucapan abi. Lalu membawa umi ke kamar.Di ruang tamu, abi sepertinya sedang memikirikan sesuatu. Sambil berdiri, berjalan bolak - balik.
Aku seperti nya dapat ingatan masa lalu. Pasti Ana belum pulang, ada sangkutannya dengan mereka, batin abi.Hingga pagi hari Ana belum pulang juga. Dikelas Ana, siswa ribut membicarakan hilangnya Ana. Sampai - sampai satu sekolah tau, termasuk guru. Sam ikut khawatir, karena orang yang ia sayangi sedang dalam bahaya.
"Rin, kamu tau keadaan Ana sekarang gimana?" tanya Sam menghampiri Karin lalu duduk kursi depan.
"Gatau nih, belum ada kabarnya juga. Aku khawatir, kalo Ana kenapa - napa, " jawabAku harus nolong Ana. Walaupun harus bertaruh nyawa sekalipun, batin Sam.
***
"Gue udah ngomong sama lo, bayar dulu utang lo! jangan bisanya maen judi, mabok, ngutang sana - sini!" ujar renternir itu dengan nada tinggi yang menagih uang pada Fadlan.
Fadlan adalah nama abi Ana. Nama panjangnya adalah Fadlan Zulkarnain. Dulu sebelum Abi Ana hijrah seperti sekarang, ternyata dulunya abi seorang berandalan. Ia selalu bermain judi, mabok, juga mainin perempuan. Ia tinggal bersama ibunya. Ia sering durhaka pada ibunya. Ibunya hanya seorang pedagang asinan. Dalam keadaan ibunya susah pun, Fadlan sering memaksa ibunya untuk memberi dia uang. Tujuannya hanya untuk berjudi, mabok, dan lain sebagainya.
"Bang, gue beneran belum punya uang. Nanti gue janji bakal bayar deh," pinta Fadlan memohon.
"Lo itu udah gue peringatin, kalo gak bisa bayar ya udah jangan ngutang. Bunga lo udah banyak!" lanjut renternir itu dengan nada yang lebih keras lagi.
"Tapi bang, sumpah gue belum punya uang, gue janji bakalan bayar. Tapi gak sekarang," ujar Fadlan.
"Ah, bacot lu, hajar dia," kata renternir, menyuruh kedua anak buahnya menghajar Fadlan.Kedua anak buah renternir itu, menghajar Fadlan habis - habisan. Hingga darah bercucuran diwajahnya.
"Awas lo yah, kalo lo gak bayar - bayar, gue bisa ngelakuin lebih dari ini. Gue bakal tagih utang lo sampai mati. Bisa aja gue sampe nyakitin keluarga lo di masa depan," ujar renternir itu meninggalkan Fadlan yang bersimpuh darah diwajahnya.Ibu Fadlan keluar menolong Fadlan. Ibunya menangis melihat Fadlan yang tergeletak tak berdaya, dan bersimpuh darah diwajahnya.
"Fadlan, kamu gak papa nak?" kata ibu membantu Fadlan berdiri.
"Gue gak papa, awas!" ucap Fadlan menyingkirkan tangan ibu dibahunya lalu pergi begitu saja kekamarnya, tanpa melihat sedikitpun keadaan ibu.
"Ya Allah, Fadlan kenapa kamu harus minjem uang ke renternir," ucap ibu pada dirinya sendiri, dengan berderu air mata.Tahun demi tahun berselang. Kini Fadlan hijrah, ia menjadi seorang ustad. Fadlan memulai awal hidup barunya di sebuah yayasan pesantren. Ibunya mengijinkan nya pergi saat itu. Ia mendalami ilmu agama selama bertahun - tahun. Ia bergelut dalam ilmu agama, karena ia merasa punya banyak dosa.
Fadlan pulang dari pesantren itu menuju kerumah. Perjalanan pulang sangat menyenangkan, karena ia tidak seberingas dulu. Sampai didepan rumah, ia melihat bendera kuning dan ada banyak orang.
"Ibu?" tanya Fadlan pada dirinya sendiri. Langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Seketika suasana dalam rumah menjadi gening. Semua tatapan warga menuju pada Fadlan. Fadlan melihat ibu nya terbaring ditengah - tengah warga yang sedang membaca Yasin. Iablangsung memeluk ibunya.
"Ibu, kenapa ibu ninggalin Fadlan, bu," ucap Fadlan sedih. Karena sewaktu ia berangkat ke pesantren, ia belum sempat meminta maaf pada ibunya.Acara pemakaman ibunya berjalan lancar. Fadlan terdiam melihat kuburan ibunya yang masih basah.
"Ibuu,,, maafin Fadlan, bu,," ucap Fadlan menangis sesenggukan.
"Udah nak, relakan ibumu pergi. Nanti dia menangis kalo kamu tidak merelakannya," ujar seorang tetangga Fadlan menasehatinya.Fadlan pulang kerumahnya. Suasana rumah nampak beda, karena kepergian ibunya. Ia memutuskan untuk pindah keluar kita mencari hal baru. Diluar kota ia, menjadi ustad. Ceramah di satu mesjid ke mesjid lain. Sampai ia bertemu seorang wanita shalehah. Ya, itu adalah uminya Ana, ia bernama Khadijah. Pertemuan keduanya, berawal dari Fadlan yang sedang berceramah dan Khadijah yang menjadi jama'ah nya. Fadlan tertarik pada Khadijah, karena merupakan seorang wanita yang sangat shalehah dimatanya. Selang beberapa bulan, ia langsung kerumah Khadijah untuk melamar. Ia bertekad keras untuk mendapatkan wanita pujaan harinya itu. Khadijah, adalah seorang wanita yang tak mau melewati pendekatan hubungan dengan cara pacaran. Ia ingin langsung ta'aruf saja.
Lamaran itu diterima, saat Fadlan di tes melantunka salah satu surah dalam Al - Qur'an oleh ayah Khadijah. Ia membaca surah tersebut dengan lantang. Dan akhirnya tanpa pikir panjang ayah Khadijah setuju, lalu bertanya pada Khadijah, apakah dia mau.
"Nak, apakah kamu mau menikah dengan pria ini?" tanya ayah Khadijah.
Khadijah hanya menganggukan, akhirnya ia mendapatkan seorang pria sholeh. Lamaran Fadlan diterima. Tak lama setelah itu, beberapa bulan kemudian mereka melangsungkan pernikahan.
Khadijah melahirkan dua anak kembar perempuan. Mereka diberi nama Ani Zulkarnain dan Ana Zulkarnain.***
Ohh, sepertinya mereka yang buat ulah seperti ini, batin abi.
Entah kenapa pikiran abi terlintas seperti itu. Ia menyangka bahwa renternir dan anak buahnya itu, yang melakukan rencana ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Kamu Kita
Teen FictionWaktu demi waktu berlalu. Walaupun hubungan mereka terpisah dengan jarak, tapi perasaan Sam tetap sama pada Ana. Hingga ia memberanikan diri untuk berjumpa dengan orang tua Ana. Ya, Sam datang kerumah Ana untuk melamarnya. ...