Mila

11 4 0
                                    

"Na?" tanya Arsi yang ada dibelakang Ana.

"Iya, kenapa?" Ana menggerakkan tangannya menulis dibuku.

"Anter ke toilet yuk?" Arsi tampak kebelet.

"Loh, kenapa gak sama Nisa?" Ana masih terfokus dengan catatannya.

"Yeh, kamu lupa? Nisa sama Gita lagi ke ruang guru,"

"Eh iya lupa, hee.. " Ana membalikkan badan ke arah Arsi.

"Yuk ah cepet, udah gak tahan.." Arsi menarik tangan Ana terburu - buru.

"Eh pelan - pelan aja," Ana mengikuti langkah kaki Arsi yang cepat.

Mereka sampai di toilet siswi. Lumayan mengantri, karena banyak siswa perempuan yang ada disana. Arsi nampak sudah tak tahan lagi. Ia menarik tangan Ana lagi untuk menuju toilet lain.

"Duh ngantri,, yuk ke toilet lain?" Arsi menarik lengan Ana kembali.

"Eh-eh," tubuh Ana tertarik oleh tarikan lengan Arsi.

Tak ada toilet lain lagi, selain toilet yang sepertinya dikenal angker itu. Terpaksa Ana harus menunggu Arsi di luar toilet tersebut.

"Tunggu ya Na... " Arsi langsung masuk ke satu toilet.

"Iya," Karena tidak ada kursi, ia menunggu Sambil berdiri.

Toilet angker yang ada di sekolah Ana itu, katanya pernah ada siswa perempuan yang gantung diri. Serem ya? Beberapa tahun kebelakang, siswi yang bersekolah di SMAN Jaya Jakarta itu, sering dibully oleh kakak kelasnya. Siswi itu bernama Dian. Mungkin karena ia depresi sering dibully kakak kelasnya, maka ia memutuskan mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Kenapa dibully? Karena saat Dian duduk dibangku kelas 10 hingga naik ke kelas 11, ia dikenal siswi yang pintar juga populer di sekolah itu. Karena kakak kelas itu cemburu dengan kepopuleran Dian, ia mengajak teman - temannya, untuk membully, mengganggu, dan membuat kehidupan belajar disekolahnya agar tidak tenang. Tapi semenjak kejadian itu terjadi, kakak kelas tersebut tidak pernah merasa bersalah. Memang kakak kelas yang kejam. Siapa juga yang mau punya kakak kelas kayak gitu? Nah semenjak kejadian itu, toilet tersebut dikenal angker.

Dugg... Dugg... Dugg...
(Suara langkah kaki)

Ana mendengar suara langkah kaki dari kejauhan.
Siapa?, batin Ana.

Suara itu making jelas terdengar. Sepertinya bukan satu orang, tapi dua atau tiga orang. Dan benar saja dari kejauhan ada tiga siswa perempuan yang menuju arah Ana.
Itu kayaknya kakak kelas deh?, batin Ana.

Benar saja, ketiga kakak kelas itu menghampiri Ana yang sedang menunggu di luar toilet. Wajah para kakak kelas itu tampak marah, kesal, hingga terlihat mengepalkan kedua tangannya. Ana mengenal salah satu dari ketiga kakak kelas itu. Ya, dia bernama Mila. Mereka sekarang berhadapan dengan Ana.

"Heh, jangan so deh!" Mila meneriaki Ana.

"Maksudnya apa kak?" Ana masih terlihat bingung.

"Maksudnya apa? Ngaca deh kamu!" Lagi - lagi Mila meneriaki An. Ana masih terlihat bingung.

"Udahlah Mil, jelasin aja ke dia," ucap teman dibelakangnya bernama Naura, Mila meng-iyakan ucapan temannya itu.

"Iya Mil, biar dia gak so lagi!" lanjut satu temannya lagi bernama Fira.

Tangan Mila melayang menampar pipi Ana.

Plakk....

Tamparan yang begitu keras.

"Aww!" Ana memegang pipinya yang kesakitan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Kamu KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang