Part 9 - Be my wife and I'll be your man.

2.6K 138 9
                                    

Jarum jam serasa semakin cepat bergerak menurut Briana. Serta perjalanan menuju restoran tak seperti biasanya dilanda macet, ini bebas tanpa hambatan. Padahal di hari weekend dimana harusnya orang-orang akan keluar. Apakah Tuhan sekarang sedang mendukung pria itu, dimana lampu lalu lintas selalu hijau ketiga mobilnya lewat.

Briana tak habis pikir, menatap dari jendela lampu-lampu kota yang bersinar. Ia menerka-nerka akan seperti apa tiga jam yang akan dilewati bersama pria itu.
Ayahnya terlihat santai mengendarai mobil dan sesekali bersenandung lagu I can't stop falling in love with you.

Briana dan Javier memasuki restoran tempat ajakan makan malam. Sangat terlihat mewah dan nyaman. Briana melangkah memasuki restoran.

"Aku tidak perlu dipegang terus menerus, aku tidak akan jatuh sayang." Javier protes karena dari mereka turun mobil Briana menggandeng lengannya seperti cucu yang membantu kakeknya berjalan.

"Hahaha," tawa cantik Briana seketika muncul.

"You didn’t look like that."

"Dia di sana."

Seketika wajah Briana langsung tegang dan gugup.

"Kau sudah datang," sapa Javier.

"Ya,nice to meet you Javier and Jasmine."
Briana sedikit kaget karena lelaki yang barusan membalikkan badan tahu namanya. Terlihat dewasa dan gagah. Rambutnya sangat rapi ditambah setelan jasnya pas di badan. Sempurna.

"Briana," ia mengenalkan diri.

"Dustin," Briana tak bisa berkutik karena tatapan yang pria itu tunjukkan. Gelenyar panas dan geli secara bersamaan melingkupinya saat berjabat tangan. Dimana tangan besar dan kekar itu memeluk tangan lentik Jasmine dengan kuat. Tangan itu seperti menemukan pasangan.

Acara makan malam sedikit canggung, Dustin terus menatap Briana. Entah tatapan mau menerkam, atau tatapan emosi. Hal itu pula yang membuat pipi Briana memerah dan merona, dia malu sekaligus nervous.

Briana memutuskan untuk ke toilet guna menenangkan hati dan detakkan jantungnya yang keras.

"Tatapanmu terlalu tajam Dustin," Javier menasehati.

"Sorry, I'm not good about this." Dustin menurunkan bahunya yang sedari tadi kaku.

"Berusahalah, buat dia nyaman dan kau harus rileks."

"Dia Cantik hari ini."

Javier tersenyum," katakan langsung padanya, jangan padaku."

Dustin pun tersenyum tipis, dia sadar akan kesalahannya.

"Banyak-banyak lah tersenyum, dia akan suka."

"It's difficult." Dustin merasa tidak mudah untuk menebar senyum ke semua orang. Pada calon istrinya saja dia belum bisa dengan leluasa berbicara, bersikap apalagi tersenyum. Ia tidak bisa pura-pura dalam bersikap.

"Aku sangat menunggu ketika dia membuatmu tersenyum."

Wajah Dustin memang benar-benar datar, tidak ada ekspresi lain di wajah tampannya. Nada bicaranya juga sedikit kaku.

"Me too, I'm waiting for so long."

Lima menit kemudian Briana kembali, dia penasaran karena tidak melihat Javier duduk di hadapan Dustin. Mungkinkah ayahnya juga ke toilet?

"Dimana ayah?"

"Apa dia tidak mengatakannya padamu? Dia hanya mengantar sampai makan malam saja."

Briana langsung membuat duck face, tanpa dia sadari. Dan itu sukses membuat Dustin seketika terpana. Tanpa bisa dicegah ada aliran darah yang begitu deras menuju ke bawah, sengatan tiba-tiba yang membuatnya kaku.

Jasmine For Dustin [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang