Mausoleum Chapter Dua Puluh Dua: Seesaw

4.7K 578 95
                                    

Malam kian merangkak, menampilkan kelam yang menerbitkan binar bintang yang berkedip lucu dibentangan langit. Hiruk pikuk pesta yang dilakukan oleh keluarga Hyuga semakin meriah saja. Namun meskipun begitu, tak membuat Naruto mampu menikmati pesta meskipun barang sesaat.

Hanya karena satu hal yang membuatnya resah, yakni mata Hinata tak pernah berhenti memperhatikan Sasuke dari jauh.

Sweetheart,” bisik Naruto sambil menarik Hinata kian mendekat.

Gadis bermata perak yang tengah asik meneguk wine bersama rekan-rekannya menoleh, mengecup pipi Naruto sesaat sebelum menjawab, “Hm?”

“Kau punya waktu sebentar? Ada yang ingin kubicarakan.”

Hinata mengangkat tangan meminta waktu, dia berpamitan pada relasi bisnisnya lalu menarik Naruto untuk sedikit menyingkir dari keramaian.

“Quality time?” tanya Hinata dengan nada jenaka. Naruto tertawa manis, dia mengangguk rendah.

“Terserah kau ingin mengatakannya seperti apa.”

Hinata memanggil pelayan yang kebetulan lewat didekat mereka, meletakkan gelas minumannya diatas nakas yang dibawa si pelayan pria, kemudian menyuruh pria itu berlalu. Tangannya bergelayut manja dilengan Naruto.

Mata Hinata kembali menggait atensi untuk Naruto, bibirnya mengukir senyuman tipis. “Bagaimana kalau kita ke atap?”

“Kedengaran bagus,” jawab Naruto antusias. Meskipun hatinya berkata lain.

(***)

Hamparan kota yang membentang disepanjang tanah kota Nagoya terlihat kecil dari atas gedung lima belas lantai itu. Lampu-lampu gedung dan juga pertokoan yang mengisi pingiran jalan berkedip lucu. Terlihat seperti lampu-lampu yang berpendar.

Angin berhembus kuat, Hinata dan Naruto tengah duduk dipagar pembatas yang berada di rooftop. Menerbangkan rambut kelam panjang milik Hinata. Gadis yang mengenakan gaun dengan bahu terbuka itu terlihat kedinginan. Maka oleh sebab itu, Naruto berinisiatif membuka jasnya dan memberikannya pada Hinata.

Gadis bermata layaknya indigo itu tersenyum tulus, “Terima kasih.”

Naruto tersenyum manis, melangkah maju lalu menarik tubuh Hinata untuk tenggelam dalam dekapannya. Naruto menunduk menyamakan tingginya dengan gadis yang ia cintai, lalu menenggelamkan wajahnya diceruk leher Hinata, menghirup aroma lavender kesukaannya. Sesekali mengusap rambut panjang Hinata yang terurai.

“Hei, ada apa?” kekeh Hinata sambil membalas pelukan Naruto sama hangatnya.

“Aku mencintai mu, Hinata.” Naruto tak menghiraukan pertanyaan bingung Hinata. Dia malah melontarkan apa hal yang terus-terusan mengganjal dikepalanya.

“Aku tahu,” bisik Hinata lembut. Tangannya memeluk Naruto kian erat. Namun pria bermarga Uzumaki itu malah mengurainya.  Tangannya terulur untuk menyentuh pipi Hinata lembut.

“Apakah kau juga mencintai ku?”

Pertanyaan Naruto sontak membuat Hinata membeku. Matanya berubah kosong dalam seketika.  Dia hanya diam, tak membalas tatapan dalam dari sepasang manik biru yang terus memujanya.

Naruto hanya tersenyum kecut, dia kembali memeluk Hinata erat.  “Hm.  Tak apa. Mungkin sejak dulu, hanya aku yang begitu tergila-gila padamu. “

“Aku...” Hinata berusaha membela diri, setidaknya agar perasaan Naruto tak terlukai kian jauh. Namun Hinata tak menemukan kalimat yang tepat.    

“Ayo akhiri ini.” Sela Naruto cepat, membuat Hinata kian tercekat. Bahkan napasnya berubah menjadi begitu tersendat.

“Apa?”

Mausoleum [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang