Music: Wherever You Are piano vers by One Ok RockSakura berdiri di tengah-tengah pemakaman. Matanya terlihat mengerikan dengan kantung mata menghitam yang menghiasi, wajahnya pucat pasi, dan juga wajahnya terlihat lebih kurus dari kondisinya tiga minggu yang lalu.
Angin berhembus kencang, menerbangkan dedaunan dan juga awan mendung yang saling bergumul, berlomba menyembunyikan matahari yang berusaha meloloskan sinarnya diantara kumpulan awan hitam. Sakura tak berniat mengetatkan jaket yang tengah ia pakai, sekalipun ini penghujung musim gugur dan ditambah cuaca yang sering lebih dingin dari biasanya, Sakura tetap tak peduli.
Tiga minggu yang terasa panjang, membuat hatinya membeku dalam kutub es yang mustahil bisa cair dalam sekejap.
Dia berdiri di dua gundukan tanah yang masih terlihat baru, kelopak bunga mawar merah pun baru saja ditebar oleh Sakura. disebelah kiri, ada makam Naruto Uzumaki yang meninggal dalam pembunuhan, kasusnya belum terkuak dan masih diselidiki hingga kini. Sedangkan dikanan makam Naruto, ada makam...
Sakura memejamkan matanya yang berubah memanas dalam seketika. Dia mencengkram ujung jaketnya erat-erat. Bahkan menyebutkan namanya saja terasa susah bagi Sakura.
Apalagi menyuruh Sakura merelakan kepergiannya? Sakura berani bertaruh, dia butuh sekitar sepuluh tahun untuk mengembalikan kehidupan normalnya lagi.
Hidup normal, ya? Apakah sesosok sepertinya yang mengidap kelainan mental bisa dikatakan normal?
Ya, yang berada disamping kanan makam Naruto Uzumaki adalah makam sesosok Sasuke Uchiha. Sahabat yang akhirnya menyusul kematian Naruto dihari yang sama ketika Naruto dikebumikan. Sakura sengaja meletakkan makam kedua sahabat itu secara berdekatan, karena Sakura merasa, Sasuke pun tak akan keberatan dengan keputusannya yang satu ini.
“Bukankah ini suatu keajaiban, Sasuke? Ketika seorang pengidap thanatophobia akhirnya bisa mengunjungi pemakaman yang dipenuhi oleh orang mati?” Sakura berjongkok ditengah-tengah makam Sasuke dan Naruto. Dia menyentuh batu nisan yang baru dipasang itu dengan pelan, mengusapnya sejenak lalu tersenyum kecut.
“Kau tak mau memberikanku ucapan selamat atas kemajuan kesehatan mentalku ini, hm?”
Tak ada jawaban. Hanya ada desau angin yang terdengar, menerbangkan resah akan langit yang kian menggelap.
“Kau tetap saja kurangajar dan bersikap arogan seperti biasanya,” Sakura terkekeh pahit. Dia memeluk lututnya yang tertekuk, berbicara panjang lebar setiap harinya seperti ini, seolah-olah Sasuke masih dapat mendengarkannya.
Makam kedua orang tua Sakura juga berada tak jauh dari tempat dimana Sakura berada kini, Sakura juga sudah selesai mengunjungi orang tuanya. Kini, saatnya dia menyapa pria yang ia cintai. Pria yang kini sudah tertidur damai dalam istirahat yang panjang.
“Kau tak kesepian kan disana? Kalau boleh jujur, kau pasti senang, karena akhirnya bisa terbebas dari perempuan gila dan menyebalkan sepertiku.”
Sakura menggigit pipi dalamnya. Matanya memanas lagi. Namun dengan cepat dia menengadah, menatapi awan mendung yang berarak menuju ke timur. Angin yang berhembus kencang sedikit banyaknya bisa menerbangkan panas dimatanya.
Sakura kembali menjatuhkan pandangannya ke makam Sasuke, “Ini menyebalkan, Sasuke.” Sakura berdesis, bibirnya mengerucut sebal. “ketika aku bisa sedikit terbebas dari phobiaku, aku malah sendirian. Membuatku tak bisa merayakannya dengan seseorang. Sekedar informasi jika kau bertanya, Kak Sasori semakin sibuk ketika game VR yang dikembangkan oleh timnya akan segera diluncurkan.”
Sakura mengusap tanah merah yang sedikit basah, lalu mengukir senyum perih, “Aku selalu ditinggalkan sendirian. Ini menyebalkan, Sasuke.”
Hujan mulai turun rintik-rintik. Gerimis mulai jatuh satu –dua mengenai wajah Sakura. Namun dia masih tetap tak peduli, dia sedang rindu ingin bericara dengan Sasuke.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mausoleum [✔]
FanfictionSakura pikir, Sasuke itu seperti lautan malam yang menenggelamkan dan punya banyak sisi yang tak terungkapkan. Membuat Sakura tanpa berpikir dua kali, tak ingin memiliki hubungan apapun dengan Sasuke, apalagi sesuatu yang melibatkan perasaan. Namun...