Prolog: Cewek Ini dan Cowok Itu

40K 2.2K 230
                                    

"Ayo, ayo SMA CiNus, CiNus!"

Suara nyaring kondektur bus kota berbarengan dengan langkah anak-anak sekolah yang menunggu di halte. Mereka masuk ke bus yang trayeknya menuju ke sekolah mereka.

Tidak terkecuali Farah.

Bus hampir penuh. Farah segera menghambur ke arah tempat duduk dekat jendela di barisan tengah.

Seketika saja suara riuh anak-anak berseragam khas sekolah swasta memenuhi bus yang mulai berjalan lagi. Membicarakan PR, tugas, gebetan, curhatan sambil lalu maupun serius, acara televisi, dan lainnya.

Terkesan berisik, memang. Tapi tidak ada yang terganggu. Sepertinya penumpang laun sudah biasa.

Namun dari sekian murid SMA CiNus---singkatan dari Citra Nusa--- Farah adalah sosok yang anteng. Dia tidak berisik seperti yang lain. Diamnya pun bukan karena memegang gadget.

Farah lebih menyukai melamun sambil memandang keluar jendela. Pikirannya bisa kemana-mana atau bahkan tidak ada apapun dalam kepalanya.

Sejujurnya, Farah bukannya menyukai kesendirian ini.

Dia hanya.... Tidak ada yang mengajaknya untuk berisik. Bukan berarti Farah tidak terkenal, justru dia terkenal sekali.

Dalam artian yang kurang menyenangkan, sih.

"Eh, gadis poni." Celetuk salah siswa Citra Nusa, nyaris berbisik ke temannya.

"Duh, ngapain masih dibahas sih? Gue udah tahu."

"Ya jarang kali kita satu bus sama dia. Dia kan hampir tiap hari telat. Tumben dia bisa berangkat pagi."

"Anggap aja hari ini ada keajaiban alam."

Siswa itu terpekur sejenak, agak menikmati membicarakan Farah di dekat objeknya langsung.

"Nggak ah. Nggak ada keajaiban alam. Lihat aja penampilan dia. Tetep mirip Sadako* . Duh gemes gue sama poninya, pengen gue gunting!" Lalu dia berbisik lagi "dia manusia paling buta mode yang gue tahu."

Kali ini temannya tidak menukas. Tampaknya ia setuju.

Farah bukannya tidak tahu.

Dipandang aneh dan dijadikan bahan ghibah dia sudah biasa. Saking anehnya, Farah sampai-sampai sudah dianggap biasa di kelasnya. Lebih tepatnya dianggap tidak nampak.

Bukan keinginan Farah untuk itu.

Farah hanya kurang pandai berinteraksi. Entahlah mungkin karena takut atau karena topik yang ia bicarakan kurang menarik, jadinya orang sering acuh tak acuh kepadanya.

Lelah diabaikan, akhirnya Farah membangun tembok diri. Ia membatasi berinteraksi dengan orang. Ia menolak berbicara dengan intens. Bersikap dingin, menghindari kegiatan sekolah yang berbau mengakrabkan diri, bahkan dia tidak ikut ekstra apapun di sekolah.

Diabaikan itu tidak enak, apalagi jika itu diluar keinginanmu.

Hinnga efeknya juga berimbas pada penampilannya;

Rambut yang tidak tersisir rapi, diikat ala kadarnya dengan karet sayur---karet warna-warni untuk bungkus nasi, dengan poni menjuntai hingga lipatan mata.

Berkacamata minus dua dengan bingkai yang tidak sesuai bentuk wajah sehingga terlihat aneh dan seperti ada yang salah dengan wajahnya.

Seragam yang tidak termodifikasi agar sesuai dengan postur( dan jarang sekali terlihat rapi, seperti sehabis dijemur tapi tidak disetrika) yang kadang dia tutupi dengan jaket usang kebesaran yang tampak mengenaskan di tubuh mungilnya.

HelianthusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang