[12] Melted

55.4K 4.2K 500
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

“I love you more than you know about this feelings.”

Mata Ara membulat kearah wajah Ravin yang sudah penuh dengan mocca-latte karena dirinya. Sontak Ara mengambil tissue dan membersihkan wajah Ravin. “Sorry, gue nggak sengaja.”

Ravin menatap wajah Ara yang kini tak jauh dari wajahnya. Ravin tersenyum senang menatap Ara. “Sengaja juga nggak papa kok.”

“Babang Ravin ikhlas kalo Ara yang nyembur.”

“Apalagi, Babang Ravin sekarang jadi bisa ngeliat bidadari tak bersayap Babang sedeket ini,” lanjut Ravin dengan senyumnya yang mengerikan.
Setelah sadar jika dirinya memang berjarak terlalu dekat dengan Ravin, Ara kembali pada posisi duduk semulanya lalu melempar tissue itu ke wajah Ravin. “Lo beneran sakit jiwa ya?”

“Lo itu gila apa sawan sih?” tanya Ara seraya melemparkan tatapan tajamnya pada Ravin.

Bukannya kesal, Ravin malah tertawa renyah seraya terus menatap Ara secara intens. “Ara tau nggak?”

Ara menatap Ravin malas, tetapi anehnya mengapa ia malah menunggu apa yang akan Ravin katakan selanjutnya?

Ravin tersenyum hangat seraya mendekatkan wajahnya dengan wajah Ara. “Lo tuh tambah cantik kalo lagi jutek.”

Entah mengapa senyuman Ravin kali ini terasa sangat berbeda dari sebelumnya. Senyuman itu terasa begitu menghangatkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi tatapan mata Ravin kali ini tampak begitu teduh.

“Ra,” panggil Ravin lagi.

Ara menoleh malas. “Apaan sih?”

Ravin lagi-lagi tersenyum seperti itu dan menatap Ara dengan tatapan itu lagi. “Babang Ravin selalu sayang sama Ara.”

“Walaupun Babang Ravin tau kalo sekarang Ara belum suka sama Babang Ravin.”

”Tapi Babang Ravin yakin kok, suatu hari nanti Ara pasti bakalan klepek-klepek sama Babang Ravin.”

Ara mendesis kesal. “Kenapa harus gue?”

“Maksud Ara?” tanya Ravin dengan dahinya yang tampak berkerut.

“Ya kenapa lo harus suka sama gue?”

“Padahal bukannya banyak cewek yang suka sama lo?”

“Kalo lo bilang gue cantik, mereka bahkan jauh lebih cantik dari gue.”

“Jadi mendingan lo jauh-jauh dari gue,” tegas Ara.

Namun yang Ravin lakukan adalah tertawa seraya terus menatap Ara seakan tak ingin melepaskan gadis itu dari pandangannya. “Kok Ara tau banyak yang suka sama Babang Ravin?”

“Kalo gitu, berarti Ara merhatiin Babang Ravin dong?” tanya Ravin seraya menaikkan satu alisnya.

“Nggak usah kegeeran!” jawab Ara ketus.

“Mending sekarang kita balik ke sekolah, motor gue masih disana!”

Ravin terkekeh kecil. “Ah, Ara malu-malu gitu deh.”

“Kalo beneran merhatiin juga nggak papa kok, Ra.”

Ara mendengus kesal. “Cepetan, gue mau balik!”

“Ara calon pacarku yang cantik, kalo kita balik ke sekolah yang ada kita di telen hidup-hidup sama Pak Handoko. Emangnya Ara mau kehilangan Babang Ravin yang tampan ini?”

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang