[21] Am I Wrong?

45K 3.6K 658
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

Menurutmu, apakah ada orang yang tetap bahagia ketika ia mengorbankan kebahagiaannya?

Setelah itu, Ravin dan Chiko bertengkar. Ravin yang tak terima Chiko mengatakan yang macam-macam tentang Ara pun menghantam tubuh Chiko dengan kuat. Chiko yang tak mau kalah pun membalasnya sehingga mereka kembali bertengkar dan membuat SMA Melodi heboh.

Untungnya, ada Pak Dhirga dan Pak Handoko yang memisahkan mereka lalu membawa mereka ke ruang kesiswaan. Ara pun diikut sertakan karena secara tidak langsung dirinya lah yang menjadi alasan dari kekacauan ini, meskipun dirinya sama sekali tidak mau ini terjadi.

Dan pada akhirnya, nasib Ravin berujung dengan harus membersihkan seluruh toilet di SMA Melodi dari jam istirahat hingga jam pulang sekolah.

Selesai membersihkan seluruh toilet sekolah, Ravin kembali ke ruang musik untuk sejenak mengistirahatkan dirinya sendiri seraya memainkan Sweety—piano kesayangannya.

Namun Ravin masih bertanya-tanya, benarkah ada yang merencanakan bubarnya Frappucino? Dan apa mungkin teman-teman Ara pelakunya? Namun jika bukan, siapa yang merencanakan semuanya?

Jemari Ravin berhenti memainkan pianonya ketika seorang gadis yang tak asing baginya berdiri di ambang pintu ruang musik seraya menatapnya dengan tatapan tajam. Setelah itu, gadis itu masuk ke dalam tanpa melepaskan tatapan tajam itu.

“Ara?”

“Kenapa Ara kesini? Ara pasti kangen ya sama Babang Ravin?” tanya Ravin dengan percaya dirinya.

Ara menghela napas berat. “Harusnya gue yang nanya, ngapain sih lo berantem lagi sama Chiko?”

“Udah berapa kali gue bilang, gue nggak suka ada orang yang ikut campur urusan gue!” sentak Ara dengan tatapan mengintimidasi.

Ravin menatap Ara dengan tatapan teduh. “Ra, berapa kali sih Babang Ravin bilang kalo nggak boleh ada satu orang pun yang nyakitin Ara?”

“Tadi Babang Ravin denger kalo mereka mau bikin band lagi tapi tanpa Ara. Itu namanya mereka mau manfaatin Ara, ‘kan?”

“Chiko juga ngomong yang nggak-nggak tentang Ara. Walaupun Babang Ravin gagal jadi bintang iklan popok bayi, tapi Babang Ravin tetep nggak terima kalo Ara digituin!”

Mata Ara terlihat menatap Ravin semakin tajam. “Emang lo pikir lo itu siapa sih?”

“Lo punya hak apa buat ngurusin hidup gue?” tanya Ara dengan tak melepaskan Ravin dari tatapannya.

Ravin terdiam sejenak. Jika dilihat dari raut wajahnya, Ara memang terlihat sangat marah. Apakah dirinya salah karena terlalu mengurusi hidup Ara?

Apakah dirinya salah karena tak ingin melihat orang yang ia cintai terluka?

“Jangan pikir, karena belakangan ini gue udah nganggep lo jadi temen gue. Lo jadi seenaknya, Vin,” lanjut Ara.

Teman? Mungkin memang itu status yang sudah lebih cukup untuk Ravin. Harusnya ia sadar diri, jika dirinya hanyalah seorang penggemar yang mengidolakan idolanya. Harusnya ia sadar diri, ia tak mungkin memiliki posisi didalam hati Ara.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang