[17] Looking at Stars

44.5K 3.8K 384
                                    

Aku sadar jika aku sama sekali tidak memiliki posisi di dalam hatimu.

Ravin tertawa lalu berjalan mendekati piano dan duduk di kursi yang ada di depan piano. Ara pun mengikuti langkah Ravin.  “Jadi, sekarang kalian maunya nyanyi apa?”

“Bintang kecil, Kak!” seru Heru dengan begitu semangat.

“Oke, nyanyi bareng-bareng ya!”

“Nanti yang nyanyinya paling semangat, Kak Ravin kasih hadiah deh. Mau?”

“Mau!”

Ravin tersenyum hangat kearah Ara lalu mulai menghasilkan nada-nada yang indah dari pianonya. Kini semuanya bernyanyi lagu bintang kecil dengan sangat bahagia. Begitu juga dengan Ara. Mata Ravin menatap lekat sosok yang kini terlihat sangat bahagia.

“Bintang kecil di langit yang biru, amat banyak menghias angkasa.”

Aku sadar jika aku sama sekali tidak memiliki posisi di dalam hatimu.

Namun izinkan aku untuk menghiasi harimu dan membuat senyuman manismu itu selalu terukir.

“Aku ingin terbang dan menari, jauh tinggi ke tempat kau berada.”

Mata Ara pun menatap balik mata yang sudah menatapnya terlebih dahulu.

Ravin mengambil kantung plastik yang ia bawa dari bagasi mobilnya, ternyata isi dari plastik itu adalah mainan-mainan untuk dibagikan kepada anak-anak yang ada di Rumah Singgah Harapan. “Karena nyanyinya bagus semua, kalian semua boleh ambil mainannya!”

“Asyik!” Mereka berkumpul untuk mengambil mainan-mainan itu. Mungkin bagi kalian hanya mainan, namun bagi Ravin yang kalian katakan hanya sekadar mainan itu dapat menjadi sesuatu yang berharga untuk mereka.

“Jangan berebut ya, semuanya dapet kok!”

Ara tersenyum tipis, sangat tipis bahkan mungkin tidak akan ada yang menyadarinya. Entah mengapa, ia seperti melihat sisi lain dari Ravin yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Entah mengapa manusia gila seperti Ravin bisa memiliki hati sebaik dan setulus ini.

Selesai membagikan mainan, Ara dan Ravin keluar dari rumah singgah itu lalu duduk diatas mobil Ravin. Ravin mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik yang ia bawa kembali, ternyata di dalamnya masih ada sesuatu.

Ara mengerutkan dahinya ketika melihat benda itu. “Mainannya ketinggalan? Biar gue yang kasih ke dalem ya?”

Ravin tertawa seraya menggeleng. “Nggak usah, ini buat Ara.”

Ara semakin bingung.

“Teropong?”

Untuk apa Ravin memberikannya teropong?

Ravin menganggukan kepalanya. “Iyalah, Ra. Masa karung beras sih? Emangnya Babang Ravin mau ngajak Ara main balap karung? Babang Ravin juga nggak mau ngajak Ara balap lari sama Om Pocong.”

“Ngomong apaan sih lo? Emangnya gue anak kecil yang suka main teropong? Hah?” tanya Ara.

“Ra, teropong ini banyak manfaatnya loh.”

“Nih ya.” Ravin menyipitkan satu matanya seraya mengarahkan teropong itu kearah wajah Ara.

“Teropong tuh bisa bikin Babang Ravin ngeliat lobang idung Ara lebih deket.”

Ara menatap Ravin kesal. Namun Ravin justru tertawa hangat. Setelah itu, Ravin mengarahkan teropong itu kearah mata Ara. Sehingga ia benar-benar menatap mata Ara dari dekat.

“Teropong juga bisa bikin gue ngeliat mata lo sedeket ini, Ra.”

“Mata terindah yang pernah gue liat.”

“Mata yang selalu berhasil bikin gue jatuh cinta,” ujar Ravin lalu menjauhkan teropong itu dari wajah Ara. Setelah itu, Ravin kembali tersenyum hangat.

Ara tertawa seraya mendorong tubuh Ravin. “Lebay banget lo!”

Ravin tertawa namun tak lama Ravin menghela napas berat lalu mengarahkan teropong itu kearah langit. “Teropong juga bisa bikin kita ngeliat bintang sedeket ini.”

“Ara mau liat?” tanya Ravin. Ara mengangguk lalu mengambil teropong itu dan menatap bintang-bintang yang bertaburan diatas langit sana.

“Ara suka lihat bintang?”

Ara mengangguk. “Suka, suka banget!”

“Gue sering banget liat bintang sama nyokap bokap gue.”

Ravin tersenyum, apakah ia tak salah dengar? Ara berbicara sepanjang itu padanya? Apakah kupingnya baik-baik saja?

“Tapi lo tau nggak, pasti setiap gue lagi bareng-bareng sama nyokap bokap gue pasti nyokap gue ngambek sama bokap gara-gara mereka berebutan teropong. Soalnya bokap gue itu iseng banget, kayaknya nggak bisa deh sehari ngeliat nyokap gue tenang!”

Ara kembali tertawa. “Ya walaupun akhirnya mereka baikan lagi. Gue nggak ngerti kenapa mereka lucu banget, bahkan sampe sekarang udah punya anak segede gue mereka masih gemesin banget kayak orang pacaran.”

Ara menatap langit malam seraya menghela napas. “Kayaknya, kisah mereka bahagia banget ya.”

Ara menoleh kearah Ravin. Mengapa sedari tadi lelaki itu diam saja? Padahal biasanya, Ravin tak pernah berhenti bicara walaupun Ara sudah memintanya untuk diam.

Raut wajah Ravin pun tampak terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Mata Ravin seakan memancarkan kesedihan.

“Lo kenapa sih diem aja? Sawan ya?” tanya Ara yang membuat Ravin tersadar dari lamunannya.

“Hah?”

“Iya, kayaknya keluarga lo bahagia banget ya, Ra?”

Ara menatap Ravin bingung. Sebenarnya apa yang terjadi pada Ravin? Apakah ia tengah memendam sesuatu dibalik sifat periangnya yang seakan tak memiliki beban sama sekali?

Katanya, ada yang mencoba menutup lukanya rapat-rapat dengan terus menunjukkan kebahagiaan di wajahnya.

“Gue salah ngomong ya?” tanya Ara bingung.

Ravin menggelengkan kepalanya. “Nggak kok, Ara nggak salah. Ara nggak inget pasal yang dibikin sama cewek-cewek?”

“Pasal satu, cewek nggak pernah salah. Pasal dua, jika cewek salah maka kembali ke pasal satu,” jawab Ravin seraya tertawa.

“Ara tau ‘kan?”

Namun Ara tak percaya dengan suara tawa itu, karena sekuat apapun manusia menutupi kebohongannya tetapi mata tak akan pernah bisa berbohong. Mata Ravin masih menunjukkan jika lelaki itu tengah bersedih.

“Vin, are you okay?” tanya Ara penasaran.

Ravin mengangguk. “Iya dong, Babang Ravin baik-baik aja kok. Apalagi sekarang disamping Babang Ravin ada bidadari tak bersayap yang lagi perhatian sama Babang Ravin.”

“Babang Ravin seneng banget!”

Ara menatap mata Ravin dalam-dalam. “Serius?”

“Kalo lo mau, lo bisa kok cerita ke gue.”

Ravin tersenyum menatap Ara. “Kenapa lo peduli sama gue?”

Ara menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia sendiri juga tak mengerti apa alasannya.

Sebenarnya, apa yang Ravin sembunyikan? Lalu mengapa juga Ara harus peduli pada Ravin?

TBC

Author Note:
Bener nggak sih kalo yang diluar keliatan bahagia banget, nyatanya dia lagi nutupin kalo sebenernya dia rapuh? Thanks for reading ❤

Alya Ranti

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang