[23] Broken Pieces

41.7K 3.4K 518
                                    

“Benar ya, semuanya pasti akan berubah. Bahkan ketika kau tak menginginkan sesuatu itu untuk berubah.”

Keesokan harinya, suara menggelegar terdengar dari depan kelas XI IPS 1. Sosok berkumis dengan badan tegap kini tengah berdiri disana membuat seisi kelas XI IPS 1 terdiam menatap sosok itu. Kecuali Ara yang masih saja asyik mendengarkan lagu kesayangannya.

“Dimana Ara?”

“Dimana Davira Amanda?”

Siapa lagi sosok itu jika bukan Pak Dhirga? Ia mencari-cari sosok Ara, namun sepertinya Ara tak terlihat karena Ara duduk di bangku yang terletak di pojok belakang kelas.

Lovita menyenggol tangan Ara perlahan. “Ra.”

Ara hanya menoleh kearah Lovita dengan tatapan penuh tanya lalu kembali menatap layar ponselnya.

“Ra.” Lovita kembali menyenggol bahu Ara.

“Apa sih, Lov?” tanya Ara seraya melepas earphone yang melekat ditelinganya. Lovita mengarahkan pandangannya kearah Pak Dhirga sehingga Ara mengikuti arah pandangan Lovita.

“Dimana Davira Amanda?” ulang Pak Dhirga lagi.

Secara spontan, Ara mengangkat satu tangannya. “Saya!”

“Kamu ini, bisa denger nggak sih?”

“Kuping kamu digadein apa gimana?” tanya Pak Dhirga.

“Ayo ikut saya!” suruh Pak Dhirga. Ara mengangguk lalu beranjak mengikuti langkah Pak Dhirga.

Langkah Pak Dhirga ternyata berhenti di ruang OSIS.

“Kamu ini nggak sadar kalau pensi sekolah kita akan semakin dekat? Gimana persiapan kamu sama anak kecebong itu?”

Ara menatap Pak Dhirga. “Belum ada persiapan, Pak.”

Mata Pak Dhirga membulat penuh kearah Ara. “Belum ada persiapan? Kamu ini gimana sih, Ra?”

“Pokoknya saya nggak mau tau, hari ini juga kamu harus mempersiapkan semuanya atau kamu harus siap kalo kamu nggak naik kelas!”

Ara menghela napas berat. “Iya, Pak.”

Setelah itu Ara kembali ke kelasnya dengan tatapan penuh pertanyaan. Lovita menatap Ara bingung. “Kenapa, Ra?”

“Pak Dhirga nyuruh gue buat cepet-cepet nyiapin semuanya sama Ravin buat ngisi pensi tahun ini.”

“Terus kenapa lo bingung gitu?”

“Tenang aja kali, Ra. Babang Ravin lo itu pasti selalu ada buat lo kok!”

“Dia pasti siap ngelakuin apapun buat lo, apalagi cuma nemenin lo buat ngisi pensi. Babang Ravin lo itu kan sayang banget sama lo!”

“Iya, ‘kan?” tanya Lovita seraya menyenggol bahu Ara.

Ara berdecak kesal. “Ngaco lo ah!”

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang