Praktik Kerja Lapangan.Akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah didepan mata. Kelas penuh dengan kerusuhan. Bagaimana mereka panik jika penampilan mereka buruk atau cara berjalan mereka. Yah, memang se-lebay itu anak perempuan. Dan rasanya aku ingin segera keluar dari kelas ini, berharap guru memanggil kami untuk upacara pemberangkatan. Tapi apalah daya, upacara masih tiga puluh menit lagi.
“Ri tolong benerin jilbabku.”
“Ri bajuku sudah rapih belum?”
“Ri tolong pasang pinku.”
“Ari make up-ku natural tidak?”Dan masih banyak lagi yang membuatku memutarkan kedua netra matanya. Aku hanya duduk melihat mereka yang sibuk mengurusi penampilan mereka. Memang, bagi kami penilaian penampilan pada pertama datang dari perusahaan sangat berharga.
Setidaknya minimal jika penampilan rapih maka kerjanya akan rapih. Itu yang guru kami nasihatkan. Perusahaan tidak ingin karyawannya terlihat kotor atau tidak rapih bahkan untuk siswa magang seperti kami. Tapi bagiku tidak usah serepot itu.
Aku merasa penampilanku sudah rapih dan ketika bertanya kepada Nisapun katanya penampilanku sudah rapih. Jadi, ya sudah tidak ada yang perlu aku repotkan seperti teman-temanku itu. Hanya beberapa yang diam seperti aku dan Nisa. Beberapa dari mereka juga membantu penampilan temannya.
“Ri nanti tiga bulankan tidak bertemu dengan dia, lalu kamu bagaimana?”
Decakanku terdengar, Nisa itu apa tidak bisa memberi tanda dahulu kalau ingin bertanya. “Memang apa yang perlu dikhawatirkan? Dia bukan siapa-siapa aku Nis.” Ketusku akhirnya keluar. “Ya siapa tahu kamu merindukannya, kan tidak bisa memandangnya seperti di sini.”
“Syukurlah kalau gitu, dosaku setidaknya tidak bertambah banyak begitu cepat karena berhenti memandangnya tiga bulan.”
Aku kemudian pergi ke Lapangan, karena sudah dipanggil oleh guru. Sebelum itu aku masih mendengar ucapan Nisa yang mengatakan seolah-olah apakah aku kuat tidak memandangnya sebegitu lama. Menyebalkan.
Upacara pelepasan kami sudah dilaksanakan, hanya sedikit lama pada saat Kepala Sekolah memberikan wejangan tentang attitude, action, kedisiplinan dan kinerja kami. Setelah upacara kami diantarkan oleh pembimbing, setiap Perusahaan atau Lembaga atau Dinas berisi setidaknya empat orang dari Sekolah kami dengan berbeda jurusan.
Sedikit menyebalkan saat tadi upacara, aku bersebelahan dengan Bagja. Untung saja aku dan Nisa bertukar tempat, padahal jelas sekali aku berdiri di depan untuk menghindarinya. Tapi ternyata dia berdiri di depan.
📎📎📎📎📎
Selama masa PKL hatinya cukup tenang, tak ada gelisah yang sering bertamu. Tak ada jantung yang berdetak dengan nada begitu cepat. Tak ada pikiran yang melayang entah kemana arahnya. Tak ada yang namanya tersesat tak menemukan jalan pulang.
Hidupnya begitu tenang, melakukan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Bidang Administrasi, jabatan tertinggi dijurusannya ialah nantinya menjadi seorang Sekretaris dan itu menjadi salah satu mimpinya. PKL menjadi batu loncatan juga teropong bagaimana ia akan bekerja nanti.
Syukur alhamdulillah ia mendapatkan nilai akhir dari Perusahaan tempatnya PKL sebesar 93, sudah termasuk rata-rata. Dan itu baginya pencapaian tinggi, tak sia-sia pekerjaannya. Ia mengikuti lembur membantu pegawai disana, pulang selalu sore. Tak jarang ia juga diberi uang jajan dari pegawai sana karena membantunya, meski acap kali ia tolak karena ia melakukannya bukan untuk uang tapi untuk sebuah pengalaman.
Kemarin ia telah melakukan presentasi, menjelaskan bagaimana pekerjaan di sana, bagaimana sistem kerja di sana. Jika diperkuliahan ada sidang skripsi, maka di Sekolah Kejuruan ada sidang PKL. Itu menegangkan, alhamdulillahnya ia melakukan dengan baik juga mendapatkan nilai yang lumayan besar.
Hari ini belajar masih dibebaskan, mengingat masih dalam suasana Kerja Lapangan. Ari, Nisa dan Bila juga yang lainnya tengah berada di kelas, menonton film horor tepatnya. Sebenarnya Ari tak ingin menonton, ia tak terlalu suka dengan genre itu lebih baik menonton film zombie. Tapi karena Nisa dan Bila menonton, ia jadi ikutan berkumpul padahal mereka juga tak berani. Yang Ari lakukan hanya membalas pesan, untuk mengalihkan jumpscare juga.
Ari_
Jmkos?Dhuha Azzami W
Hm, guru ada acara
Bca novel sna biar
ktemu kmbrn gue:vAri_
Y in,-Dhuha Azzami W
Wkwk
Gue maen game
ByAri terkekeh ia kemudian menoleh saat namanya dipanggil, “kantin kuy,” ia mengangguk. Berjalan beriringan seperti biasa. “Kamu masih?” Ari mengerti pertanyaan Nisa itu, ia hanya mengangguk.
“Ku kira sudah tidak, kamu yang bilang di Perusahaan kamu sibuk bekerja,”
Yah, Ari tahu Nisa masih sering menanyakan apakah ia masih berbalas pesan dengan Dhuha. Ia pula bukan anak polos yang tak mengerti apa maksud Nisa setiap menanyakan itu. Ia tahu Nisa hanya memperingatinya. Ia berusaha, tapi dibalik itu semua, ia juga tahu semakin berputarnya waktu, ia sudah berlari terlalu jauh dan susah untuk kembali ataupun berhenti. Yang ia bisa lakukan hanyalah memelankan temponya.
“Malamnya, sebentar.”
Nisa mengangguk, ia begitu memahami Ari. “Ingat sedikit-sedikit jadi bukit, sebentar-sebentar jadi lama. Jangan terlalu jauh.” Ari hanya bisa menghela napas, lalu mengangguk.
“Ri lihat depan,” tepat setelah melihat ke arah yang Bila suruh netranya bertubrukan dengan mata elang yang selalu membuatnya tersesat. Ari merutuk dalam hati, kenapa harus berpapasan di koridor sih. Susah untuk menghindar pula. Ini kali pertama ia kembali melihat mukanya sejak tiga bulan yang lalu.
Ari memutuskan kontak mata, ia tetap berjalan seolah tidak melihat apa-apa. Jalannya cepat begitu juga teman-temannya, karena memang ia orang yang memiliki kecepatan jalan lebih dari teman-temannya. Nisa pula kadang sering mengeluh karena Ari jalan terlalu cepat, tapi memang seperti itu cara jalannya.
Ari tak menengok ke belakang atau menurunkan kecepatan jalannya. Tak ada yang berbeda memang dari luar, tapi dari dalam ritme jantungnya tengah tak biasa.
Sekembalinya mereka dari Kantin dengan membawa jajanan mereka. Terkecuali Ari, ia sedang menjalankan sunnah Senin-Kamis. Parahnya ia diusir karena mereka takut membuat pikiran Ari beralih kepada makanan dan mereka yang mendapat dosanya. Padahal Ari sudah biasa, biasanya ia juga ikut bergabung saat mereka makan karena mereka tidak tahu. Tapi karena puasa hari ini mereka tahu, memang seperti itu reaksi mereka.
Alunan shalawat terputar hanya ditelinganya. Lebih menenangkan sebenarnya, tapi ia masih belum bisa melepaskan semua musik yang menarik hatinya. Proses peralihan memang sulit. Tapi nantinya ia percaya, istiqamah-nya akan terbayar kelak.
Ia membaca novel yang memang tadi sempat ia bawa di tasnya namun tak lama ia tutup kembali. Pikirannya tak fokus, entah mengelana kemana ia pun tak tahu. Sejak pandangannya bertemu dengan Bagja, seketika itu pula pikirannya tertuju pada cuplikan video siraman hati. Akun media sosialnya yang bergambar ungu itu memang mengikuti akun-akun tentang agama sejak lama.
Tentang bagaimana seharusnya seorang wanita menjaga pandangannya, menjaga kemaluannya, menutup dadanya dengan kain kerudung. Surat An-Nur ayat 31 tepatnya, bagaimana Allah menjaga seorang wanita. Cara Allah yang begitu indah menjaga kehormatan wanita. Yang kadang membuat ia menangis karena ia belum bisa seperti itu. Sepenuhnya hatinya masih terkuasai nafsu. Bukan ia tak sayang dirinya, keinginannya juga begitu kuat. Tapi berperang dengan nafsu pula tak bisa dikatakan mudah.
Ia sadar, sebagai seorang wanita ia tak pantas menyisakan hatinya untuk laki-laki. Apalagi sekarang ia sudah terlalu jauh, membagi hatinya untuk dua laki-laki. Tak ada niatan untuk mendekatkan diri memang, tapi dengan Dhuha ia menjadi lebih bebas, dengan melihat Bagja ia bagai melihat dunia.
Sangat susah membuat hatinya melupakan kedua nama itu. Yang ia bisa hanya berdoa, semoga nantinya ia bisa menjadi wanita yang menjaga hatinya, kehormatannya, dan lebih mencintai dirinya sendiri.
—————
Publikasi : 22 Juli 2019
Revisi : 30 Januari 2020- Arrif -
—————
KAMU SEDANG MEMBACA
Menemukan Cinta Allah [END]
Spiritual[PART MASIH LENGKAP] *Fiksi Remaja Highest Rank #15 - pengagumrahasia (06 Agust 2019) #10 - pengagumrahasia (01 Sep 2019) Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32 : وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَاحِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا wa...