Akhir Dari Singkatnya Sebuah Kisah

410 27 6
                                    


  Pada akhirnya manusia dipertemukan kemudian dipisahkan dengan caranya masing-masing. Tak ada yang bisa menerka bagaimananya pilunya berpisah dengan manusia terkasih. Meskipun takdir memisahkan secara baik-baik atau sebegitu kejamnya.

Ada beberapa jenis kisah romantis yang memiliki penghujung kisah menarik sampai tersimpan rapih di ruang tersendiri dalam hati. Bersatu sampai maut memisahkan, bersatu dengan rentan waktu yang sebentar lalu berpisah dengan berbagai cara. Atau bahkan tanpa bersatupun sejak awal mereka memang tak pernah bersatu.

Dipenghujung sekolah, pada akhirnya aku sadar akan suatu hal. Bahwa sebenarnya, rasa ini sejak awal tidak seharusnya aku simpan dalam ruang tersendiri. Pahit memang, tapi yang lebih pahit ialah ketika Allah sudah tak menyayangi kita dengan memberi kita kebahagian sampai membuat kita lupa bahwa Allah sedang merindukan kita.

Lewat kisah ini, aku mengetahui bahwa tak selamanya kisah-kisah cinta akan bertemu lalu berpisah atau seterusnya bersatu. Karena aku ialah salah satu dari sekian manusia yang memiliki rasa cinta tanpa pernah Allah satukan bahkan pertemukan.

Menangisi seorang laki-laki bukan mahram kitapun tidak patut, dosa. Seharusnya kita menangisi dosa yang sudah melambung tinggi tak terhitung. Selain itu, janjiku kepada Abi tak bisa aku ingkari begitu saja. Bagaimana bisa aku tega menangisi seseorang yang bahkan entah Allah takdirkan untuk ku atau tidak. Bagaimana aku bisa setega itu menangisi orang yang bahkan mengenalku tak setengahnya dari umur hidup.

Dan pada akhirnya tak ada yang namanya pertemuan berakhir menjadi sebuah kisah bersatunya dua insan. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk bisa memendam sebuah rasa. Entah seberapa dosa yang sudah aku kumpulkan hanya dengan menyimpan namanya di dalam hati tanpa seizin Sang Maha Pembulak-balik hati.

Bukan sekedar satu menit atau dua menit ku fikirkan hal ini. Banyak istigfar ku ucapkan, betapa bodohnya hati ini berbuat zina seenaknya. Menyimpan sebuah nama yang bahkan bukan mahramnya.

Aku ingin Allah mencintai ku. Aku tak ingin mencintai makhluk Allah melebihi cintaku pada Allah. Sebuah ketidakpantasan bagi manusia dengan segunung dosa sepertiku.

Pada akhirnya keputusanku sudah semakin bulat setiap malamnya. Lewat sujudku kepada Allah, aku meminta sebuah kekuatan, keikhlasan dan keistiqomahan dalam menjalani keputusan ku ini.

Menapaki negara yang jauh dari tanah kelahiranku sudah menjadi awal dari niat ku. Mencari ilmu di Negara Pendidikan Islam yang sudah mendunia menjadi keputusan ku. Sisi  lainnya ini menjadi media agar aku melupakan rasa yang salah ini dan menemukan kecintaan Allah terhadap hamba-Nya seperti ku.

Sudah ku ikhlaskan diriku sendiri agar dapat melupakan rasa yang tak Allah ridhoi. Bila ia memang jodohku, maka Allah akan mempertemukan kami dengan berbagai cara-Nya yang indah.

Seperti ketika Nabi Yusuf A.S dan Zulaikha. Tidak akan Allah datangkan dirinya tanpa do'a. Ketika yang dikejar akan lari, maka yang dido'akan in sya Allah akan datang dengan sendiri.

Kesekian

Berjuta untaian kata ini tersirat. Untuk kesekian, pedih menjadi titah air mata untuk membudah. Untuk kesekian pilu mendera menenggelamkan jiwa dalam gelap. Untuk kesekian hampa menjadi sosok yang paling sering muncul.

Genggam erat akan hati terlepas. Berlari menjauh terhadap warna riang dalam kalbu. Meninggalkan jejak hitam legam tak pudar pada hati. Jiwa yang terpuruk rapuh, membusuk dalam ruang hampa tak berujung.

Dengan sekenanya kamu pergi meninggalkan luka. Membuat jagatku terkurung dalam amarah. Benci karena semesta masih mendukung dirimu yang bahkan tak perduli apa yang kurasa. Benci akan diriku sendiri yang bahkan sama sekali tak bisa membencimu. Benci akan hati ini yang  masih tak bisa melupakan mu. Benci akan hati ini yang masih terus mengasihi dirimu.

Kamu sang dingin, yang tak dapat kugapai. Terluka. Biarlah, biar diri ini terluka. Biar diri ini membeku dalam kubangan pilu. Biar diri ini kembali tenggelam dalam kenyataan pahit. Biarlah diri ini terjerat pada rasa yang kian membesar.

Kenyataan yang menyadarkan ku, bahwa untuk kesekian kamu tak dapat kugapai. Kenyataan yang kesekian bahwa dirimu ialah bahagia sekaligus piluku yang pergi. Dan untuk kesekian pula diri ini terkoyak pada luka yang tak lekas menyembuh.

Ari -
Cerita di Penghujung Sekolah.


Astagfirullah, ya Allah ampuniku.

Aku menutup buku catatanku yang sudah berada di akhir halaman ketika mendengar bahwa jadwal keberangkatan ku tinggal beberapa menit lagi. Buku ini ternyata tidak terbakar, terselip didalam ransel kecilku karena ukurannya yang kecil dan hitam. Nantinya ketika sampai, akan aku bakar.

Berdiri, aku menatap sebentar untuk terakhir kalinya. Entah kapan aku akan pulang kembali ke tanah kelahiran tercintaku.

Menghela napas, aku tersenyum untuk terakhir kalinya. Meski mereka—keluargaku Nisa dan Bila tak dapat melihatnya. Mereka tetap bebal untuk mengantarkan ke Bandara, padahal aku sudah bilang tak usah. Pamitku sudah terucap, sambil berjalan menuju Pesawat aku melihat sekeliling sebentar. Menghela napas.

Bismillah.
Mesir, semoga Allah meridhaiku.
Akanku temukan cinta Allah yang lainnya dengan berbagai cara lainnya.
Syukurku ucapkan, karena Allah meridhai ku menjadi hamba-Nya untuk lebih mencintai-Nya dengan penuh keikhlasan.

Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma ya muqallibal qulub, Wahai Allah Sang Maha Pembulak-balik hati. Mudahkanlah aku dan kuatkan aku dalam mencintai-Mu dengan ikhlas. Segala kemudahan hidupku sesungguhnya ada pada-Mu, Sang Maha Penyayang.

Assalamu'alaikum Mesir, selamat tinggal Indonesia.

—————
Publikasi : 31 Januari 2020
Revisi : 31 Januari 2020

- Arrif -
————

Menemukan Cinta Allah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang