Bagian Tujuh Belas : Selamat Tinggal Untuk Kesekian

164 17 0
                                    


Ada beberapa hal yang tak pernah aku sukai, salah satunya perpisahan. Keberangkatan ku tinggal dua hari lagi—lusa, koper-koper sudah siap. Pamit kepada beberapa orang terdekatpun sudah aku lakukan termasuk kepada Buya dan seisi Pesantrean—ah itu berlebihan, tepatnya kepada orang-orang yang mengenalku.

Sayangnya saat aku pamit kepada ummah dan keluarganya, beliau bilang sepertinya aku tidak akan bisa berpamitan kepadanya. Kepulangan Hikam tepat sehari setelah aku berangkat, sayang sekali tak bisa dipercepat. Padahal Hikam salah satu faktor terbesarku untuk meraih mimpi-mimpi yang telah hampir hilang itu.

Kepada Nisa dan yang lainnya pula aku sudah pamit, ditemani Rais kemarin aku mengunjungi satu-persatu rumahnya mengingat mereka pasti sekarang punya kesibukan masing-masing. Hal terberat saat aku menenangkan Nisa, ia marah karena memberitahu semendadak ini.

Saat ini pula aku tengah berkumpul di Aula Sekolah yang bisa dibilang tempat favorit kami saat kelas tengah dipakai untuk kebutuhan lain. Selain itu pula, kelas kami memang sudah diisi oleh adik kelas yang sekarang sudah menginjak kelas akhir. Aula ini hanya diisi kelas kami, mungkin karena alumni lain tengah sibuk bekerja atau persiapan ospek kampusnya. Dan ternyata minggu ini dikhususkan untuk jurusan kami yang mengambil Ijazah terlebih dahulu.

Iya, hari ini kami sudah dapat mengambil hasil akhir dari masa putih abu itu. Yang tandanya, kami akan benar-benar terlepas dari Sekolah ini. Kami akan terpisah dengan kehidupan masing-masing, termasuk aku. Mulanya kelas kami kebagian esok atau lusa untuk pengambilan Ijazah, namun karena sejak dua minggu yang lalu aku meminta tolong kepada staff dan pak Furqon agar aku dapat mengambil Ijazah awal-awal karena keberangkatanku maka jadinya hari inilah pengambilannya. Terlebih kebetulan kelasku ternyata setuju untuk hari ini.

Tentang kelas aku belum memberitahukan kepada mereka, memang ada beberapa yang bertanya. Namun aku masih menjawab secara abu-abu. Nisa saja sampai saat ini masih kesal kepadaku, tapi apa boleh buat. Keberangkatan ku memang sudah dirancang sejak awal, jadi tak bisa diubah.

“Ari?” aku menoleh, rupanya Bila baru datang. Sembari memeluknya, aku tahu matanya belum beralih terhadap sampingku. “Diantar Rais?” aku mengangguk, “tepatnya anak itu gamau berpisah,” Bila terkekeh melihat Rais yang acuh dan malah memilih sibuk dengan alunan ditelinganya. Like sister, like brother begitu kata Bila. “Sama seperti temenmu yang masih merajuk ya?” aku mengangguk tak usah diperjelas, pertanyaan itu hanya diperuntukan untuk Nisa.

“Sudah ambil dahulu Ijazahnya sana, tinggal kamu dan Nita, ia sudah ada di TU.” Bila mengangguk, memang sejak pagi setelah mengambil Pasport aku sudah disini bahkan yang pertama mengambil. Namun aku belum pulang karena memang ingin berpamitan kepada teman kelas yang tetap berharga bagiku, meski beberapa dari mereka ada yang sedikit tidak menyukai sikap apatisku. Bahkan ada yang kaget karena penampilanku saat ini, tapi itu membuatku harus memasukan ucapan mereka dalam hati.

“Ari ada yang mau bertemu.” Itu suara Putri.

“Siapa?”

“Bagja.”

Aku mematung, lalu menyadari Rais langsung merespon. “Siapa,” bukan pertanyaan melainkan penuntutan jawaban. Rais memang seperti kloningan ku saja. Aku tidak menjawab, hanya menuntun tangannya untuk ikut denganku. Di koridor Aula tengah sepi, mungkin karena pembelajaran tengan berlangsung. Bagja tampaknya kaget melihatku namun dia buru-buru melirik ke arah lain.

Kami duduk terpaut jarak dengan Rais ditengahnya, ia masih menatapku meminta penjelasan namun masih tak aku jawab. Setelah sekian lama akhirnya dia berbicara, “sepertinya ada yang perlu kita bicarakan, sedikit.” Aku mengangguk, namun sebelum ia kembali berbicara aku memangkan earphone ke telinga Rais. Aku tahu tabiatnya, jadi menghindari dia menatap Bagja dengan tatapan yang tak biasa aku melakukan itu. “Nanti teteh jelaskan, diam lalu kontrol emosimu ketika tidak tahu apa-apa.”

Menemukan Cinta Allah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang