Bagian Tiga Belas : Sebuah Memori dan Akhir dari Perjumpaan

192 19 0
                                    


Akhir dari perjumpaan.

Seorang perempuan mendengus keras begitu melihat pantulan dirinya yang dipenuhi riasan tebal. Membuat wajahnya seperti ditempeli benda berat dan ia tak suka itu. Ia mengabil tisu berniat meminimalisir riasan wajahnya namun tertahan, “ini ga tebel teh, kamu nya aja yang ga suka dimake- up.”

Ari mendengus lagi, mengenakan sepatu yang tak memiliki hak terlalu tinggi, merapihkan penampilannya kemudian sebuah sling bag berada ditangannya. “Yaudah, berangkat. Assalamu'alaikum,” ia pamit kepada ummi dan abinya. Tak lupa ucapan terimakasih penata rias yang dahulunya memang murid abinya.

Teh nanti umi jam sepuluh ya,” Ari hanya mengangguk, lalu masuk mobil. Acara wisuda Sekolahnya tak mengharuskan orang tua datang pagi-pagi sekali, menyusul juga diperbolehkan.

Wisuda Sekolah ...

Helaan napas terdengar lirih, hari ini akhirnya datang. Akhir dari semua kisahnya, akhir dari perjumpaannya juga hari terakhir mengukir kenangan bersama teman-temannya.

Gedung Srikandi, tempat acara-acara besar selalu dilaksanakan disini. Seminar, Pernikahan, Wisuda dan banyak lainnya. Di pintu masuk sudah banyak yang mengantri untum mengabsen. Wajah-wajah cerah dengan busana kemeja hitam juga kebaya yang beragam. Alhamdulillah, sekolahnya sudah mengharuskan semua muslimah memakai hijab jadi tak ada rambut yang dirias sedemikian rupa.

Ari melangkah tegak, yang sebenarnya ia agak tak biasa dengan sepatunya yang ber-hak. Mungkin ada beberapa yang sepertinya, bukan memakai kebaya tapi memakai gamis abaya. Malang nasibnya bukan warna hitam, malah abu-abu. Umi memang sangat-sangat membuatnya kesal hari ini, kalau bisa ia ingin segera selesai lalu menghapus riasan wajahnya ini. Tapi itu tak mungkin terjadi, mengingat periasnya sudah sangat handal, bagus dan juga sengaja dibuat bertahan lama.

Ari menghela napas lagi, jajaran kursi kelasnya di depan. Terlebih ia absen awalan maka tak memungkiri duduknya akan di depan dan itu melewati kelas Bagja juga tempat duduk Bagja. Ah, menambah kesal saja, semoga laki-laki itu tak memalingkan muka dan melihatnya.

Ia berjalan cepat, segera duduk di kursinya. Akhirnya ia bisa menghela napas lega. “Ya Allah cantiknya kamu Ri,” Ari mendengus, sepertinya tak bisa menghela napas lega mengingat Nisa berada disisinya. Maka hari ini akan menjadi hari yang panjang.

Prosesi wisuda terus berjalan, dari pembukaan sampai sambutan. Dan sekarang sudah mencapai proses penyerahan piagam, sertifikat bahkan piala prestasi kepada semua siswa yang berprestasi. Saat ini pembagian piagam kepada MPK/OSIS yang telah banyak membantu terhadap Sekolah.

Getaran ponsel terasa disakunya, dengan segera Ari merogoh ponselnya. Ia tahu itu mungkin dari uminya.

Umi
Teh, umi sudah di belakang. Nanti umi kedepan liat teteh.

Ari menengok ke belakang, mencari sosok uminya. Tak terlalu jauh dari pintu belakang ternyata. Disana ia melihat ada abi dan juga Rais adiknya. Ari tersenyum, kedatangan Rais merupakan kejutan untuknya. Tak disangka akan datang, padahal tadi di rumah tidak ada batang hidungnya atau mungkin ia sengaja tidak menampakan dirinya. Ia kembali menghadap depan, namun dengan sekilas matanya tengah bertabrakan dengan Bagja. Ia kembali menghela napas lalu mengirim pesan balasan kepada uminya.

“Acara selanjutnya, pembagian sertifikat piagam prestasi kepada siswa-siswi yang telah tuntas menyelesaikan tahfidz Al-Qur'an pada juz 29 dan 30. Bagi para siswa-siswi silahkan untuk maju kedepan.”

Ari meremas tangannya pelan, ia tak tahu apakah ia akan dipanggil atau tidak. Pa Furqon tidak memberi tahu siapa saja yang sudah berhasil menyelesaikan tahfidz tersebut. Sebenarnya tidak apa-apa ia tak dipanggil juga, yang terpenting ia sudah melakukan yang terbaik juga Allah yang begitu baik telah memberikannya perasaan nikmat saat proses penyetoran hafalan teman-temannya. Namun di belakang ada abi, umi dan Rais, ia tak mungkin mengecewakan mereka.

Menemukan Cinta Allah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang