Keadaan menjadi hening beberapa saat, salju yang berjatuhan di jalanan aspal dapat ia rasakan menyentuh wajahnya. Entah sejak kapan, darah sudah tergenang di jalanan. Tubuhnya susah digerakkan, disertai dengan pandangannya yang perlahan menjadi buram.
"UNNIEEE!!!" Irene berusaha untuk tidak kehilangan kesadarannya. Apakah ini hari terakhir baginya? 'tuhan, maafkan aku telah membuat adikku kecewa..' begitu batinnya dalam hati. Irene sangat berusaha untuk melihat ke sekitar dan mencari keberadaan Yeri, Joy, Wendy dan Seulgi. Apakah mereka baik-baik aja? Terlebih Yeri.
Keadaan mendadak menjadi sangat ramai, suara bisik-bisik khawatir orang memenuhi gendang telinga. Tapi yang membuatnya paling sakit hati adalah mendengar tangisan dari adik-adiknya.
"YAAA KIM YERIM BUKANKAH SUDAH KUBILANG UNTUK TIDAK JAUH-JAUH DARI KITA!!" Irene mendengar suara tamparan, Yeri menangis dan Joy berusaha menghentikan aksi seulgi yang tampak sangat marah.
"Unnie.. jebal.. bertahanlah," Wendy menggenggam tangan Irene dengan erat yang sudah mendingin. Dia memohon kepada Irene seperti memohon dengan Tuhan agar permintaannya dapat terkabul.
Sedangkan penabrak yang tadi diserang rasa panik pun perlahan keluar dari mobil. Dia meminta maaf dengan keras dan sangat tulus. Dan pengendara perempuan itu berusaha menelepon Ambulan untuk segera datang.
"KAU SEBAIKNYA MEMBUSUK LAH DI NERAKA! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADA UNNIE KU!! BRENGSEK!! HIKSS!" Irene sangat ingin menghentikan seulgi, seulgi marah besar.
"Maafkan saja.. jeongmal.. mianhae.. maafkan saya.. anak saya sedang sakit, jadi saya terburu-buru untuk pergi melihat keadaannya.." pengendara itu merasa amat menyesal. Dia berkali-kali membungkuk meminta maaf menjadi tontonan orang sekitar yang ramai.
"AKU TIDAK MAU MENDENGAR ALASAN APAPUN DARI KAU..!!" Seulgi mendorong bahu pengendara hingga ia termundur dan jatuh ke belakang.
"Unniee.." seulgi melepaskan syal yang tadi diberikan Irene di lehernya. Dia sudah tidak peduli lagi cuaca tiba-tiba menjadi sangat dingin. Seulgi menaruh syal itu di atas pahanya dan meraih kepala Irene untuk bersandar disana.
"Unnie.. kumohon.. kumohon.. bertahanlah.." seulgi berkata dalam ketakutan. Dia menggenggam erat tangan Irene seperti yang tadi dilakukan Wendy. Dia mencium telapak tangannya beberapa kali dan mengelus pipi Irene dengan pelan.
"Unnie bangunlah.. jebal.. jangan seperti ini.. jangan tutup matamu.. unnie... hikss.. hikss.."
Irene sangat lelah, sangat capek. Tapi mendengar permohonan dari seulgi dia perlahan mengumpulkan kesadarannya walau terasa sakit."Unnie.. ingatlah kau berjanji untuk membuatkan ku masakan enak dan kesukaanku! Kumohon untuk tidak mengingkari janjimu! Kumohon.. hiks.." Irene tidak pernah bertemu dengan seulgi yang serapuh ini. Hingga dia lebih rapuh dari kertas yang sudah dibakar dan menjadi abu.
"m-mianhae..." Itu yang bisa diucapkan Irene dengan pelan dan tak bertenaga.
"mianhae? wae? seharusnya kau tidak berkata seperti itu! unnie ingatlah untuk tepati janjimu.. unniee.. unnie... hikss.. arrgghhh!!"
"seulgi.. cukup.. berhentilah," wendy dan joy merasakan betapa sakitnya dan rapuhnya seulgi saat ini. sama seperti yang lainnya, saat seulgi pertama kali memutuskan untuk tinggal dengan mereka dan bukan dengan halmeoni lagi, seulgi adalah anak yang pendiam dan sekaligus anak yang penurut. Sedangkan irene tidak pernah membeda-bedakan kasih sayang yang diberikan untuk adik-adiknya. setiap hari, irene selalu membangun perhatian untuk mereka. Seulgi nyaman dan sangat menyayangi mereka, terlebih irene. Jadi tentu saja dia merasa sangat sakit! melihat kakaknya yang seperti ini. Dia sungguh merasa hidupnya berada di ambang jembatan dengan satu tali dan akan jatuh kapan saja! Dia sudah kehilangan halmeoni, orang yang dia sayang. seulgi hanya tidak mau merasakan itu untuk kedua kalinya.