Part 15 - Seulrene

2.3K 231 5
                                    

"aku kecopetan saat meninggalkan rumah sebulan lalu.." seulgi menghela dan membuang napas dalam-dalam, menatap kedua bola mata Irene dengan sendu.
"semua barangku diambil oleh pencopet itu termasuk handphone, aku tidak bisa menghubungi kalian"

"saat aku mencoba melawan, ternyata pencopet itu membawa pisau"

"Apa yang terjadi seulgi ah?" Irene bertanya tidak sabar dan cemas sambil terus mencengkram lengan seulgi. Saat ini mereka sedang ada di ruang rawat setelah kembali dari taman tadi. Irene menolak duduk di ranjangnya, alhasil mereka berdua duduk di sofa dan berhadapan.

"aku mendapatkan luka ini.." seulgi menunjuk dahinya. "Unnie mianhae yo, aku sempat dirawat di rumah sakit" kata seulgi dengan hati-hati. "karena pada saat itu, aku benar-benar tidak sadar. Para warga yang membawaku kesana."

"Omo.. seulgi ya" Irene membawa seulgi dalam pelukannya dan menepuk bahunya berkali-kali. "Maafkan unnie, unnie sudah salah paham selama ini. Mianhae hiks.."

"pada saat itu aku tidak punya duit, semuanya telah dirampas. aku melarikan diri dari rumah sakit dan tidak mampu membiayai operasi kecil ini"

"Apa lukanya masih sakit?" Irene bertanya khawatir sambil memegang pipi seulgi dan menatap wajahnya.

Seulgi menggeleng untuk menenangkan irene, "terkadang akan sangat sakit.."

"Kamu menahannya selama ini?"

"Unnie uljima yo.." Seulgi menyeka air mata Irene dengan ibu jarinya. Seulgi kali ini ikut meneteskan air matanya, dia tidak tega harus menceritakan ini pada Irene. Tapi sudah terlanjur terjadi, Irene nampak sangat terpukul.
"Harusnya aku tidak mendapatkan luka ini. Harusnya aku bisa lebih kuat melawannya"

Plak!

Irene menampar lengan seulgi disusul dengan punggungnya. Kali ini Irene sangat kesal, dan memberi seulgi hukuman.
"Unnie! Aakkhh appo"

"Kenapa malah memikirkan untuk melawannya! Jelas saja kau kena masalah! Pabo-ya!!" Irene menampar lengan seulgi lagi. Yah, walaupun sebelah tangannya sedang sakit, tapi ini tampaknya seperti seluruh tenaganya telah ditransfer ke tangannya yang tidak sakit.

"Unnie kenapa malah memarahiku dan memukulku!" Seulgi sudah yakin jika badannya sudah merah-merah sekarang.

"Jelas saja! Itulah kenapa aku tidak pernah setuju dengan pekerjaan mu!"

"Yaa unnie!"
Seulgi jadi kesal dan mempautkan bibirnya.

"Wae!? Memang kenyataannya seperti itu! Jika pergi akan membuatmu seperti ini aku tidak akan mengijinkanmu!"

"Aiishh jinjja" seulgi bergumam dengan kesal, melipat lengan didepan dada dan membelakangi Irene.

"Yaaa kang seulgi!"

"Wae!?"

"Ayo kita periksa lukamu itu!"

"Shirreo!"

"Shirreo!? Katakan sekali lagi!"

"Unnie jangan berlebihan! Ini tidak apa-apa"

"Mwo?" Seketika irene jadi ingat, pada saat dia demam, Irene pernah berkata jika seulgi berlebihan hingga harus menelepon dokter. Inikah pembalasan dari seulgi?
"Yaa Kang Seulgi! Terserah apa maumu! Urus saja hidupmu sendiri mulai sekarang! Jangan cari aku lagi!" Irene bangkit dan berjalan terseok-seok, seulgi juga ikut berdiri dan akan membantu Irene. Namun tangannya langsung dihempas oleh Irene.

"Unnie apa kau marah?" Irene berjalan dengan menggapai apapun yang bisa dia pegang agar dia sampai di ranjang.

"Ahh.. b-baiklah aku akan ke dokter umum sekarang. Mungkin jam segini masih buka.."

✨✨✨


"Kurangi minum alkohol, kamu masih terlalu muda, alkohol itu bukan solusi untuk menghilangi rasa sakit," dokter tua yang sudah beruban itu berkata dengan nada baritonnya, dia masih saja memeriksa bola mata seulgi dengan lampu senter yang khusus untuk dokter. Sesekali dia membenarkan letak kacamatanya.

"Ini sudah infeksi.." Irene memasang telinga lebar-lebar mendengar setiap apa yang dokter itu katakan, dia menatap seulgi dengan kecewa. Sedangkan seulgi sudah diam-diam takut dengan reaksi irene setelah ini.

Dokter itu selesai melakukan pemeriksaan, dia kembali duduk di kursi kebesarannya, berhadapan dengan irene. "Saya akan memberikan beberapa obat antibiotik" irene mengangguk tanda setuju. Suster pendamping dokter itu sibuk memberikan penanganan pada luka seulgi, terdengar beberapa kali dia meringis karena sakit.

"Dan oleskan ini, rutin setiap hari setiap waktu. Agar luka itu cepat sembuh" dokter memberikan krim obat yang sudah ada di genggaman irene.

"Khansamnida sonsaengnim.." Irene memberi hormat, bertepatan dengan seulgi yang sudah merapatkan hoodienya dan berjalan mendekati irene. Seulgi mengucapkan hal yang sama dengan sang dokter sebelum membawa Irene kembali ke ruang rawatnya.

"Aku akan pergi menebus obat" setelah memastikan jika unnienya telah berada di posisi tidur yang baik, seulgi pamit dan meninggalkan Irene sendirian. Seulgi mengambil sejumlah obat yang akan dia minum di tempat apoteker rumah sakit.

Saat ingin kembali ke ruang rawat unnienya, "penampilan baru eoh?" gadis rambut pirang itu menginterupsi langkah seulgi sehingga membuat seulgi memutar bola matanya jengah.

"Diam kau son seungwan"

"Hahaha! Jangan main-main denganku.. akhirnya unnie sudah tahu semuanya, bagaimana kau menghadapinya?"

"Apa itu penting?"
seulgi menjauh dari wendy yang sok akrab barangkali ini.

"Kau sudah seperti preman kampung tahu!" Wendy tertawa terbahak, kain kassa itu menempel indah di dahi seulgi dengan beberapa leukoplast disana.

"Yaaa kau ingin mati!" Seulgi menikam leher wendy yang membuatnya kesulitan bernapas.

Mereka berjalan beriringan, "unnie" panggil wendy, membuat Irene langsung menoleh.

"Aku hanya ingin pamit, besok aku akan pergi untuk rapat agensi besar-besaran."

"Ne, pergilah." Seulgi meletakkan obatnya di nakas dan duduk di sofa.

Setelah Wendy pergi dari sana, seulgi berjalan mendekati Irene, "unnie kau mudah sekali mengijinkan Wendy?"

"Karena dia ada bodyguard"

Seulgi menunduk dan mengiyakan perkataan Irene saja, "kemarilah.."titahnya, gadis itu berjalan dan duduk di sisi ranjang mendekati unnienya.

"Sejak kapan kau minum alkohol?"

Skak Mat. Seulgi memutar otaknya untuk mendapat jawaban, namun itu sangat susah. Apa yang harus dia jawab?

"Eung..."

"Kang Seulgi! Aku tidak sedang main-main denganmu"
"Saat kita ke tempat bibi Kim kau juga memesan soju."

"N-ne..."
Seulgi memalingkan wajah ke samping.

"Jawab unnie.." Irene memegang pipi seulgi dan membiarkan wajahnya berhadapan dengannya.

"Unnie.. aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah dewasa. Dan unnie terlalu mengekang ku ini dan itu." Irene terdiam, dia menurunkan telapak tangannya yang tadi berada di pipi seulgi.

"Geurae, aku memang tidak bisa membedakan jika memang kalian sudah dewasa"
Irene kecewa dan tidur membelakangi seulgi. Dia hanya tidak mau memulai pertengkaran lagi dengan adiknya. Tak ada lagi yang bisa dikatakan oleh seulgi jadi ia pergi ke sofa dan juga mengikuti Irene menyusul alam mimpi.

Tapi yang dilakukan Irene sebenarnya bukanlah tidur, dia hanya memejamkan matanya saja. Setelah memastikan seulgi sudah tertidur. Dia perlahan turun dari ranjangnya sambil membawa tiang infus. Meski harus berjalan terseok-seok namun tujuannya adalah ke seulgi.
Irene mengambil obat krim itu dan mulai meratakannya di luka seulgi, kemudian ia tutup kembali.

"Memang benar kalian semua sudah dewasa, hanya unnie saja yang menganggap kalian tetaplah adik kecil unnie." Irene menghela dan membuang napasnya. Kecewa pada dirinya sendiri.









To be continue...

SISTER'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang