Lokasi syuting sedang ramai, sibuk orang mondar-mandir apalagi cru tengah menyiapkan perlengkapan untuk take selanjutnya. Wendy tengah dikelilingi make up artist untuk memperbaiki tampilannya. Dia akan bersiap-siap untuk mulai akting.
Hp Wendy yang tergeletak di meja rias bergetar tanpa henti. "Unnie bisa tolong ambilkan hp ku?" Gadis yang berprofesi menjadi make up artist itu pun meletakkan beberapa brush.
"Ini.." katanya sambil tersenyum lembut . Wendy mengangguk mengucap terima kasih.Saat melihat id caller dari layar hp. Wendy langsung menjawab dan menempelkan di daun telinganya.
"Ne unnie?""Kenapa belum pulang? Apa kau lupa dimana letak rumah dan alamat rumah kita?" Wendy menelan ludahnya gugup. Mendengar nada bicara Irene di ujung sana bisa dipastikan jika Irene sedang kesal ataupun marah.
"Aniyo unnie"
"Terus kenapa belum pulang? Tadi katanya ingin makan malam bersama. Kami sedang menunggumu"
"Unnie mianhae yo. Tak usah menungguku. Ada tambahan untuk beberapa take sebelum syuting ini selesai. Aku janji akan langsung pulang. Jinjja-yo unnie..."
"Hhhh... Baiklah jaga dirimu baik-baik"
"Ne unnie, saranghae"
"Mmm"
Wendy terkikik geli. Untung saja dia bisa langsung menyakinkan irene. Jika tidak, akan panjang masalahnya.
"Wendy!"
"Ah.. ne" Wendy langsung turun dari kursi, dan segera menyusul beberapa rekan artis-nya. Kemudian proses syuting pun dimulai.
Hingga pukul 21.00 langit Korea gelap, tidak ada bintang yang menghiasi permukaannya. Awan tampak mendung dan daun-daun tampak berjatuhan dari pohon karena angin yang terlalu kencangnya.
"Hati-hati di jalan!"
"Ne! Kamu juga!"
"Wendy, selamat tinggal~!"
"Ye! Hati-hatilah di jalan pulang!" Mereka saling melambai satu sama lain. Benda persegi di genggaman wendy bergetar lagi secara terus menerus, memberi tanda bahwa ada yang sedang berusaha menghubunginya.
"Ne, oppa, tunggulah sebentar, aku lagi menuju ke parkiran... Ne..."
Setelah Wendy simpan benda persegi itu ke dalam tas. Tak beberapa saat benda itu kembali bergetar, Wendy melangkahkan kakinya memasuki lift dan menekan tombol untuk menuju ke parkiran tempat menagernya telah menunggu disana.
Wendy tersenyum saat lagi-lagi Irene meneleponnya untuk menanyakan kabar. Wendy hanya menjawab seadanya, jika dia sedang di jalan dan akan pulang sebentar lagi, kemudian diterima Irene dan diakhiri kata hati-hati di jalan.
Wendy memasukkan benda itu kembali ke dalam tas. Dia berjalan dengan santai. Awalnya semua baik-baik saja, hingga langkahnya dicegat oleh seorang tak dikenal. Memakai masker hitam dan topi hitam, semua serba hitam.
"S-siapa anda?"
Wendy merinding kala dia mengeluarkan senyuman evil. Wendy tak sempat melarikan diri. Pergelangan tangannya sudah digenggam dan tubuhnya sudah diseret menuju ke tempat yang sepi.
"Yaaa!!! Tolong!!!" Pria itu membekap mulutnya dan membawa tubuhnya lagi menuju ke dalam lift. Pergi ke dasar parkiran gedung tersebut.
"Siapa anda! Yaaaa!" Namun apa daya, tenaganya tak sekuat pria itu. Ketakutan itu semakin menyeruak. Dia sedang tidak baik-baik saja. Terasa bulir-bulir air mata mulai tampak dan akan jatuh kapan saja.
"Diamlah dan jangan memberontak"
Namun manusia tetap merasa tidak aman jika sudah berhadapan dengan situasi yang seperti ini. Wendy terus memberontak dan berusaha melepaskan diri. Membuat pria itu geram.