Gadis ini bercermin di depan kaca toilet. Menatap tajam matanya dan mengingat ribuan dosa yang dilakukan. Dia bukan orang yang religius ataupun sangat taat kepada perintah-Nya. Dia hanya tahu, bahwa apa yang dia lakukan membuat orang-orang yang disekitarnya menjadi tersakiti.
Kran air diputar dan dibasuhnya wajah cantik itu. Putih bersih, cerah bercahaya layaknya iklan krim pemutih di tv. Menghela nafas panjang dan menahan air yang saat ini menggenang dipelupuk matanya. Dia menyesali segala tindak tanduk perilakunya. Dia memiliki contoh hidup, tapi dia tidak memakainya dengan bijaksana.
Berapakalipun dia menengok di kaca hanya ada rasa benci dan jijik kepada dirinya.
"Bagaimana bisa kamu mencintai aku yang seperti ini, sementara aku membenci diri ku sendiri".
Gadis itu bergumam dalam hatinya, gumaman itu untuk kekasihnya yang dia pikir sedang jauh namun nyatanya hanya berbatas meter untuk menemuinya.Bergerak dengan berdayun langkah kakinya melangkah keluar. Langkah demi langkah terasa berat untuknya. Matanya berkunang. Dia terjatuh.
**************************
"Hari ini pengobatan apa?." Tanya lelaki berbadan atletis dengan dada bidangnya.
"Cuma kontrol biasa dan menunggu pendonor. Lu tenang aja, lu pasti bisa lewatin ini". Ucap seorang dokter berkacamata yang tidak lain adalah kakaknya.
"Gua kangen Zia kak. Gua pasti bisa melewati ini semua dan ketemu sama dia kan?" Tanya Archie sembari kembali memakai pakaian pasien.
"Iya". Ada nada ragu dalam tenggorokan dokter itu, ketahuilah bahwa dia menyimpan dua rahasia orang yang sangat dia tahu. Adiknya dan kekasihnya.
"Janji?" Sembari memberikan jari kelingking dihadapan kakaknya".
"Najis!! Ngapain pake gitu segala lu pikir gua Song Jong Ki pake gituan".
"Hahahaha biar ga tegang lah kak. Tapi beneran janji ya, gua bisa kayak dulu lagi?" Tatap adiknya dengan mata penuh harap.
"Iya, janji". Balas Gio dengan tatapan sayup penuh rasa bersalah.Pintu terbuka, keluarlah gadis dengan rambut pendek berwarna hazel dan senyuman di pipinya.
"Hai Arch. Apa kabar?"
Gadis itu adalah Nikky, sahabat masa kecil Archie. Dengan membawa bunga bertuliskan 'Get well soon' dia memberikan bucket bunga itu kepada Archie tanpa memberi pertanyaan sedikitpun."Hai Nik, astaga. Kapan kesini kok ga bilang? Tunggu, kenapa lu tau gua disini". Mata Archie terbelalak melihat sahabatnya itu begitupun dengan Gio.
"Surprise dong hehe. So, gimana badannya enakan?" Tanya Nikky sembari mengubah topik pembicaraan Archie. Gadis ini tahu, bahwa dia akan marah kepada papanya karena papanya telah lancang menelepon Nikky tanpa sepengetahuannya."Papa ya?" Telisik Gio dengan mata tajam sembari menaikan kacamata dengan jari telunjuknya.
"As always, Gio hebat. Hehe". Gadis itu memberi senyuman sarkasme, dengan makian dalam hati.
"Kalo gitu, gua keluar dulu".Gio melangkah keluar dari kamar adiknya itu. Hening seketika, hanya terdengar suara deruan nafas dan lalu lintas cahaya matahari dengan udaranya. Nampak debu kecil yang berterbangan di dekat jendela.
"Beneran bokap yang kasih tau?" Tanya Archie sambil menatap mata Nikky.
"Iya, sorry ya". Jawab Nikky dengan tawa kecil sambil menggaruk kepalanya.
"Ha....it's ok".Archie beranjak dari ranjang dengan kaki telanjang kemudian memeluk Nikky dan berkata "Gua ga kenapa-kenapa lu ga usah khawatir. Gua pasti baik-baik aja. Sekarang, dengan amat tolong hapus senyum palsu lu. Gua ga apa-apa Nik".
Air mata yang ditahan daritadi tumpah hanya dengan beberapa kata dari mulut pria yang disukainya. Pria yang selalu menolongnya saat kecil, memimpinnya layaknya seorang kakak, dan mencintainya selayaknya seorang ayah. Nikky memeluk kembali Archie tanpa mengucap sepatah katapun, karena dia tahu bahwa kata tidak akan membuat lelaki ini sembuh seketika layaknya mukjizat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zia atau Senja
Teen FictionDia Zia atau Senja? Yang mana saja tak masalah. Asal orang yang sama. Orang yang aku cinta.