Rindu Yang Membunuh

2.6K 170 55
                                    

Sebelum mulai baca, aku mau mengingatkan. Cerita ini mengandung genre-genre yang tercantum jelas dalam tagar.

Drama
Hurt
Angst

Dan angsat adalah;

Angst : Sebuah 'Genre' dalam fanfiction. Angst berarti dalam cerita tersebut akan terjadi penyiksaan karakter secara emosional. Singkatnya, sebuah cerita sedih.

Pahami genre di tiap cerita yang kalian baca yahh.

Itu saja terimakasih :")












Jika saja Ino tidak memutuskan Naruto kemarin, apa pria matahari itu kini akan ada di kelas dan melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa?

Atau apakah seharusnya Ino tidak menerima Naruto sejak awal.
Hilangnya keberadaan Naruto adalah salahnya, dan Ino tau itu.

Mengabaikan guru Kakashi yang saat ini tengah menerangkan rumus menghitung Integral, gadis itu justru terlarut dalam lamunan. Kepala Ino terus memutar potongan ingatan kemarin berulang-ulang, tentang bagaimana dirinya yang memutuskan hubungan dengan Naruto secara sepihak.

Menghela nafas kasar untuk yang kesekian kali, Ino benar-benar sedang merasa gelisah.

"Sial, aku tidak bisa tenang sama sekali..." Gumam Ino.

Ino mendongkap kedepan sekilas, memastikan guru pengajar di depannya benar-benar tengah fokus menerangkan, Ino meraih ranselnya yang berada di atas meja. Melirik sekali lagi kedepan, kemudian membuka resleting tas dengan perlahan.

Setelah barang yang ia cari sejak tadi berhasil ia keluarkan, Ino memposisikan buku catatan miliknya berdiri di meja, agar menghalangi ponsel yang saat ini tengah ia mainkan.

Dengan sesekali mendongkap ke depan, ia mulai mengetik sesuatu.

"Naruto, Shikamaru bilang kamu tidak pulang, kamu dimana?"

Send..

*****

"Baiklah, sekali lagi terimakasih telah menolongku kemarin, Paman" Naruto mengaitkan ransel berisi buku dan seragam sekolah basahnya di bahu kanan.

Beruntung orang yang menyelamatkan Naruto kemarin sangat baik, pria itu bahkan meminjamkan celana jeans panjang dan kaos putih polos padanya.
Yah, walau kaosnya sedikit kebesaran. Tapi setidaknya Naruto bisa memakai pakaian yang kering dan nyaman dipakai.

"Seharusnya kau menginap satu hari lagi disini."pinta sang penolong pada Naruto.

"Aku ingin sekali, Paman. Tapi aku belum pulang sejak kemarin, dan aku belum memberi kabar pada keluargaku karna handphone ku rusak. Sepertinya karna kemasukan air." Jawab Naruto.

"Ohhh baiklah, Jangan membuat orang tuamu khawatir, kau benar. Tapi lain kali berkunjunglah kemari." Pria berambut putih panjang itu tersenyum maklum.

"Tentu saja, aku juga akan membawakan makan siang sebagai rasa terima kasihku nanti."

"Hahaha, aku tak sabar menunggu."ujarnya sembari tertawa senang.

"Sebelum itu"-Naruto menyodorkan tangannya.

"aku lupa belum menanyakan nama Paman." Kata Naruto dengan tangan yang masih setia menggantung disana.

Pria itu menerima uluran tangan Naruto supel, kemudian menaik-turunkan tangan mereka sesaat.

"Jiraya."

*****

Ino POV

Pukul empat lebih dua puluh sore. Saat bell pulang berbunyi lebih dari satu jam lalu, aku memilih untuk pulang sendiri. Tawaran Sakura untuk pulang bersama naik mobil Gaara—pacar gadis itu ku tolak halus, dengan dalih tak ingin jadi obat nyamuk mereka.

I'm Still Here/NaruinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang