MLC 6

468 88 9
                                    

Changkyun sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah 3 hari penuh dirawat di sana dan tentu saja... Jooheon selalu setia mendampingi Changkyun. Untunglah kedua orang tuanya sedang melakukan perjalanan bisnis sehingga Changkyun tidak perlu memberitahu mereka tentang keadaannya.

Saat ini Changkyun sudah kembali bekerja, kembali berkutat dengan dokumen keuangan perusahaan sambil sesekali memijat pangkal hidungnya. Changkyun meletakkan dokumen terakhirnya kemudian menyandarkan punggungnya kemudian menghela nafas.

"Jika... yang dijodohkan denganmu adalah aku... apakah boleh?"

Kalimat Jooheon yang belum sempat terjawab itu kembali terngiang di ingatan Changkyun,

"Apa... maksudnya?" gumam Changkyun. Perlu diingatkan sekali lagi bahwa Changkyun tidak sepeka adiknya, Daniel.

Changkyun ingin sekali menanyakan apa maksud pertanyaan Jooheon waktu itu, hanya saja Changkyun sangat disibukkan dengan dokumen yang menumpuk selama 3 hari masa cutinya.

Baru saja Changkyun akan menghubungi Jooheon, tiba-tiba ponselnya berbunyi, berharap Jooheon yang menghubunginya namun Changkyun harus merasa kecewa karena yang menghubunginya bukanlah Jooheon melainkan ayahnya.

"Ya, ayah."

"Kau dimana?"

"Aku sedang di kantor."

"Baguslah, datanglah ke restaurant biasanya yang dekat dengan kantor. Kita akan bertemu dengan calon tunanganmu."

Dan sambungannya terputus begitu saja. Changkyun mengerutkan keningnya, bukankah orang tuanya sedang ke China, kapan mereka kembali?

Ah, sudahlah... Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal itu, yang terpenting sekarang adalah Changkyun yang harus berpikir keras bagaimana caranya menolak perjodohan ini tanpa membuat ayahnya marah.

"Hah... Apa yang harus kulakukan?"




















Disinilah Changkyun sekarang, berdiri di depan restaurant mewah langganan ayahnya dengan raut wajah lelahnya. Selama perjalanan dari kantor kemari, Changkyun tidak mendapatkan satu idepun untuk menolak perjodohan ini. Akhirnya dengan pasrah, Changkyun melangkahkan kakinya ke arah ruang VIP yang sudah dipesan ayahnya itu.

"Selamat malam." Changkyun membungkukkan tubuhnya untuk memberi salam kepada seorang pria yang sepertinya seumuran dengan ayahnya itu. "Nan, Im Changkyun imnida. Maafkan atas keterlambatan saya."

"Eoh, tidak masalah, duduklah."

Changkyun menuruti perkataan ayahnya dan menduduki kursi kosong di samping kiri ibunya dan masih ada satu kursi kosong di samping kiri Changkyun. Sang ibu tersenyum lembut ke arah Changkyun membuat putra sulungnya itu ikut tersenyum.

My Lovely, ChangkyunWhere stories live. Discover now