10 - kebimbangan

24.8K 1.7K 12
                                    

Hari H acara maulud, berarti H-4 pernikahan Gus Haydar dan Khilya. Hari itu juga Khilya dan 50 lebih santri lainnya mengadakan khataman Al-Qur'an Bil Ghoib. Suasana haru terasa kental saat selesai membacakan surat Ad-Dhuha hingga An-Nas para santri yg wisuda Bil Ghoib di minta mencuci kaki kedua orang tua mereka lalu bersujud dan mencium kaki keduanya.

Nyaris tidak ada orang yg hadir tidak menitikkan air matanya. Khilya juga sudah menangis hingga sesenggukan saat baru saja mulai mencuci kaki abah dan ibunya. Bukan hanya karena terharu, tapi juga karena ia sadar ia belum sempat mempersembahkan apa-apa sebagai bukti baktinya. Dan dalam hitungan hari ia akan menjadi seorang istri, artinya ia akan semakin sulit untuk berbakti pada orang tuanya.

"Maafin Khilya Bu, Bah. Khilya belum bisa banggain kalian, belum bisa berbakti sama kalian." Ucap Khilya di sela tangisnya sambil memeluk orang tuanya.

"Nggak sayang, kamu udah banggain Ibu sama Abah dengan hafalan kamu. Sekarang tugas kamu berbakti sama suami kamu nanti dan ngejaga hafalan kamu." Sahut Ibu Rani yg juga sudah menangis sedari tadi.

Setelah acara, semua santri yg mengikuti khataman Bil Ghoib di beri kesempatan untuk foto bersama, termasuk Khilya. Tapi saat Khilya ingin maju ibu Maimunah lebih dulu menahan Khilya. "Kamu foto terakhiran aja, biar bisa foto sama keluarga ndalem."  Ucap ibu Maimunah. Khilya bisa apa selain menurutinya? Walau jujur, ia tidak enak hati karena hanya dirinya santri yg berkesempatan berfoto dengan keluarga ndalem.

Setelah semua santri sudah berfoto, tinggal Khilya yg belum maju. Ibu Maimunah lebih dulu menyuruh Khilya untuk foto bersama keluarganya. Setelah 2 jepretan foto, Ibu Maimunah menggandeng abah Ahmad untuk bergabung dan berfoto bersama Keluarga Khilya. Jadilah Khilya berfoto dengan posisi sebelah kanan kedua orang tuanya dan sebelah kiri calon mertuanya.

Setelah 2 jepretan foto Asilla menyeret Gus Haydar dan Gus Yusuf untuk ikut bergabung. Gus Yusuf hanya bisa mendengus kesal sedangkan Gus Haydar  menggaruk tengkuknya yg tak gatal, merasa malu untuk bergabung. 2 jepretan foto lagi dan selesai. Khilya masih belum bisa menyesuaikan diri. Apalagi ia tidak bisa pura-pura tidak melihat bisik-bisik iri yg ia dengar dari teman-temannya.

"Beruntung banget bisa foto sama keluarga Ndalem,"

"Calon ahlul bait mah beda ya,"

"Kita mah siapa ya? Cuma khodam,"

"Pengen tuker posisi sama Khilya,"

"Ngarep jadi Khilya dosa ngga sih?"

"Husstt, inget bentar lagi dia jadi istri Gus Haydar. Jangan kek gitu."

Oke cukup, telinga Khilya mulai panas mendengarnya. Ia berusaha memfokuskan diri pada keluarganya yg mulai berbincang lagi dengan keluarga ndalem dan mulai besok keluarganya akan mulai datang kesini untuk persiapan acara karena ijab kabul dan resepsi memang akan di adakan di pondok Darurrohman.

"Selamat ya Khil, akhirnya kamu berhasil jadi Hafidzah. Semoga kamu bisa ngejaga hafalan kamu ya, dan semoga buat acara kamu besok lancar ya." Ucap Asma yg tiba-tiba menghampirinya dan memeluknya.

"Iya makasih ya, As. Aamiin semoga aku bisa ngejaganya dan semua bakal lancar besok, makasih buat doanya." Sahut Khilya setelah melepas pelukannya.

Beberapa temannya juga ikut mengucapkan selamat padanya, menggodanya tentang pernikahan, dan mengatakan betapa beruntungnya ia bisa menikah dengan Gus Haydar.

Khilya hanya menanggapinya dengan senyuman, toh teman-temannya tidak tau kalau dalam hatinya ia belum siap menjadi seorang istri apalagi istri dari Seorang Gus dari pondoknya sendiri. Ia nanti harus berlajar untuk bersikap menjadi seorang "Ning" yg baik dan menjadi panutan. Jujur saja ia belum siap jika nanti harus memandang teman-temannya menjadi santri-santrinya. Ia belum siap berhadapan dengan keluarga besar Ndalem yg pasti memiliki standar tentang seorang 'istri' untuk seorang Gus yg bukan dari kalangan Ning.

Bahkan 2 bulan terakhir ia sering  berdiri di depan cermin hanya untuk melihat apa kelebihannya hingga Gus Haydar memilihnya menjadi istrinya. Jika itu atas petunjuk Ibu Maimunah, ia ingin sekali bertanya apa alasan ibu Maimunah memilihnya.

Ia gadis biasa, bahkan sangat biasa. Abahnya hanya seorang pemilik rumah batik, ibunya membantu abahnya sambil mengajar ngaji anak-anak di sekitar rumahnya. Ia juga tidak cantik, ia sadar betul ia kalah cantik jika di bandingkan dengan teman-temannya.

Rasanya kepala Khilya ingin pecah jika memikirkannya, tapi ia memilih melupakannya. Apalagi hari itu semakin dekat. Ia takut akan punya pikiran melarikan diri jika terlalu menganggap dirinya tak siap.

********************

Hal serupa juga dialami Gus Haydar, ia merasa tak siap untuk menikahi Khilya. Ia takut tak bisa membimbing Khilya. Bahkan ia merasa dirinya masih terlalu kekanakan untuk menjadi seorang suami.

Kadang saat Gus Haydar melihat Khilya ingin sekali Gus Haydar menanyakan siapkah Khilya menghadapi sikapnya nanti. Karena ia merasa dirinya bukan lelaki yg perhatian, penyabar, dan penyayang. Ia merasa dirinya terlalu cuek, mudah emosi dan kurang bisa menghargai orang lain.

Ia takut gagal untuk membimbing Khilya.
Ia takut tak bisa menjadi imam yg baik untuk keluarganya.
Ia takut pernikahan ini hancur.
Ia takut menyakiti Khilya.
Ia takut Khilya akan merasa tertekan karenanya.
Dan masih banyak lagi ketakutan yg terlintas dipikirannya.

Apalagi ucapan Gus Yusuf tempo hari semakin sering terngiang di telinganya. Bagaimana jika benar Khilya menerimanya karena tak enak hati untuk menolak?
Bagaimana jika Khilya menerimanya sedang ia memiliki hubungan dengan laki-laki lain?
Ia tak siap cemburu untuk itu, walau ia belum mencintai Khilya tapi suami mana yg rela istrinya menyukai atau di sukai laki-laki lain?

Atau mungkin nanti lebih baik Khilya ia kurung dalam kamar, Khilya hanya untuk dirinya seorang. Ahh, pikiran konyol apa itu?

Gus Haydar sering mengusap wajahnya kasar, ia frustasi. Semakin dekat dengan hari H ia semakin merasa tak siap. Ia takut menghancurkan semuanya dan mengecewakan banyak orang termasuk ibunya.

"Ya Allah, sudah benarkah jalan yg ia ambil?" Batin Gus Haydar di sela-sela doa penuh kekhusyukan.

"Illahi, ilaika ufawwidu amri,"
(Ya Allah, kuserahkan semua urusanku padamu)

Bisikan kata itulah yg berkali-kali menenangkannya. Membuatnya yakin untuk tetap maju karena ia sudah menyerahkan semuanya pada Allah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gus Haydar sama Khilya bimbang guys🙊🙊
Apakah mereka bakal tetep lanjut nikah??
Atau justru berhenti di tengah jalan??
See you next part
Thanks for read, vote, and comment (buat yg ngelakuin)
Ngga juga gapapa😂😂😅

Pantaskah Aku (Terbit Di Google Playbook) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang