WITR || CHAPTER 9

826 203 70
                                    

•Wound In The Rain•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wound In The Rain

[9] Lihat Cinta Mana Yang Tak Akan Jatuh?

"Setiap manusia tanpa sadar memiliki topeng untuk bermain peran dalam kehidupannya. Maka dari itu, jangan selalu percaya dengan senyuman. Banyak yang senyum, padahal lukanya menganga."

—Wound in the Rain—

.


Keadaan mobil Angkasa sangat hening saat ini, baik ia maupun Rain tak ada satu pun yang ingin memulai percakapan. Mereka tenggelam dalam dunianya masing-masing, Angkasa yang menyetir mobil dan Rain yang sibuk memperhatikan jalanan, sesekali masih terdengar sesegukan yang keluar dari mulut gadis itu.

Cuaca yang mendung menambah kesan dingin di dalam mobil ini. Jika boleh ditebak, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan dari langit ibu kota.

"Thanks, Ka!" 

Entah angin dari mana, suara Rain lirih terdengar.

Angkasa melirik sebentar. 

"For what?" tanyanya tanpa membela fokus pada jalanan kota.

Terdengar helaan napas berat dari gadis di sebelahnya oleh sela-sela angin yang berhembus. 

"Kalau lo tadi enggak ada, mungkin gue ud—" 

Rain tak dapat melanjutkan ucapannya, bayangan kejadian di taman tadi terlintas lagi di dalam pikirannya, entah apa yang hampir dilakukan Arkan, hingga membuat Rain seperti sekarang.

"Bakal apa?" Angkasa menuntut penjelasan lebih. Jikalau yang ada di pikirannya adalah kenyataan, maka ia tak akan segan untuk meminta pertanggung-jawaban pemuda iblis itu—Arkana Arsena—pentolan sekolah Antariksa yang tak bosan mencari celah Angkasa.

"Bakal apa, Rain?"

Rain memilih untuk menghindari tatapan menyelidik Angkasa.

Dengan gugup dan air mata yang menggenang, Rain memilin kedua tangannya.

"Di—dia bakal ambil virgin gue, Angkasa."

Angkasa lantas menginjak pedal remnya mendadak, urung membuat Rain ketakutan setegah mati. Ia memejamkan matanya rapat.

Angkasa berdesis seraya melipat lengannya, mengintimidasi. "Kenapa lo enggak bilang dari tadi?" Ia mengangkat dagu gadis itu dengan lembut. "Arkan cari masalah sama gue, kalau lo bilang ... dia udah habis saat ini." Angkasa lalu mengusap dagu Rain.

Rain kembali menangis, sedikit tertahan.

Lengkungan di bibir Angkasa terbit. "Udah, lain kali lebih hati-hati lagi, apalagi lewat jalan sepi kayak tadi," ujar Angkasa dengan berbisik, berniat menenangkan Rain.

Wound in the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang