|•|•|•|
"Kalau takdir yang berkata, kita bisa apa?"
Katanya dengan senyuman.
|•|•|•|
Daegu, 2013
Yohan melukis lengannya dengan pisau bergagang hijau kesayangannya sore ini. Untuk kesekian kalinya, ia melampiaskan rasa frustasinya kepada hobinya yang sangat berbahaya ini. Yohan mendengar sayup-sayup suara orang tuanya yang bertengkar dan beradu mulut tentang apa yang Yohan juga tidak ingin tahu.
Yohan sesekali meringis ketika tangan kirinya mengiris kulit lengan yang satunya terlalu dalam. Tapi sedetik kemudian senyumnya mengembang, seolah-olah dengan ringisannya satu persatu masalah hidupnya menjadi lebih ringan.
Yohan tidak peduli seberapa banyak garis yang sudah dia buat di lengannya, bahkan beberapa goresannya hari ini ia ciptakan di bagian yang lukanya masih belum sembuh. Yohan rasanya ingin menertawai dirinya sendiri, tepatnya menertawai hidupnya yang sangat sengsara.
Ponsel di sampingnya bergetar. Yohan meletakkan siletnya lalu menggeser tombol hijau dan menyetelnya ke mode speaker.
"Halo, Han? Tumben lo gak ke jembatan?" Suara seseorang disana dengan nada ramahnya.
Yohan meringis sebelum menjawab, "G-gue lagi sibuk."
Terdapat jeda yang lama disana. "Kim Yohan, lo cutting lagi?"
Yohan menggigit bibirnya, menahan tangis. Ia menundukkan kepalanya seakan orang yang sedang meneleponnya ini akan memarahinya di depan mukanya.
"Kim Yohan, jawab."
Yohan menjawabnya dengan satu isakan, "I-iya. Maaf."
Terdengar suara helaan nafas disana. "Kan gue udah bilang kalo ada masalah cerita sama gue, bukan nyakitin diri lo kaya gini, Yohan."
Isakan Yohan semakin pecah, "Iya Yuvin. Gue minta maaf."
Suara grasak-grusuk terdengar di telepon. "Yaudah gue susul lo ke rumah."
"Ada bokap nyokap gue."
Yuvin menghela nafas. "Ya lo pikir gue bakal nemuin lo ke depan rumah apa. Gue nyusul ke jendela kamar lo."
Tanpa mendapat izin Yohan, Yuvin langsung mematikan sambungannya. Yohan menghela nafas sebelum berjalan untuk membersihkan lengannya yang bersimbah darah. Berabe, kalau Yuvin lihat, pasti Yohan dimarahi lagi.
Baru saja Yohan keluar dari kamar mandi, ia melihat ayahnya sedang sibuk memasukkan baju milik Yohan ke dalam koper. Yohan yang melihat itu langsung menahan aksi ayahnya.
"Ayah mau ngapain?" tanya Yohan dingin.
"Kamu pindah sama ayah. Ke Kanada." balas ayahnya.
Yohan membulatkan matanya dan mendorong ayahnya agar menjauh dari koper, "Gak! Yohan gak mau pindah sama ayah!"
Ayah Yohan mengepalkan tangannya, "Kalo kamu disini mau makan apa kamu? Hidup sama ibu kamu bakal bikin kamu sengsara!"
![](https://img.wattpad.com/cover/188751664-288-k772257.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Road of Life | Yuvin x Yohan
FanfictionIni kisah tentang dua pemuda yang mempunyai roda kehidupan yang tidak pernah selaras. Yohan si pem-'bully', versus Yuvin si di-"bully". Dibalik image umum itu, tersimpan segudang rahasia yang berbanding terbalik. | contain of boys love, harsh words...