25. Demam

231 10 0
                                    

Kini sudah hari kedua semenjak Jifa dirawat. Ia sudah diperbolehkan untuk pulang kerumahnya. Namun, ia harus menggunakan kursi roda untuk sementara waktu agar lukanya cepat mengering.

"Semua udah siap?" tanya Athala kepada Jifa yang sedang mengambil ransel dibawah yang berisikan baju ganti untuk pulang hari ini.

"Udah," Athala tersenyum dan berjalan mendekat kearah kursi roda Jifa. Ia mendorong kursi roda Jifa keluar dari rumah sakit.

Setelah mereka sudah berada di parkiran. Athala mengangkat tubuh Jifa dan membawanya masuk kedalam mobil. Athala membuka pintu pengemudi dan kembali tersenyum melihat orang ia cintai sudah tidak berbaring lagi di bangkar rumah sakit.

"Kita kekedai eskrim dulu ya," Athala hanya tersenyum dan mengguk sebagai jawaban. Ia mengambil tangan kanan Jifa. Ia menggenggam tangan Jifa sambil menyetir. Athala menganggkat tangan Jifa dan menciumnya. Pipi Jifa kembali bersemu dan membuat Athala gemas dengan Jifa.

"Berhentilah menggodaku!" Athala terkekeh mendengar ucapan Jifa. Jifa yang kesal langsung melepaskan tangannya dan mengalihkan pandangannya menuju jalan raya. Mereka kini telah sampai dikedai eskrim langganan mereka bedua.

"Kamu tunggu sini, aku aja yang turun." Athala memarkirkan mobilnya ketempat yang lebih strategis.

"Tapi, mau ikut." Athala melihat kearah Jifa dan perubahan wajahnnya yang memohon agar ia ikut dengan Athala.

"Yaudah ayo, tapi aku gendong. Mau?" tanya Athala kepada Jifa.

"Gak!" Jifa langsung menjawab ucapan Athala dengan nada dingin. Ia kesal dengan Athala, bagaimana tidak ini tempat umum dan yang pasti akan banyak orang yang akan melihat dirinya. Betapa malu dirinya jika ia menerima ajakan Athala barusan.

Athala keluar dari mobilnya dan berjalan menuju kedai eskrim langgananya. Jifa menunggu Athala dengan mendengarkan lagu dari radio yang memutarkan lagu kesukaannya. Jifa mengikuti alunan lagu yang terdengar sangat bagus di kedua telinganya.

Pintu mobil terbuka menunjukan tubuh tegap milik Athala. Athala membawa dua cup besar. Jifa langsung menyambar cup eskrim dengan rasa coklat dan vanilla. Jifa sangat menikmati eskrimnya sedangkan Athala kembali fokus kearah jalan raya.

"Bagi dong," ucap Athala kepada Jifa. Athala melirik Jifa dengan kepalanya ia gelengkan menandakan tidak boleh.

"Aku juga mau makan, tapikan aku lagi nyetir yang ada nanti kecelakaan," Athala kembali berbicara dan sedikit memohon kepada Jifa agar diberi eskrim.

"Gak papa. Mati berdua ini, kecuali sendiri baru aku gak mau." Athala mendelik sebal kearah Jifa.

"Bodoh." gumam Athala pelan, namun masih didengar oleh Jifa. Jifa terkekeh mendengar gumaman Athala. Ia menyendok eskrim dan menyuapi Athala. Athala melirik sendok yang berisikan eskrim sebentar lalu kembali fokus.

"Yakin gak mau?" Athala tidak menjawab ucapan Jifa. Ia hanya berpura-pura kesal kepada Jifa.

"Yaudah kalau gak mau," Jifa kembali menyendokan eskrim kedalam mulutnya. Kini mereka sudah sampai dirumah Jifa. Mobil Athala juga sudah terparkir dihalaman rumah Jifa. Athala mematikan mesin mobilnya dan melihat kearah Jifa yang masih asik dengan eskrimnya.

Athala menyeringai sambil melihat kearah Jifa. Terdapat bekas eskrim pada pinggiran bibir Jifa. Athala dengan secepat kilat mengecup pinggir bibir Jifa. Jifa membulatkan matanya sempurna dan melihat kearah Athala.

Apa yang tadi dilakukan oleh Athala membuat jantungnya berdegup dengan ritme yang sangat cepat. Jifa mengedip-ngedipkan kedua matanya dan ia sadar dari keterkejutannya. Ia langsung menatap Athala dengan tatapan tajamnya, Athala terkekeh melihat wajah Jifa yang memerah.

Jif(A)thalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang