Hari kedua di sekolah sangat beda, aku sudah mempunyai teman untuk mengobrol. Dan kini yang duduk di sampingku adalah Geby, tidak dengan lelaki itu. Beruntunglah aku hari ini.
Mereka bertiga sangat asik, mudah berbaur. Namun, mata ini seolah tak ada cela untuk menangkap sosok Arkan, lelaki yang kemarin menggangunya. Dia tengah asik mengobrol bersama satu gengnya.
Semua senyap ketika seorang guru memasuki kelas dan memulai menjelasakan bahan pelajaran.
Kebetulan sekarang pelajaran sastra, jadi semuanya diwajibkan membuat puisi lalu membacanya di depan secara acak.Hal ini sangat mudah bagiku, entah ada ide datang darimana tapi ini sungguh membantuku.
"Sudah bikinnya?" Seru pak Heru, selaku guru sastra.
"Sudah, Pak!" Semua murid pun berseru termasuk aku.
"Baiklah, Bapak akan tunjuk siapa yang maju duluan untuk membacakan puisinya." Mata pak Heru melihat sepenjuru kelas, dengan tangan yang mengetuk dagu pertanda bahwa ia sedang berfikir. "Kamu Arkan, silahkan maju."
Lelaki itu maju ke depan dengan santai, lalu melihat ke arah barisanku. Entah dia melihat siapa. Kemudian memulai membaca puisi karyanya.
Dear Annaila ...
Pertama kali aku melihat senja di wajahmu
Sangat indah, dan membuatku jatuh cinta
Mata sayu, dan wajah itu mengalihkan segalanya
Benar adanya jika aku mencintai pada pandangan pertamaDear Annaila...
Jika perasaan ini menganggumu
Maka aku akan menunggu hingga kau tak merasa terganggu
Percayalah ini nyata bukan maya
Yang kuingin sekarang salam sayangmu bukan salam kenalSeisi kelas riuh oleh suilan, pipiku memanas dan detak jantung semakin cepat. Rasanya seperti terbang ke langit lepas.
"Kamu ini, Arkan. Mau cewek seperti Anna harus berjuangan keras!" celukutuk pak Heru.
"Doakan saya, Pak." Jawabnya sambil melihat ke arahku, segera kututupi muka ini dengan tangan untuk menghindari kontak mata denganya.
"Gas terus Bos, jangan kasih kendor!" teriak salah satu murid. Namun Arkan masih setia senyam-senyum di sana, tanpa ada rasa malu. Dan rasa malu itu menyeruak kepadaku semua. Dasar cowok!
"Sudah-sudah, silahkan Arkan kamu duduk kembali." Lelaki itu melanggang ke tempat duduknya.
Aku bernafas lega, hal ini sudah berakhir. Namun satu cewek di sampingku terus menggoda. Siapa lagi kalo bukan Geby.
"Tuh kan, bidadari sekolah mah lebih cocok lo dan bidadara nya Arkan. Aaa serasinyaaa." Ocehan Geby membuatku bingung, kenapa dia bahas soal gelar itu.
"Bidadara?"
"Yang itu loh, pasanganya bidadari. Apalah namanya gue bingung."
"Kalo bingung gak usah ngomong." Aku terkekeh melihat Geby cemberut.
Tanpa sadar ada yang melihat aku tertawa dari meja lain, ya lelaki tadi yang membuat puisi untukku. Aku menyudahi tawa dan fokus ke depan kembali.
********
Kantin terlihat sangat ramai, terlebih melihat para manusia mengantri demi sebuah makanan. Kadang aku suka tertawa sendiri melihat hal itu.
Sekarang aku mengalihkan padangan kepada Veril yang sedang kepedasan gara-gara bakso yang tadi ia tuangkan sambal lima sendok. Ada rasa kesihan dan lucu melihat mimik wajahnya.
"Lu sih malah nambah sambel banyak banget. Rasain deh akibatnya," ujar Geby, merasa ngeri melihat kuah bakso Veril.
"Kesihan ih, nih minum susu. Nanti bisa meredam rasa pedas." Aku menyerahkan botol susu yang kubeli tadi. Harusnya itu aku minum tapi tak apa, aku kesihan melihat Veril.
Gadis berponi itu langsung menenggak habis, wajahnya sudah tidak merah seperti tadi. "makasih ya Anna, lo emang baik deh."
"Sama-sama."
"Inget, Ril jangan makan bakso pedes lagi. Tar yang susah siapa," tukas Rara seperti ibu-ibu.
"Iya mak, Rara." Kami tertawa karena panggilan Veril kepada Rara.
Namun di saat kami sedang menikmati kembali makanan. Suara riuh kantin seketika hening, senyap, bagai di dalam lembah. Terlalu lebay.
"Ko sepi sih?" Aku bertanya pada mereka.
"Biasalah, ada si bidadari sekolah abal-abal tebar pesona," jawab Geby.
"Suttt Geby, nanti kalo Sisil denger gimana. Abis lo," cicit Veril.
"Sisil? Kayanya aku belum tau semuanya tentang sekolah ini."
"Nanti gue ceritakan."
"Bagaimana kalo pulang sekolah saja kita ke rumah Anna sambil cerita soal si bidadari abal itu." Veril berpendapat.
"Tapi kita tanya dulu yang punya rumahnya. Gimana, Na boleh tidak?" Tanya Geby seraya menyuap kembali makannya.
"Tentu saja boleh."
*********
Pulang sekolah yang seharusnya bareng Geby, Veril dan Rara, harus tak terlaksana karena ada catatan tambahan untuk aku yang notabenya anak baru.
Karena mereka tak tahu rumahku, yasudah aku share lokasi lewat aplikasi. Sekarang hanya beberapa siswa yang ada di kelas. Dirasa sudah selesai, aku memasukan buku-buku dan di saat ingin beranjak ...
Sebuah cairan amis dari rok membuatku duduk kembali, aku bingung dan kesal. Bingung karena gimana harus keluar kelas, pasti banyak siswa yang belum pulang. Dan kesal karena datang di saat bukan waktu yang tepat.
Aku diam memikirkan caranya agar cepat pulang, namun sebuah suara mengagetkanku. Itu suara Arkan, mampus deh!
"Kamu gak pulang?" tanyanya, sekarang dia ada di sampingku.
"Mau pulang ko, tapi itu ... hmm ... anu ...." aku tak bisa mengatakan hal itu. Apalagi Arkan lelaki dan baru saja kenal.
"Anu kenapa?" Dia sama bingungnya.
"Ada tamu datang," gumamku yang sangat kecil dan pelan. Kurasa dia sempat mendengar.
"Oh, yaudah pake jaket saya saja. Buat tutupin." Arkan menyerahkan jaket hitamnya. Aku belum nerima, masih menimbang-nimbang tawaran Arkan.
"Pake, di bawah banyak kakak kelas." Lelaki itu berujar secara lembut.
"Baiklah, kamu balik badan dulu." Arkan tersenyum dan membalikan badannya, sementara itu aku cepat sekali mengikat jaketnya di pinggang. Sudah menutupi, aku menyuruh Arkan berbalik badan ke semula lagi.
"Ayo pulang." Dengan anggukan kecil aku menjawab dan kami berjalan beriringan.
Arkan sengaja berjalan di belakang, agar memastikan kakak kelas tak melihat bercak merah di rok ku.
Setelah terbebas dari gedung itu, lantas aku memasuki bus yang memang sedang berhenti. Di balik jendela bus aku melihat Arkan tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku pun tersenyum dan membalas lambaian nya dengan anggukan.
You my hero.
********
Karena tak ada orang di rumah, aku langsung berlari kecil ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Saat sudah rapih dan nyaman, aku terkapar di kasur besar nan empuk ini.
Mengingat kejadian tadi membuatku malu, meruntuki diri sendiri. Namun aku suka caranya menolong dan perhatian kepadaku.
Jaket hitam itu akan kukembalikan besok di saat sudah kering. Dan tak lupa aku ingin berterima kasih kepadanya.
Kendati, apakah aku bisa bertatap muka denganya, setelah kejadian memalukan tadi? Ah coba saja.
********
Malu namun senang eyaaa:v
Ayok yang ikhlas silahkan vote, whehehe.
Salam.
Ig@Nengrani229
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Sekolah(END)
Teen Fiction[Tahap Revisi] Kita disatukan dalam sebuah gelar, kita disatukan dalam sebuah sekolah, dan kita disatukan dalam sebuah hubungan. Tapi mampukah kita melepaskan? Sementara hati ini ingin terus terikat. Aku ingin menjadi bidadarimu bukan hanya sebatas...