Tepat senin ini, seorang gadis kembali lagi kepada dunia sekolahannya. Sudah seminggu lamanya menenangkan diri di kota sang nenek, kini gadis itu siap memulai hari baru. Hari-hari tanpa seseorang yang selalu menyambutnya dengan senyuman.
Ia menghela nafas yakin, lalu mengeratkan pegangannya pada tas seraya melangkah menelusuri koridor sekolah yang terasa dingin ini.
Di daun pintu langkahnya terhenti, menatap ketiga wanita yang dia klaim sebagai sahabatnya itu. Beberapa pertanyaan berkecamuk di hati gadis itu, apakah mereka akan membencinya? Itulah salah satunya.
Namun dengan pasti, gadis itu melangkah ke bangku tempat biasa ia menimba ilmu.
"Anna! Ya tuhan! Gue kangen banget." Badan Anna sampai terhuyung ke belakang ketika Geby dan Veril memeluknya secara tiba-tiba."Kemana aja sih lo? Kenapa tiba-tiba ilang gitu aja!" Ujar Geby seraya melepaskan pelukannya dibarengi Veril.
"Dihubungin susah banget lagi!" Cerca Veril.
Anna tersenyum senang, ternyata mereka sekhawatir ini. "Maaf, gak ngabarin. Aku ada urusan keluarga," jelasnya.
"Anna." Ketiga pasang mata menoleh ke arah si pemanggil, Rara.
"Iya?"
"Nanti istirahat gue bisa ngobrol berdua, please ...." Rara begitu sangat memohon, Anna akhirnya mengangguk. "Temui gue di taman belakang," lanjutnya lagi dengan senyuman lebar.
"Nah gitu dong, selesaikan masalah dengan baik-baik. Gak boleh ada api di persahabatan kita, oke?" Mereka semua mengangguk dan tertawa ringan ketika mendengar tuturan Geby.
Rara bernafas lega, ia mempunyai waktu berdua untuk mengusir badai yang sedang terjadi ini.
Tawa Anna yang terekam jelas oleh satu pasang mata yang diam-diam memperhatikan dari pojok bangku lain. Lelaki itu tersenyum senang, walaupun luka dalam dirinya terasa perih.
Kamu dan dia tidak pantas untuk terluka, karena takdir menunjuku untuk tempat singgah luka itu.
"Cinta memang butuh pengorbanan untuk mencapai hasilnya. Perjalanan sebuah perasaan ibarat tangga yang tak ada ujungnya." Arkan menoleh ke si pengucap kata-kata tadi. Ternyata Frizal.
"Tumben bijak?" Tanya Arkan.
"Pakar cinta gitu loh!" Ucap Frizal dengan gaya sombongnya.
"Halah tetap aja masih jomblo!" Cetus Arkan, becanda.
"Lo juga jomblo."
Sekak mat! Arkan baru menyadari setatus barunya ini. Ha, miris sekali.
*********
Anna menuruti ajakan Rara untuk mendatangi taman belakang, katanya ada hal yang ingin dibicarakan. Sebenarnya, Anna sudah tak ingin membahas hal ini lagi. Ia sudah cukup bersedih karena sebuah cinta.
"Terimakasih ya sudah mau datang ke sini." Mendengar hal itu Anna langsung menoleh, mendapati Rara yang sudah duduk di sampingnya. Kedatangannya membuat gadis itu terlonjak kaget, namun berusaha mungkin mengendalikan semuanya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Anna langsung to the poin.
"Ini soal kamu, Arkan, hubungan kalian dan perasaan gue. Sebelumnya gue mau lo jangan potong ucapan gue nanti." Gadis itu mengagguk mendengar perintah Rara.
"Anna, lo tau gue marah ketika lo tahu semuanya dari diary gue. Namun perlahan gue sadar, semuanya pasti akan terungkap juga. Satu hal yang harus lo tahu, gue udah lupain perasaan gue terhadap Arkan sejak pertama kali menginjakan kaki di sekolahan ini lagi. Dan tiba-tiba saja lo memutuskan semuanya tanpa bertanya dahulu sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Sekolah(END)
Teen Fiction[Tahap Revisi] Kita disatukan dalam sebuah gelar, kita disatukan dalam sebuah sekolah, dan kita disatukan dalam sebuah hubungan. Tapi mampukah kita melepaskan? Sementara hati ini ingin terus terikat. Aku ingin menjadi bidadarimu bukan hanya sebatas...