Sudah hampir setengah jam aku memandangi beberapa stel baju yang tergeletak di kasur. Sungguh bingung, semua baju-bajuku seperti tidak ada yang cocok.
Drrttt ...
Tanganku meraih handphone di atas nakas, terpampang nama Arkan di sana.
Lima menit lagi saya sampai
Mataku terbuka lebar, ah memilih baju saja sudah menghabiskan waktu banyak. Baiklah aku mengambil baju secara asal saja.
Usai itu aku mulai memoles sedikit make up di wajah supaya tidak terlalu membosankan. Entah kenapa aku begitu bersemangat dan hatiku tak karuan, pasalnya untuk pertama kalinya Arkan mengajak makan malam bersama.
Baiklah, penampilan sudah selesai. Kini tinggal tinggu saja di lantai bawah. Kebetulan pada saat itu bunda dan bang Arlan sedang ada di ruang keluarga tengah menonton siaran TV.
Kuhampiri mereka dan duduk di sebelah bunda. Mereka menoleh ke arahku secara bersamaan.
"Mau kemana kamu, Na?"
Aku mendekatkan bibirku ke telinga bunda dan berbisik, "Arkan ngajak makam malam." Sontak itu membuat bunda tersenyum lebar.
"Izinin gak, Bun?" Tuturku seraya menaik tutunkan alis.
"Izinin dong, tapi pas pulang harus rubah setatusmu itu ya," ucap bunda dengan nada pelan dan menggoda.
"Apaan sih, Bun."
"Mulai rahasia-rahasiaan nih," sindir bang Arlan. Yang kurasa dia mulai penasaran dengan obrolanku dengan bunda.
"Si jomblo kepo tuh," sindir bunda tak kalah saing. Arlan memberi tatapan aneh.
Aku hanya tertawa renyah, ini yang kusuka dari keluargaku. Kedekatan kami dengan bunda seolah seperti seorang teman. Namun rasa menghormati tetap terjaga.
"Tunggu aja nanti tiba-tiba nyebar undangan," balas Arlan yang mempokuskan kembali pandangannya pada TV.
"Serius Bang! Kamu sudah punya calon? Cewek yang kamu ajak makan malam bukan?" Tanya bunda secara beruntun.
"Rahasia, nanti aja Arlan kasih tau."
"Ck! Sok misterius." Bunda menoleh ke arahku kembali dengan senyuman mengembang.
Ting nong
"Sudah datang tuh, titip salam buat calon mantu ya!" Seru bunda, aku hanya tersenyum seraya mencium punggung tangan bunda.
Aku membuka pintu, benar terlihat Arkan di sana. Ia berpenampilan seperti biasa, namun tetap memancarkan aura tampannya.
"Sudah siap?"
"Iya, langsung saja. Bunda lagi gak mau di ganggu nanton TV nya."
"Oke."
Kami menaiki mobil kali ini. Tak ada percakapan, hanya ada alunan lagu dari radio mobil saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Sekolah(END)
Teen Fiction[Tahap Revisi] Kita disatukan dalam sebuah gelar, kita disatukan dalam sebuah sekolah, dan kita disatukan dalam sebuah hubungan. Tapi mampukah kita melepaskan? Sementara hati ini ingin terus terikat. Aku ingin menjadi bidadarimu bukan hanya sebatas...