DUA PULUH

1K 74 0
                                    

Hari ini mungkin aku akan menghindar terlebih dahulu, aku ingin mencari keputusan untuk apa yang telah terjadi sekarang.

Pagi-pagi aku sudah berada di sekolah. Langkahku di arahkan ke perpustakaan. Kusibukan diri dengan beberapa buku bacaan, mungkin ini lebih baik nantinya. Dan masalah buku diary Rara sudah kusimpan di kolong mejanya kembali sebelum kemari.

"Anna." Panggilan seseorang membuatku secara perlahan menoleh, hatiku semakin resah ketika melihat sosok Arkan menghampiri meja bacaku.

"Saya mencarimu tadi. Tumben pagi-pagi sudah ada di perpustakaan?" Ungkapnya seraya duduk di sampingku. Tatapanku terfokus kembali kepada buku bacaan. "Hanya ingin membaca saja," jawabku sekenanya.

"Kamu jangan memaksakan baca buku, otak kamu perlu istirahat," nasihatnya. Kemudian tangan kekar itu terulur untuk mengacak-ngacak pucuk rambutku. Aku mendongkakan wajah, menatapnya yang sedang tersenyum.

Bagaimana bisa aku menjauhimu, Arkan. Bagaimana bisa aku melepaskanmu, jika perlakuanmu membuatku semakin nyaman bersamamu.

Ingin sekali mendekap tubuh itu, namun aku tau ini tempat umum tak baik jika melakukan hal itu.
"Nanti malam keluar yuk?" Mataku mengerjap beberapa kali, pertanda lamunanku buyar.

"Kemana?"

"Ke suatu tempat, saya yakin kamu bakal senang." Aku tersenyum dibarengi anggukan kecil.

********

"Sebentar lagi masuk loh, Ar." Ujarku seraya melihat jam yang ada di pergelangan tangan.

Tetapi lelaki itu hanya memandang lurus, matanya menyipit karena terpaan angin. Ya, kini kami berada di rooftop sekolah. Janjinya sih Arkan cuma sebenar kemari, tapi lihatlah bel sebentar lagi berbunyi lelaki itu hanya bersikap santai.

"Arkan, ayo ke kelas. Masa kita bolos, gak mau ah." Arkan menoleh dengan mengembangkan senyuman, "sekali-kali bolos gak apa-apa."

"Nanti kalo ketahuan guru piket gimana? Nanti ada pak satpam datang gimana? Nanti masuk bk, trus ketemu guru bk yang galak itu gimana? Nanti--" sebuah jari telunjuk menempel di bibirku, sontak itu membuatku tak melanjutkan ucapan tadi.

"Kalo takut ketahuan, ayo ikut saya." Tangan Arkan beralih menggengamku. "Mau kemana? Kan gerbang di tutup."

"Kita bisa lewat belakang." Mau tak mau aku mengikutinya. Karena tak bisa mengambil motor Arkan yang ada di parkiran, akhirnya kami memutuskan untuk menaiki bus. Aku dan dia tak membawa tas, hanya jaket hitam Arkan yang kupakai agar tak mendapatkan tatapan para penumpang bus. Sementara Arkan membuka seragamnya, karena ia memakai baju double.

Aku hanya diam mengikuti langkah lelaki itu dari belakang ketika bus berhenti di sebuah tempat festival.
"Ayo ke sana." Tangan kami saling bertautan, dan kini aku berjalan di sampingnya.

Ternyata Arkan membawaku ke Festival Pasar Kangen, festival yang berisi jajanan jaman dahulu orang Jogja dan semua hal yang berbau tradisional. Pasar kangen pertama kali di gelar pada tahun 2007 lalu, korlap pasar kangen Jogja, wasdiyana menambahkan konsep pasar ini memadukan antar kesenian tradisional.

 Pasar kangen pertama kali di gelar pada tahun 2007 lalu, korlap pasar kangen Jogja, wasdiyana menambahkan konsep pasar ini memadukan antar kesenian tradisional

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bidadari Sekolah(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang